Swiiinggg …!!! Ayunan panjang yang kududuki bergerak melewati palang. Aku sedang berada di Taman Bougenvile yang terletak di tengah-tengah kota. Taman ini banyak ditumbuhi pohon yang lebat dan rerumputan yang dipangkas rapi. Pemandangannya juga indah dan enak dilihat. Pokoknya bagus, deh!!! Walaupun sudah besar, tetap saja aku masih suka main ayunan. Soalnya, aku suka bagaimana rasanya terayun-ayun kencang dan angin serasa mengipasi tubuhku. Tahu, kan, gimana rasanya?
Aku memandang ke sekeliling taman. Banyak anak kecil yang bermain-main di taman bersama ibu mereka masing-masing. Dulu, waktu kecil, aku juga suka diajak ibuku ke taman. Aku ingat betul, waktu itu menangis karena nyungsep di saluran air yang kotor. Lututku memar sampai berwarna biru.
Oh iya, aku ini baru pulang sekolah, lho! Sehabis pulang sekolah, aku langsung ganti baju dan minta izin sama ibuku buat main di taman. Hehehe ….
“Kenapa, ya, aku nggak bisa masak?” gumamku sambil menarik napas dalam-dalam. Aku merasa payah banget!!! Soalnya, aku, kan, udah besar, tapi masih nggak bisa masak!!! Mungkin aku bisa memecahkan rekor “tidak bisa memasak walaupun sudah berumur sebelas tahun” (itu, sih, pikiran yang terlalu berlebihan, ya?). Padahal, dalam hatiku, aku merasa suka banget masak. Aku suka sekali melihat koki-koki yang andal memasak saat menonton TV. Aku sering berkhayal, suatu saat nanti aku akan bisa menjadi seperti mereka … tapi nyatanya??? Buat sup aja salah!!!
Sambil mengayunkan ayunan berwarna merah yang kududuki, aku terus berandai-andai bisa memasak makanan yang lezat dan disukai banyak orang.
***
Gusraaakkk …!!!! Tiba-tiba, terdengar suara benda jatuh di rerumputan yang tidak jauh dariku. Aku kaget.
Jangan-jangan, ada alien yang jatuh dari angkasa, lagi?!?! pikirku ngelantur. Hihihi… kayaknya nggak mungkin, deh?
Tapi, entah kenapa, tak ada orang yang mendengarnya ataupun berjalan ke arah suara itu. Aku bergegas turun dari ayunan dan berjalan ke arah rerumputan. Aku berusaha mencari-cari benda apa yang jatuh itu.
“Eh, ada buku …!” ucapku sambil meneliti buku itu. Sudah agak usang, warnanya cokelat tua dan cokelat muda. The Magic Book, itulah yang tertulis di kovernya. Di pinggir buku itu ada lubang kecil, di situ tergantung kunci berwarna emas. Bukunya sangat tebal. Mungkin setebal buku Harry Potter, ya?
“Ooo … ternyata ini yang tadi jatuh. Kubuka, ah!” seruku sambil berusaha memutar kunci di lubang itu. Daaannn … ternyata terbuka!
Aku membuka halaman pertama. Ternyata, isinya tentang cara-cara memasak dengan benar. Ada cara memasak sup, mi, sandwich, spageti, dan sebagainya.
Aku benar-benar terkejut ketika membuka bagian kedua (bukan halaman kedua, lho!) dari buku itu. Segala alat masak, seperti wajan dan centong ada di situ! Alat untuk makan ada juga! Lengkap!!!
Aku lebih terkejut lagi ketika melihat bagian ketiga. Di situ ada seledri, roti, sosis, bumbu-bumbu, dan semua bahan untuk memasak. Aku memegang gambar roti dan ajaib! Roti itu kini telah ada di tanganku!!!
Aku mencubit pipiku sendiri, memastikan aku tidak bermimpi! Aku merasa sekarang aku bukan berada di dunia, tapi di negeri ajaib!!! Mana mungkin di dunia nyata ada buku seperti ini!!! TAPI TERNYATA INI KENYATAAN!!!
Di bagian paling belakang dari halaman buku itu ada gambar celemek, warnanya merah muda kotak-kotak dengan hiasan hati yang besar di bagian dadanya. Ada juga gambar topi berwarna putih yang biasa dipakai oleh koki. Topi itu dihiasi sebentuk hati kecil berwarna merah muda di pinggirannya. Aku memegang kedua gambar itu, dan seperti tadi, celemek dan topi itu pun langsung ada di tanganku.
“Wow! Hebat banget!!!” seruku terkagum-kagum.
Aku begitu terpana oleh keajaiban itu, sampai-sampai lupa kalau aku masih berada di taman kota. Aku mengunyah roti yang tadi sempat kuambil. Gambar rotinya tetap ada di buku meskipun rotinya sudah kumakan. Aku segera mengerti. Jika kita memegang gambar dari buku ajaib itu, gambar yang kita pegang akan langsung ada di tangan kita.
Hmmm … buku ini punya siapa, ya? Tapi … sepertinya bukan dilempar orang lain… atau … buku ini jatuh dari langit? pikirku bertanya-tanya. Kini, aku memegang sosis dan segera saja melahapnya.
Jangan-jangan ada peri yang menjatuhkannya? Nggak mungkin, ah! aku membatin dalam hati. Cerita peri melemparkan buku ajaib? Konyol sekali! Walaupun aku suka berkhayal, cerita kayak gitu nggak mungkin banget. Tiba-tiba, terbersit ide di pikiranku.
“Aku bisa pakai buku ini buat belajar masak! Terus, nanti masakan buatanku jadi enak, deh!!!” kataku senang. Aku melompat-lompat gembira seperti anak kecil lalu bernyanyi-nyanyi. Setelah capek, aku duduk kembali di ayunan.
“Tapi … aku nggak tau siapa yang punya buku ini. Pokoknya, kalau aku bertemu pemilik buku ajaib ini, pasti aku kembalikan! Aku pinjam bukunya … siapa pun orang yang memilikinya. Aku pinjam, ya!!!” aku berusaha berteriak sekeras mungkin sampai suaraku mulai serak. Aku berharap pemilik buku ajaib ini bersedia meminjamkannya.
“Oke, kubawa pulang saja! Tapi, ini rahasiaku … jangan sampai ketahuan oleh orang lain! Aku cuma mau ngasih tahu Shakira aja! Dia, kan, sahabatku!” aku bergumam kecil sambil berlari-lari menuju ke rumahku. Hari itu, aku merasa sangat gembira …!!!
***
Sesampainya di rumah, aku meminta izin kepada ibu untuk bermain ke rumah Shakira. Ibu mengizinkanku.
“Shakira!!!” panggilku lantang di depan rumah sahabatku. Dia adalah sahabatku dari sejak kecil. Aku memencet bel. Pintu rumah Shakira terbuka dan muncullah Shakira.