Klik "yes"

Sarniati witana
Chapter #23

Rasa bersalah Moza pada ibunya

KRIIIING...KRIIING...

Suara dering telepon memecah suasana minggu pagi yang masih hening. Moza yang hari itu sedang libur, tidak ada jadwal masuk kantor, pun masih terlelap. Bu Hesti yang sedang menyiram bunga di depan rumah, mengangkat telepon itu.

"Halo, selamat pagi!"

"Halo, selamat pagi! Bisa bicara dengan Bu Moza?" sahut seorang pria di seberang sana.

"Saya ibunya, maaf ini siapa ya?"

"Ooh, maaf ya Bu mengganggu pagi-pagi begini. Begini, Bu, minggu lalu Bu Moza memesan bahan ke saya, dan meminta saya mengabari kalau sudah siap. Nah kebetulan barang pesanan Bu Moza sudah ada nih, Bu. Jika berkenan, silakan Bu Moza datang kemari buat survey. Kalau nunggu besok, mohon maaf sekali, saya ada urusan di luar kota, Bu. Bisa minta tolong sampaikan ke Bu Moza , Bu?" jelas si penelepon.

"Ooh, baik kalau gitu, Pak. Biar saya yang datang kesana ya, Pak. Saya pun udah lama merintis bisnis butik ini bersama putri saya, jadi soal bahan pakaian yang dia mau, saya sudah paham," ujar Bu Hesti.

"Baik kalau gitu, Bu. Saya tunggu kedatangan ibu. Alamatnya ada di jalan pinang 11 blok D ya, Bu. Terima kasih."

Telepon pun berakhir.

Bu Hesti segera bersiap mendatangi tempat itu. Wanita itu tak tega kalau harus membangunkan putrinya yang sedang terlelap tidur dan lelah setelah acara ulang tahunnya semalam. Tak lama berselang, Bu Hesti melajukan mobil pribadinya. Suasana jalan di ibukota saat itu cukup sepi, tak seramai seperti hari kerja. Wanita 48 tahun itu tak mau membuat rekan bisnis putrinya menunggu lama, dia ingin segera sampai di alamat yang dituju. Bu Hesti menambah kecepatan mobil dengan maksud menyalip mobil di depannya, namun naas, sebuah mobil pick up melaju kencang dari arah yang berlawanan. Wanita itu hilang kendali dan sudah tak ada waktu lagi untuk mengurangi kecepatan, begitu pula kendaraan dari lawan arah. Hingga akhirnya tabrakan pun tak terhindarkan.

BRAAAAKKKK...!!!

Mobil sedan abu-abu itu pun terpelanting dan membentur sebuah pohon di tepi jalan lalu terlempar beberapa meter dari lokasi. Suasana berubah menjadi ramai dikerumuni warga beserta beberapa polisi di tempat kejadian. Bu Hesti tak sadarkan diri dan terluka parah di bagian kaki, darah segar pun mengucur dari dahinya. Begitu pun dengan pengendara mobil pick up, dia terluka cukup parah. Hingga akhirnya sebuah mobil ambulance berhasil mengevakuasi keduanya.

***

Moza sudah terbangun dari tidurnya. Ia turun dari kamarnya, lalu pergi ke dapur mencari ibunya. Beberapa kali ia memanggil sang Ibu dan mencarinya di seluruh ruangan dan teras namun tak ada jawaban.

Dia mulai khawatir, tak biasanya sang Ibu pergi tanpa mengabarinya, atau paling tidak mengirim pesan singkat padanya. Dia mendapati mobil ibunya tidak ada di garasi.

Tak lama terdengar bunyi telepon rumah.

KRIIIIING....!

Moza dengan sigap meraih gagang telepon.

"Halo, dengan kediaman rumah Ibu Hesti?" suara tegas dari salah satu anggota polisi.

"Ya benar, saya anaknya. Ini siapa ya?" tanya Moza.

"Saya dari kepolisian, ingin mengabarkan bahwa ibu anda baru saja mengalami kecelakaan, saat ini sedang menjalani perawatan di Rumah sakit Manggala."

DEG..!

Jantung Moza seakan berhenti saat itu juga, bak petir di siang bolong. Gadis itu terbelalak mematung dan tak menghiraukan suara pria di telepon. Hatinya teriris, jiwanya benar-benar terguncang mendengar kabar buruk hari itu. Dia bergegas menuju rumah sakit, Moza yang saat itu masih mengenakan piyama berlari ke kamar mengambil kardigan dan tas. Lalu melajukan mobilnya dengan perasaan tak karuan. Dia hanya ingin segera bertemu dengan ibunya.

***

Seorang dokter baru saja keluar dari ruang dimana ibu Moza menjalani perawatan.

Lihat selengkapnya