KLANDESTIN: DUA SISI

Lirin Kartini
Chapter #8

BAB. 8 - FIRASAT

Seperti biasa, Geena turun dari bus dan disambut oleh Vivian dengan senyum cerah. Mereka lalu berjalan berdampingan menuju gerbang sekolah. Sepanjang perjalanan, Vivian menceritakan usahanya mencari informasi tentang olimpiade sains yang akan diikuti Geena. Dia memang yang paling semangat tentang kompetisi itu dibandingkan Geena sendiri.

“Jadi, aku kemarin udah tanya anak-anak lain. Terus aku dapat info kalau ….” Vivian menghentikan ucapannya kala menyadari Geena tidak mendengarkannya. Pandangan sahabatnya itu tertuju pada kepalanya. Mendadak dia tersenyum. “Geen,” katanya.

Geena tampak terkejut dan mengejapkan mata. “Eh … ya …?”

“Lucu, ya, bando yang kupakai ini?” Vivian meraba hiasan kepalanya yang berbentuk tanduk unicorn. “Baru nemu ini tadi, makanya kupakai. Masih cocok nggak sih sama aku yang udah delapan belas tahun?”

Geena bingung harus menjawab apa dan hanya bisa mengucapan, “Ehm …” sambil entah menggeleng atau mengangguk.

Senyum di wajah Vivian tampak berbeda. “Nggak cocok pun tetep kupakai kok, karena benda ini berharga,” ujarnya pelan.

Geena terdiam, merasa bersalah karena pemikirannya sendiri.

“Ini kado yang nggak sempat diberikan oleh almarhum mamaku.” Vivian memasang wajah datar yang tak pernah dia tunjukkan.

Diamnya Geena menandakan dia sangat terkejut. Sama sekali tak pernah tebersit di benaknya, ada kisah sedih di balik wajah ceria dan periang sahabat baiknya itu.

“Maaf, Vi … aku nggak tahu kalau …,” ujar Geena merasa bersalah.

Vivian mengulas senyum dan menggeleng. “Nggak apa-apa. Udah lama juga kok. Yuk, ah, ntar telat,” katanya sambil berjalan menuju gerbang sekolah.

Geena mengikutinya dengan perasaan tak enak karena hal sepenting itu dia malah tidak tahu. Namun, sepertinya Vivian tidak mempermasalahkannya dan kembali membahas masalah olimpiade.

“Jadi, infonya, kakak kelas kita punya kumpulan materi olimpiade sebelumnya. Kamu bisa pinjam dan pakai untuk dipelajari.”

“Wah, iya kah?” Mata Geena berbinar. Kumpulan materi dari tahun-tahun sebelumnya akan sangat membantu persiapan timnya. Apalagi tim tahun lalu berhasil memperoleh juara utama, setelah tahun-tahun sebelumnya hanya menjadi runner-up. Namun, beban timnya tahun ini akan cukup berat karena harus mempertahankan gelar itu.

“Kalau nggak salah, Nathan yang pegang arsipnya. Kamu pinjam aja sama dia. Kamu tahu dia, ‘kan?” Vivian menoleh pada Geena yang ternyata tidak ada lagi di sampingnya. Sahabatnya itu malah berada beberapa langkah di belakang, padahal tinggal sedikit lagi memasuki gerbang. “Geen?”

Tepukan pelan di bahunya membuat Geena memalingkan wajah dari apa yang dilihatnya. “Eh, apa?” tanyanya bingung.

Hela napas panjang Vivian menunjukkan keheranannya pada tingkah sang sahabat. “Kenapa? Kamu lihatin siapa?” Kepalanya ikut celingukan di arah yang dilihat Geena.

Lihat selengkapnya