KLANDESTIN: DUA SISI

Lirin Kartini
Chapter #6

BAB. 6 - SANG PEMBURU

Pemburu itu selalu mencari mangsa. Malam hari adalah saat yang tepat baginya untuk berburu. Tidak ada target yang spesifik, selain semua buruan itu adalah lawan jenisnya. Terkadang dia memilihnya berdasarkan selera. Atau secara acak. Atau mungkin berdasarkan insting. Sesuka hatinya saja.

Berdasarkan pengamatan dan pengalamannya berburu, dia tidak perlu menggunakan senjata tajam atau perangkap yang disembunyikan dan disamarkan. Dirinya sendiri adalah perangkap yang tepat. Tanpa perlu bersusah payah, mangsa itu akan mendekat dan mengerubunginya bagai lalat di tempat sampah.

Dia sangat berhati-hati dan tidak meninggalkan jejak sedikit pun, apalagi melukai targetnya. Dia memiliki tujuannya sendiri untuk itu. Membayangkan masterpiece-nya yang sebentar lagi akan rampung, dia sangat bergairah dan bersemangat, seolah seluruh hidupnya bergantung pada hal ini.

Tengah malam ini, dia kembali ke rumah dengan membawa hasil buruannya. Peluh yang menetes tidak menghilangkan seringai di wajahnya. Dia sangat puas dengan hasil buruannya kali ini.

Wanita ramping nan cantik itu dia letakkan di sofa. Sejenak diamatinya wajah yang tertidur pulas seperti bayi. Sesekali bibir merah ranum itu menyunggingkan senyum seolah sedang bermimpi indah.

Dia mendapatkannya di bar setelah berputar-putar mengamati dan mencari mangsa. Tidak alasan khusus mengapa dia ke sana. Dia hanya mengikuti naluri. Kebetulan atau tidak, di sanalah dia bertemu dengannya.

Wanita cantik bermata sendu dengan bulu mata lentik itu terlihat sedih. Beberapa gelas kosong yang ada di depannya dan satu gelas di tangan, menandakan dia sudah cukup banyak minum. Dia mulai meracau dengan bibir cemberut dan mata yang tidak fokus. Dia juga memaki-maki bartender yang hanya tersenyum saja, lalu menangis. Gelas di tangannya teracung ke sana ke mari hingga isinya tumpah sedikit. Lalu, dengan sekali teguk, isi gelas itu tandas.

“Lagi!” serunya sambil meletakkan gelas dengan keras di meja. “Berikan aku semuanyaaa …!”

Dengan senang hati sang bartender mengisi gelas kosong itu dan si wanita langsung menghabiskannya.

“Anda sedang patah hati, Nona?” tanya si bartender. Dia memang cukup sering mendapati wanita atau pria yang bertingkah konyol di barnya. Ada yang datang karena masalah pekerjaan, tetapi lebih banyak yang mengalami masalah percintaan.

Wanita itu mendelik. Dia lalu memutar matanya dengan malas dan mengibaskan jari lentik berkuku merah menyala. Dia menepuk dadanya dan berkata sinis, “Aku? Patah hati? Hah! Mana mungkin?! Kau menghinaku?”

Bartender itu tersenyum melihat si wanita menunjuk-nunjuk dirinya. “Tentu tidak, Nona. Tidak ada pria yang berani menolak wanita secantik anda. Kalau ada, dia adalah manusia paling bodoh yang pernah saya tahu.”

“Nah!” Suara wanita itu meninggi. Matanya membulat dengan terpaksa lalu merapat kembali. “Kau saja tahu! Bajingan sialan itu saja yang buta! Aku ini adalah wanita mandiri. Aku hidup sendiri dengan uang hasil kerja kerasku. Tidak seperti gadis manja itu yang selalu meminta uang atau barang-barang mewah. Kau pikir itu adil, hah?!”

Sekali lagi bartender itu hanya menyajikan senyum pengertian. “Untuk wanita cantik, mandiri, dan pekerja keras seperti anda, bagaimana kalau saya buatkan minuman khusus untuk anda? Free.”

Lihat selengkapnya