Pagi ini, aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Begitupun dengan kembaranku. Oh ya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Olivia, biasa dipanggil Olive. Saat ini, aku duduk di kelas 6 SD. Umurku 11 tahun. Aku bersekolah di International Elementary School. Aku mempunyai kembaran, namanya Sylvia, biasa dipanggil Sylvi. Dia adalah kakakku. Cara membedakanku dan Sylvi adalah dengan melihat rambut kami. Rambutku panjang, lurus, dan berwarna cokelat tua. Sedangkan Sylvi, rambutnya juga berwarna cokelat tua, tapi panjang dan bergelombang.
“Huh, akhirnya selesai juga,” gumamku sambil membawa ransel, lalu berjalan menuruni tangga. Terlihat beberapa menu makanan sehari-hari yang tertata sangat rapi di meja makan.
“It’s my favorite!” gumamku. Ada pancake kesukaanku.
Aku menarik kursi kosong di depanku. Tak berapa lama kemudian, seseorang datang dan langsung menarik kursi yang ada di sebelahku. Ternyata Sylvi. Sama sepertiku, dia langsung melahap pancake yang tersedia.
Di rumah, hanya ada aku, Sylvi, dan beberapa pembantu rumah tangga. Mama dan papa adalah seorang pengusaha toko roti. Toko mereka sudah mempunyai beberapa cabang di luar kota dan luar negeri. Jadi, mereka hanya pulang ke rumah setiap dua minggu sekali, karena sibuk mengelola usaha tersebut.
“Hah, sudah jam tujuh kurang lima belas?” pekikku terkejut, sambil melihat jam dinding. Harusnya, aku berangkat dari rumah pukul setengah tujuh.
“Santai saja. Lagipula, kita, kan, masuk jam tujuh,” sahut Sylvi sambil mengunyah makanannya. Menurutku, dia lebih santai dariku. Bahkan, sangat santai!
“Gimana bisa santai? Kamu tahu, kan, setiap kita berangkat jam segini, pasti telat!” ujarku sambil bangkit dari kursi.
“Buru-buru banget, sih!” kata Sylvi. “Ya, sudah! Aku berangkat duluan saja,” kataku berpura-pura sambil berjalan ke arah carport. Itu salah satu trik yang kugunakan ketika dalam situasi seperti ini.
“Aaah ... iya, iya!” ujar Sylvi sambil bangkit dari kursinya, lalu meneguk segelas susu murni dengan terburu-buru.
Aku dan Sylvi berangkat ke sekolah dengan mobil sedan berwarna hitam. Mobil ini khusus untuk mengantar jemput kami ke sekolah. Tak lama kemudian, kami sampai di sebuah gedung bertingkat lima, yang terletak di sebelah kiri jalan. Sekolah kami! Di sekolah kami terdapat fasilitas yang menurutku sangat lengkap. Ada lapangan yang sangat luas, juga ruang kelas yang bagus dan nyaman. Pokoknya lengkap, deh! Aku bangga bisa bersekolah di sini.
“Pak, itu gerbangnya mau ditutup!” seruku kepada Pak Iwan, sopir kami.
Pak Iwan bergegas mengarahkan mobil mendekati satpam yang ada di gerbang tersebut dan meminta izin untuk masuk. Satpam itu pun membuka kembali pintu gerbangnya.
“Akhirnyaaa ... dibolehin masuk juga,” ucapku lega. “Kan, benar kataku, kita enggak mungkin telat. Percaya, dong, sama aku!” ujar Sylvi tiba-tiba.
Aku tak menanggapi perkataan Sylvi. Yang penting, aku bisa masuk kelas.
“Olive! Tumben kamu datang pas belnya bunyi!” ujar Sabrina, sahabatku sejak kelas 3.
“Iya, nih! Hehehe ...,” kataku singkat sambil tertawa kecil.
Ya, sekarang saatnya pelajaran dimulai. Jam pelajaran pertama adalah Sains. Murid-murid hanya diminta mengerjakan beberapa soal pilihan ganda yang ada di buku pelajaran. Selanjutnya pelajaran Matematika, pelajaran favoritku. Di pelajaran ini, setiap murid harus mengerjakan soal-soal yang tertera di papan tulis. Tidak jauh berbeda dengan pelajaran sebelumnya, hanya mengerjakan soal-soal.
Saat istirahat tiba.
“Olive ... ke kantin, yuk!” ajak Sabrina.
Sabrina memang suka sekali jajan di kantin. Hampir setiap hari dia jajan di kantin.