“Selamat, ya, Say! Dalam hitungan hari, kamu akan jadi istri seseorang!”
“Congrats, Dear! I’m happy with you!”
“Thank’s, Gals! Aku juga senang bisa bersama kalian malam ini sebelum mengakhiri masa lajangku!”
Percakapan itu kembali terngiang. Sepanjang hari ini tadi memang penuh dengan kebahagiaan. Salah satu sahabatnya akan menikah dalam waktu dekat. Diadakan di pulau tropis yang banyak jadi incaran turis manca negara, sebuah pernikahan mewah akan digelar.
Segala sesuatunya telah disiapkan dengan baik oleh sang mempelai. Termasuk acara bridal shower ala-ala ini yang isinya hanya makan-makan di restoran mewah, jalan-jalan ke berbagai tempat wisata, berbelanja, dan acara bersenang-senang lainnya. Bahkan seribu undangan pun telah disebar ke seluruh kerabat, kolega, dan teman-teman di berbagai kota hingga ke luar negeri.
Sahabatnya yang satu ini memang beruntung dipersunting putra tunggal pengusaha kaya. Dirinya dan seorang sahabat lagi akan menjadi pengiring pengantin di acara itu. Mereka bertiga sudah bersahabat dekat sejak lama. Dia pun bahagia melihat sahabatnya akan menikah beberapa hari lagi, dan satunya lagi akan melangsungkan pernikahan di luar negeri bulan depan.
Di balik wajah ceria dan tawanya yang lantang saat digoda teman-temannya tadi siang, ada kesedihan yang dia simpan dalam hati. Ada perasaan iri dan cemburu saat Nela dan Grace bebas memamerkan pasangan masing-masing, sementara dirinya tidak bisa.
Selama ini dirinya memang tidak pernah mengenalkan sang kekasih pada sahabat-sahabatnya. Bukan tidak mau, tapi tidak bisa dan ini adalah konsekuensi dari keputusannya dahulu. Selama ini pula dia menjalani hubungan asmaranya dengan seorang pria tampan tanpa beban dan menikmatinya. Tidak ada masalah dengan hubungan yang semacam itu. Namun, percakapan demi percakapan mereka tadi siang mulai mengusiknya.
“Wah, Rumi! Kamu seksi banget kalau pakai gaun itu!” puji Nela si bride-to-be saat mereka berada di butik pakaian.
“Bentar, Rum. Aku foto dulu. Nanti kamu kirim ke pacarmu itu. Bisa-bisa dia langsung nyuruh kamu balik.” Grace tertawa sambil memotret Rumi dari berbagai sudut dengan kamera ponselnya.
Rumi yang sedang mengenakan gaun ketat dengan belahan dada rendah pilihan Nela tampak tersipu di depan cermin. Tubuhnya yang ramping memang sangat sempurna untuk gaun itu dan memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah.
"Nggak usah nyuruh balik, jangan-jangan dia langsung ngelamar, Rum! Cowok mana pun pasti akan tergoda melihatmu, kecuali kalau ada yang aneh.” Nela tergelak sambil membentuk dua buah tanda kutip dengan jarinya.
Rumi bengong. “Aneh apanya?”
Grace menepuk punggung Rumi. “Jangan pura-pura polos kamu, Rum. Jangan bilang kalau kamu belum pernah? Nggak mungkin lah! Ya, ‘kan, Nel?” Si gadis berwajah oriental itu mengedipkan mata pada Nela.
“Udah, Grace, jangan godain Rumi terus. Tuh, mukanya udah merah kayak udang rebus saus tomat pakai cabe merah sekilo!” Nela berusaha menahan tawa tapi masih menyisakan kikik geli melihat keluguan sahabatnya.