KKPK The Woky Land

Mizan Publishing
Chapter #3

Perang di Balik Hutan Pinus

Pagi itu, udara dingin menusuk tulang. Suara detak jam menghiasi suasana subuh. Gelap! Hanya bintang bertaburan. Menemani bulan yang kesepian. Tanah meneriakiku untuk bangun. Berbeda dengan angin, mereka malah mengusap kepala orang-orang yang tertidur nyenyak. Sehingga, membuat mereka enggan untuk bangun. Tapi, kita tak bisa menyalahkan angin. Karena jika kita tidur tanpa angin, kita akan mati. Kok, bisa begitu? Orang-orang akan mati karena kehabisan oksigen.

Doni, Feri, dan Dion masih terlelap di kasur empuk mereka masing-masing. Angin berhasil membuat mereka enggan untuk bangun. Mereka masih terlelap dan terhanyut dalam negeri mimpi.

Hehehe ....

 Ah, sudah jam lima, gumamku dalam hati.

Aku langsung melirik jam dinding sejenak. Biasanya, jika sudah jam lima pagi, ada burung "kukuk" keluar sambil bersuara dengan ribut.

Tapi, kok, sekarang enggak, ya? Eh, ngapain juga dipikirin, burung kukuk dan aku, kan, punya hidup sendiri-sendiri, pikirku.

Aku segera melangkah menuju kamar mandi. Inilah kebiasaanku yang membuat mereka menjulukiku Ustaz. Aku pun segera berwudhu dan shalat Subuh.

Aku sekarang berada di Panti Asuhan Fatimah. Bersama ketiga kawanku, aku tinggal di sini. Wajar, kami adalah anak yatim piatu. Oh, iya, aku sampai lupa! Kalian belum tahu namaku, kan? Kenalkan, namaku Luthfi. Namamu siapa? Ih, eror, deh, aku! Nama kalian pasti macam-macam, dong! Hehehe ...

Rencananya, aku dan ketiga kawanku akan bermain perang-perangan di balik hutan pinus hari ini. Kemarin, sih, bilangnya pagi-pagi. Biar kayak perang asli, gitu, lho! Gelap-gelapan. Eh ... tahunya jam segini masih tidur juga!

 ***

Jarum jam di ruang sarapan bertengger tepat di angka tujuh. Itu berarti jam 07.00. Saatnya, aku dan anak-anak lainnya sarapan, nih. Tapi, masih kurang lengkap. Ada tiga orang yang belum hadir.

"Woi! Bangun! Udah jam tujuh!" teriakku dari ruang sarapan.

Semua anak sudah berkumpul di meja makan, kecuali Doni, Fira, dan Dion. Semua anak terpaksa menahan rasa lapar untuk menunggu mereka. Beberapa lama kemudian, muncul tiga sosok Kesatria Piyama. Penampilannya sangat keren! Mereka memakai piyama yang sudah kusut. Rambutnya tampak masih awut-awutan. Ditambah lagi, iler bersarang di mata mereka. Iiih, jorok!

"Udah, kalian mandi dulu saja! Nanti disisain, kok!" seru Bu Fatimah, penjaga panti asuhan ini.

 Dari matanya, Bu Fatimah memperlihatkan perasaan jijik bercampur kecewa. Anak-anak pun mulai menyantap hidangan yang tersedia di hadapan mereka. Piring-piring mereka penuh dengan nasi, ayam, dan kangkung. Sekarang, mangkuk kangkung tinggal tersisa seperempatnya lagi. Ayam hanya tersisa tiga potong. Sementara, nasinya tinggal setengah bakul lagi.

"Aaah, segar!" ujar Doni, Feri, dan Dion seusai mandi.

Ketiganya segera menghampiri meja makan yang masih kotor dengan piring-piring yang belum dicuci.

"Sebagai hukuman telat bangun, kalian harus membereskan meja makan. Kalian juga harus mencuci piring-piring yang masih di sana," ucap Bu Fatimah.

Lihat selengkapnya