Klik "yes"

Sarniati witana
Chapter #18

Bisakah aku menjadi obat lukamu?

"Halo! Ibu? Ibu dimana kok ngga ada di rumah? Kan Moza udah sering bilang, kalau ibu mau kemana-mana biar Moza yang antar, Moza khawatir kalau ibu nyetir sendiri," ucap Moza menelepon sang Ibu ketika mendapatinya tak ada di rumah.

"Ibu lagi ke supermarket, Sayang. Belanja bulanan, bahan makanan kita udah abis di kulkas. Kamu masih di kantor, Nak, ibu juga ngga mau kesorean. Kamu jangan khawatir gitu dong, Sayang, kamu meragukan kemampuan menyetir ibu??" jawab wanita paruh baya itu.

"Hemmm.. ibu ini, selalu gitu jawabnya, iyaaa deeehh percaya,,ibu emang dulu idola kampus dan jago nyetir mobil dan naik motor, tapi itu kan dulu waktu ibu masih muda. Lain kali pokoknya ibu ijin dulu ke Moza kalau mau pergi yaa?!" Ujar Moza khawatir.

"Iyaaa anak ibu yang bawel... Udah dulu ya, ibu bentar lagi mau pulang nih. Kamu jangan jajan di luar ya, biar nanti ibu masakin aja buat kamu, oke?"

"Baiklah, ibu. Hati-hati nyetirnya jangan ngebut, Moza sabar kok nunggu ibu, daaaahh!" telepon berakhir.

***

"Waduuhh, jangan sekarang please.. jangan mogok, Ya Tuhaan.." Bu Hesti menepuk dahi lantaran mobil yang dikendarainya tiba-tiba mogok di tengah perjalanan pulang.

Wanita itu pun keluar dari mobil dan berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan mobilnya dengan membuka bagasi mesin. Namun nihil, dia tak mengerti apapun tentang mesin. Alhasil dia kebingungan sambil menunggu ada kendaraan yang lewat bermaksud meminta bantuan. Dia tak mau mengabari Moza, takut putrinya malah semakin mengkhawatirkannya.

Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil melintas lalu berhenti tepat di belakang mobil Bu Hesti. Si pemilik mobil itu pun turun dari mobilnya.

"Permisi, apa yang terjadi dengan mobil ibu?" tanya seorang pemuda tersebut.

"Emm.. ini, Nak, mobil saya mo...." Bu Hesti tak melanjutkan kalimatnya setelah menatap wajah pemuda itu yang ternyata pernah dikenalnya.

Pun dengan Anthoni, dia tak kalah terkejut saat mengetahui bahwa yang ditemuinya itu adalah ibu dari gadis yang pernah disakiti tepat di hari pertunangannya tiga tahun silam.

"Ka..kamu?" Bu Hesti tergagap.

"Emm.. ibu? Sa..saya....."

"Anthoni?? Kamu....?" Bu Hesti tak tahu harus bicara apa mengingat lelaki yang di hadapannya saat itu adalah orang yang sudah menghancurkan harapan putri semata wayangnya. Matanya terlihat berkaca-kaca mengingat kejadian itu.

"Ibu, saya minta maaf atas apa yang pernah saya lakukan pada putri ibu, saya mohon maafkan saya, Bu. Saya memang bodoh, saya egois. Saya menyesal atas apa yang udah saya perbuat, saya sangat mencintai Moza, Bu. Maafkan saya...." Anthoni mencium tangan Bu Hesti dan menangis di depan wanita itu, menyesali segala perbuatannya.

Bu Hesti hanya terdiam, dia masih tak menyangka bahwa Anthoni akan kembali dalam kehidupannya.

Wanita itu melepas pelan pegangan tangan Antoni, "kalau kamu mencintainya, kenapa kamu ninggalin dia tepat di hari bahagia kalian? Kamu menghilang tanpa kabar dan alasan, apa kamu tahu seberapa hancur hati seorang ibu saat melihat putrinya diperlakukan demikian oleh laki-laki yang dicintainya, ibu menaruh harapan besar sama kamu, Anthoni. Ibu pikir kamu lelaki yang tepat untuk Moza, bisa menjaga Moza. Tapi ternyata....ibu salah. Kamu keterlaluan!" Amarah dan kesedihan terpancar dari mata wanita itu.

"Saya bisa jelasin alasan kenapa saya pergi, Bu. Saya ngga ada maksud buat ninggalin Moza. Saya hanyalah anak yang berusaha memposisikan diri menjadi anak yang berbakti pada orang tua. Saya pergi untuk karir dan cita-cita saya Bu, saya adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tua saya, sebagai anak tunggal saya harus bisa meneruskan bisnis keluarga di luar negeri. Saya terpaksa ninggalin Moza, Bu, saya ngga ada pilihan lain. Tiga tahun saya hanya bergelut dengan pekerjaan dan karir. Namun saya ngga pernah melupakan Moza sedikitpun, saya sadar saya salah, dan hati saya kosong tanpa Moza. Oleh karena itu sekarang saya kembali ke Jakarta, saya datang untuk Moza. Saya ingin perbaiki kasalahan saya, saya ingin mendapatkan kembali cinta saya, Bu. Saya sangat mencintai putri ibu. Tolong ibu maafkan saya...." Dengan wajah penuh penyesalan Anthoni memohon pada ibu dari gadis yang dicintainya itu.

Lihat selengkapnya