Sabtu pagi, Bu Hesti sudah siap pergi ke butik, sedangkan Moza harus membantu neneknya membersihkan rumah.
"Ibu ke butik sekarang ya, Za, kamu jangan lupa sarapan Nak, ibu udah masak," kata sang Ibu berpamitan.
"Iya, Bu. Ibu hati-hati ya!" sahut Moza sembari mencuci perabotan dapur.
"Moza, sarapan dulu gih sana, ini biar nenek yang lanjutin," ucap nenek menghampiri Moza di dapur.
"Ngga usah, Nek, ini bentar lagi kelar kok, nenek juga belum makan, kita makan sama-sama ya, Nek."
Wanita tua itu tersenyum seraya mengusap bahu cucunya dan menyiapkan makanan di meja makan.
Di sela-sela waktu makan, Moza berbicara pada sang Nenek, "Nek, ajarin Moza ngejahit dong, Moza pengen bisa jahit kayak nenek."
"Buat apa, Moza? itu ngga perlu, kamu hanya perlu fokus bersekolah, nenek ngga mau waktu kamu jadi terganggu, kasian kamunya juga capek," jawab nenek Moza.
"Biar Moza bisa bantuin nenek bikin baju, jadi kita bisa gantian, Nek, nenek jadi bisa istirahat," ujar Moza.
"Kamu udah banyak membantu keluarga kita, Sayang. Itu udah lebih dari cukup, kamu harus bisa temukan karir lain untuk masa depanmu, Za, nenek yakin kamu bisa merubah masa depanmu yang lebih baik," mengusap tangan Moza di atas meja.
Moza hanya terdiam dan tersenyum tipis, menutupi pikirannya yang sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Seolah dia memiliki tugas yang tidak mudah, dia sedang meyakinkan diri bahwa ia pasti bisa mengangkat derajat keluarganya.
***
Di kamarnya, Moza sedang belajar untuk persiapan ujian kelulusan yang jatuh pada hari senin, dan itu artinya lusa dia sudah bergelut dengan soal-soal ujian yang akan menentukan layak tidaknya dia masuk ke Universitas Bhakti Hutama. Ya, universitas tersebut memang dikenal elit lantaran dihuni oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang berprestasi. Dan Moza ingin sekali menjadi salah satunya.
Hari senin di sekolah.
"Moza!" sapa Vira menyusul temannya yang sedang berjalan menuju kelas itu.
Moza menoleh, "Hai, Vir! kamu udah siap 'bertempur' di hari pertama ini?"
"Yaa, siap ngga siap sih, sumpah deg-degan banget nih, mana kita beda kelas, kalau ada kamu kan aku bisa nyontek jawaban kamu, Za."
"Hmmm, mana bisa nyontek, denger-denger pengawasnya kan dari sekolah lain, pasti mereka super killer. Tapi gimana pun kita harus tetap percaya diri, pokoknya kamu, aku, Rani, Samuel, kita akan lulus sama-sama, percaya deh," jawab Moza mencoba menyemangati sahabatnya itu.
"Aamiin. Ya udah, Za, aku masuk kelasku dulu ya, daaahh!"