Tiada hari tanpa teguran akibat kenakalanku!!! Seru, kan.
Hei, kenalkan, aku Jerina George. Aku orang Inggris. Aku punya seorang kakak, namanya Irene George. Selain seorang kakak, aku masih punya ayah dan ibu. Ayahku sangat tegas dan ibuku sangat sabar, kombinasi yang sempurna. Orangtuaku bukan orang kaya, karena itu aku hanya bersekolah di sekolah negeri yang jelek.
Di sekolah, aku selalu ditegur oleh guru-guru di mana saja dan setiap saat, terutama ketika aku membuat ulah. Sifatku ini sangat buruk karena aku adalah anak yang nakal, malas, suka mengkhayal, dan tidak pernah takut kalau nilaiku di sekolah jelek. Kamu jangan meniru sifatku ini, ya!
Pagi ini di sekolah, ada upacara. Sekolah kami mengadakan upacara setiap awal pekan. Setelah upacara yang membosankan itu selesai, aku dan teman-temanku masuk kelas. Saat ini, aku duduk di kelas tiga.
Pelajaran yang membosankan pun dimulai. Bu Selena, guru Matematika yang galak dan tidak kusukai masuk kelas. Hari ini, jam pertama adalah pelajaran Matematika.
“Anak-Anak, kalian bawa kertas hasil tes Matematika yang kemarin Ibu bagikan untuk ditandatangani oleh orangtua kalian?” tanya Bu Selena setengah berteriak.
“Bawaaa, Bu!” seru teman-teman serempak, kecuali aku. Kemarin, nilai tes Matematikaku nol karena aku takut ibu dan ayah marah akibat nilai yang jelek itu, jadi kertas tes itu kusembunyikan.
“Jerina! Kamu tidak bawa?” tanya Bu Selena dingin.
Aku mengangguk penuh keberanian dan rasa percaya diri. Melihat anggukanku yang tanpa ketakutan itu, Bu Selena hanya menggelenggelengkan kepalanya menahan rasa geram akibat kebandelanku.
“Anak-Anak, kalian membawa PR Bahasa Inggris?” tanya Bu Selena lagi mencoba mengalihkan perhatian.
“Bawa, Bu!” seru mereka serempak, tentunya aku tidak.
Aku juga tidak mengerjakan PR Bahasa Inggris karena menurutku bermain lebih menyenangkan.
“Kamu tidak mengerjakan lagi ... JERINA?” seru Bu Selena dengan tatapannya, bukannya takut, aku malah membalas tatapannya dengan mata melotot.
“Hari ini, kamu tidak usah belajar. Pulang saja!” seru Bu Selena galak.
Bukannya sedih, aku malah dengan senang keluar dari kelas. Aku berjalan dengan riang meninggalkan kelas dan sekolahku.
TIDAK BELAJAR! HURAAAY!
Setelah keluar dari gerbang sekolah, aku lang-sung berjingkrak-jingkrak kegirangan. Meskipun aku diusir dari kelas, tetapi aku tidak langsung pulang ke rumah karena aku takut dimarahi ayah. Sambil menunggu waktu pulang sekolah, aku pun berjalan-jalan berkeliling di hutan kecil dekat sekolah dan ke desa di dekat hutan.
Aku berjalan tanpa takut. Aku sama sekali tak punya pikiran nanti diculik. Aku, kan, pemberani! Aku terus berjalan sambil menikmati pemandangan alam yang indah. Sesekali, aku duduk mendengarkan suara kicauan burung dan gemerisik air di sungai sambil menggambar. Setelah puas berjalan-jalan, menikmati alam, dan menggambar, tanpa terasa hari sudah mulai sore.
Sudah waktunya pulang. Kalau pulang terlalu sore, nanti ibu dan ayah bisa curiga. Aku pun segera berjalan pulang. Sesampainya di rumah, aku bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa di sekolah. Syukurlah, ibu, ayah, dan Kak Irene tidak curiga.
Malam itu menjelang tidur, kira-kira pukul 21.00.
“Kak Irene, tadi Bu Selena menyuruhku ke luar kelas. Oh, Kak, tolong buatkan aku surat izin sakit, ya. Besok, aku malas sekolah,” kataku santai sambil mempersiapkan tempat tidur. Aku tidur sekamar dengan Kak Irene.
“Apa? Kamu dikeluarkan dari kelas? Lalu, ke mana saja kamu tadi? Aku tidak melihatmu di rumah seharian ini?” tanya Kak Irene terkejut.