Klik "yes"

Sarniati witana
Chapter #12

Home sweet home

"Jadi sebenernya tujuan kamu buat balik ke Indonesia itu buat apa? Benar-benar ingin menjalankan bisnis kita yang ada disana atau menemui Moza?" tanya Pak Prastha, ayah Antoni.

"Dua-duanya, Pah," jawab Anthoni singkat.

"Kamu yakin? Bagaimana kalau ternyata gadis itu ngga mau maafin kesalahanmu? Apa kamu akan tetap ingin berada disana dan fokus mengurus perusahaan?"

"Aku udah siap dengan segala resiko terburuk, Pah. Kalaupun Moza ngga mau maafin Anthoni, Anthoni akan tetap mengurus bisnis kita disana, papa tenang aja," jawab Anthoni meyakinkan.

"Oke, kalau memang begitu, papa pegang kata-katamu. Ingat, jadilah lelaki yang gentleman, kalau memang kamu masih ingin mengejar cinta Moza, lakukan, papa dukung. Tapi papa juga minta sama kamu, tolong jalankan bisnis kita disana dengan baik, dengan penuh rasa tanggung jawab, jangan kecewakan papa," ucap sang Ayah seraya menepuk kedua pundak Anthoni.

Anthoni tersenyum, "makasih, Pah. Anthoni berangkat ke bandara sekarang ya. Mah, doakan Anthoni ya" pamit Anthoni pada kedua orang tuanya.

Mama Anthoni mencium kening pemuda itu, "hati-hati, Nak. Mama papa pasti akan mengunjungimu disana."

***

Anthoni telah tiba di Jakarta. Rumah yang berada di jalan Anyelir 5A itu adalah tempat dia dibesarkan, tiga tahun dia dan keluarganya telah meninggalkan rumah itu, hanya ada Pak Kusno, orang kepercayaan keluarga Anthoni yang dipercaya untuk menjaga rumah itu selama ditinggalkan.

"Mas Anthoni silakan makan dulu, udah saya siapkan. Kamar juga udah saya rapihkan," kata Pak Kusno.

"Akhirnya saya kembali ke rumah ini, Pak. Saya merindukan suasana disini, dan yang paling saya rindukan dari tempat ini adalah kamar saya, jadi sebaiknya saya mandi dulu, rebahan di kamar sebentar, baru deh makan, Pak Kusno temani saya makan ya," jawab Anthoni.

"Siap, Mas! Kalau gitu saya lanjutin menyiram tanaman dulu ya, Mas."

Anthoni mengangguk lalu berjalan ke kamarnya. Direbahkan tubuhnya diatas spring bed, dia menatap langit-langit kamarnya, sejenak memejamkan matanya. Memorinya kembali mengenang saat-saat dia masih sekolah dan kuliah dulu, dan ada bayangan Moza dibenaknya. Anthoni membuka matanya dan beralih memandangi gantungan kunci berbentuk bola basket pemberian Moza, dia genggam erat benda itu.

"Apa yang harus aku lakukan? Apa aku tiba-tiba dateng ke rumahnya lalu minta maaf? Ah, itu konyol. Hubungi nomornya juga ngga bisa, Samuel ngga mau ngasih nomor Moza. Apa aku minta bantuan Samuel, atau Vira? Aaarrgh, kesannya aku ngga mampu melakukannya sendiri!" gumam Anthoni ditengah lamunannya.

Jari jemarinya mengetik sebuah pesan untuk Samuel lewat instagram.

"Bro, bagi nomor kamu sekarang, aku tunggu!"

Dan tak lama, Samuel pun memberikan nomor ponselnya.

Anthoni menelepon Samuel.

"Halo, Sam! Apa kabar?" sapa Anthoni.

"Lho, kamu telepon pakai nomor lokal? Kamu lagi dimana, Bro?" tanya Sam heran.

Lihat selengkapnya