Malam itu, di rumahku, tepatnya apartemenku ….
“Hem … pasti enak banget, nih …,” gumamku sambil menatap sup panas di atas kompor. Di sebelahnya, ada roti gulung. Tak ketinggalan, makanan penutup, puding cokelat. Itu semua hasil masakanku, lho!
Oh, iya, kali ini memang giliranku untuk memasak. Peraturan di rumahku memang begitu. Pekan pertama, giliranku. Pekan kedua, giliran ayah yang memasak. Pekan ketiga, ibu. Lalu, pekan keempat, Shila, adikku. Tapi, karena dia masih berumur delapan tahun, makanya waktu giliran Shila memasak, ibu membantu sedikit. Sebenarnya, peraturan ini baru dimulai minggu ini. Idenya dari ayah dan kami sekeluarga setuju. Aku mendapat giliran pertama memasak. Padahal, dari dulu aku belum pernah memasak sendiri. Paling-paling dibantu oleh ayah atau ibu (parah banget, ya??? Umurku, kan, udah sebelas tahun!!!). Karena itu, waktu mulai memasak, aku sedikit deg-degan.
Aku menyuruh ayah, ibu, dan Shila untuk menunggu di kamar. Mereka baru boleh keluar jika makanan sudah kuhidangkan. Tentu saja, sebelum menyajikan makanan, aku menata dulu meja makan.
Aku membuka laci besar yang tergantung di samping meja makan. Di dalamnya, terdapat taplak-taplak beraneka warna. Berbagai alat makan pun ada di situ. Aku memilih taplak merah cerah untuk menutup meja makan, lalu menata piring, garpu, dan sendok. Setelah semuanya rapi, makanan pun kusajikan. Sup panas, roti gulung, dan puding cokelat. Aku juga meletakkan susu cokelat dingin untukku dan Shila, sedangkan untuk ayah dan ibu, aku menyediakan teh yang beraroma buah apel. Yummy! Pasti enak, deh! batinku.
“Oke, sekarang teriak, deh!” kataku bersiap-siap untuk berteriak. Siap-siap, ambil napas… dan, “Ayah, Ibu, Shila, makan … yuuukkk …!!!” teriakku dengan semangat ke arah kamar. Dengan serentak, ayah, ibu dan Shila keluar.
“Wah, wah, wah … suara teriakannya kenceng banget … telinga Ayah sampai mau pecah…,” canda ayah sambil duduk di kursi.
“Iya, nih … Kak Alisha teriaknya kenceng banget!” kata Shila yang memilih tempat duduk di sebelah ayah.
“Hehehe … kalau nggak kenceng, nanti nggak kedengeran!” kataku bercanda.
“Ya udah, sekarang kita makan aja! Kayaknya enak, nih!” kata Shila sambil mengerlingkan mata kepadaku.
“Pasti, dong, namanya juga masakan Alisha!!! Dijamin enak banget!!!” sahutku sambil mengacungkan jempol.