KLANDESTIN: DUA SISI

Lirin Kartini
Chapter #10

BAB. 10 - KENANGAN

Jalanan masih lengang saat sedan hitam itu melaju meninggalkan kawasan perumahan elite di Barat kota. Jarak yang ditempuh untuk mencapai tujuan cukup jauh, tapi Reagan tidak mempermasalahkannya. Justru dia sangat bersemangat.

Bangunan modern yang terdiri dari dua lantai dan beberapa gedung lain yang terpisah itu, berdiri megah di area jalan yang cukup strategis. Reagan mengamatinya dari dalam mobil ditemani kopi hangat di cangkir kertas. Dia membelinya dalam perjalanan, di sebuah kedai kopi yang buka 24 jam.

Patut diakui, perkembangan zaman telah mengubah hampir semua bentuk dan bagian sekolah nasional plus ini. Tentu saja status nasional plus ini baru ada di beberapa tahun terakhir. Pada masanya, sekolah ini adalah sekolah swasta paling keren. Murid-muridnya terkenal pintar dan sebagian besar lulusannya berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri ternama melalui jalur prestasi. Tak heran, pada masa penerimaan murid baru, sekolah ini selalu menjadi incaran.

Reagan salah satunya. Berhasil masuk dengan koneksi orang dalam, meski dia sendiri enggan melanjutkan pendidikan di kota ini. Namun, setelah bertemu dengan sosok yang tak pernah hilang dari ingatannya, dia bersyukur menerima paksaan orang tuanya.

Seorang gadis telah menarik perhatiannya. Seluruh penampilan fisiknya sempurna tanpa cela. Sangat cocok dengan dirinya yang menyukai hal-hal indah dan sempurna.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Gayung bersambut. Gadis berambut gelombang hitam berkilau itu bersedia menjadi temannya. Ya, teman. Sebatas teman saja. Tak lebih dari itu.

“Maaf, aku belum boleh pacaran. Orang tuaku melarang keras. Mereka nggak mau pelajaranku terganggu.” Begitu kata sang gadis ketika dia mengajaknya berkencan.

“Kau itu pintar dan cerdas. Kau pasti bisa mengaturnya.” Reagan masih berusaha membujuknya.

Sekali lagi, gadis itu hanya menggelengkan kepala.

“Kau nggak menyukaiku?” Pertanyaan tanpa basa-basi dari Reagan membuat pipi sang gadis merona. “Kau jelas menyukaiku.”

Si gadis mengalihkan pandang dari paras rupawan di depannya. Ini adalah pernyataan cinta pertama yang dia dapatkan. Dadanya sangat berdebar-debar mengetahui pemuda gagah yang telah mencuri hatinya, ternyata memiliki rasa yang sama.

“Maaf, aku benar-benar nggak bisa. Aku nggak mungkin bisa melakukannya tanpa izin orang tuaku. Kita berteman saja seperti biasa.” Gadis itu menolak untuk terakhir kalinya.

Reagan memandang wajah penuh penyesalan itu di depannya. Kemudian, dia mengangguk. “Oke. Kita berteman saja. Teman dekat? Sangat dekat?”

Ragu-ragu, gadis cantik itu mengangguk. Jabat tangan di antara keduanya menandakan dimulainya sebuah hubungan aneh, yang kemudian dikenal dengan Hubungan Tanpa Status atau Teman Tapi Mesra.

Sekian lama dalam hubungan tidak jelas itu, Reagan kembali bertanya untuk memastikan. “Kau sungguh-sungguh nggak ingin lebih dari ini?”

Lihat selengkapnya