Klik "yes"

Sarniati witana
Chapter #5

Berawal dari koran

Ujian kelulusan yang berlangsung selama tiga hari telah selesai. Murid-murid kelas tiga diliburkan sejenak sambil menunggu pengumuman hasil ujian. Waktu luang tersebut Moza gunakan untuk membantu Ibunya menjaga butik. Hari itu gadis itu menjaga butik seorang diri, dia meminta agar sang Ibu istirahat saja di rumah.

"Koran, koran! Kak, korannya, Kak?" seru bocah laki-laki di depan pintu kaca butik.

Moza merasa iba melihat anak sekecil itu harus berjualan koran. Dia keluar mendekati bocah itu.

"Kamu ngga sekolah, Dek?" tanya Moza.

"Lagi libur, Kak. Kakak mau beli koran ngga?"

"Boleh deh, satu. Emang kamu diijinin sama orang tua buat berjualan koran?" tanya Moza sambil mengambil uang pecahan dua puluh ribuan dari kantongnya.

"Boleh, Kak. Ini buat nambah uang jajanku aja Kak, kan lumayan, mumpung lagi libur sekolah, ini Kak korannya."

"Ini ambil aja kembaliannya, hati-hati kamu ya, inget ya utamakan sekolah dan belajar yang rajin!"

"Wah, makasih Kak. Siap Kak!" ucap bocah itu seraya senyum semringah dan berlalu pergi.

Moza duduk dan membuka isi koran itu, sebenarnya dia tidak membutuhkan koran itu, hanya karena kasihan saja melihat anak kecil tadi.

Sebuah artikel membahas seorang Mark zuckerberg, sang Pencipta aplikasi facebook.

"Apaan sih nih koran, ngga update banget, berita ginian sih semua juga udah tahu," gerutu Moza seraya meletakkan koran tersebut di atas meja.

Dia melipat kedua lengannya di depan dada dan memandangi koleksi pakaian yang tertata rapi dalam butiknya.

"Sepi banget nih butik, omzet ngga menentu walau dijagain seharian. Beda banget dengan nasib Mark Zuckerberg, dia cuma rebahan di rumah, cuan berdatangan dengan sendirinya," gumam Moza.

"Apa aku bikin aplikasi aja ya, tapi aplikasi apaan, ayo jangan berkhayal yang tidak-tidak, Moza, itu bukan perkara gampang!" sambungnya, dia mengoceh sendirian.

"Ngga, ngga ada yang ngga mungkin di dunia ini, semua manusia dianugerahi otak untuk berpikir, aku juga pasti bisa, kalau bukan sekarang kapan lagi, ayo bergerak Moza, come on!" Gadis pekerja keras itu tampak memutar otak dan tak mau menyerah.

Dia mulai mempelajari cara membuat aplikasi secara otodidak. Butik masih tampak sepi belum satu pun pelanggan yang datang. Dia tak mau menyia-nyiakan waktu hanya dengan berdiam diri.

"Kira-kira aplikasi apa yang sedang hits ya? yang bakalan banyak peminatnya, kalau game itu terlalu biasa, kuis juga udah banyak. Hmm ... apa ya?" ujar Moza.

"Ahaaa! Aplikasi pencari pasangan! Yap, ide bagus, cocok sama aku yang jomblo ini kan," ucapnya sambil menegapkan posisi duduknya, wajahnya tampak ceria seolah menemukan emas berlian.

"Yes! Pokoknya aplikasi ini harus jadi, siapa tahu bisa merubah nasib, semangat Moza, jangan menyerah, kamu bisa!" ucapnya mencoba menyemangati dirinya sendiri.

"Halo! Selamat siang! Apa benar ini 'butik Moza'?" sapa seorang wanita paruh baya sambil membuka pintu butik.

Moza beranjak dari kursi dan menghampiri wanita itu, "Ya, betul, Bu. Saya Moza, ini butik ibuku, ada yang bisa saya bantu?" tanya Moza ramah.

Lihat selengkapnya