Klik "yes"

Sarniati witana
Chapter #24

Dua wanita hebat

"Hai, kemana saja kamu, Za? Kok ngga nungguin ibu?" sapa ibu Moza setelah melihat kedatangan sang anak dan kedua sahabatnya.

"Moza abis dari ruangan dokter, Bu. Gimana keadaan ibu? apa yang ibu rasain sekarang, apanya yang sakit?" tanya Moza seraya mengusap dahi ibunya.

Bu Hesti menanggapi dengan senyuman, "Ibu udah semakin membaik, Nak. Cuma masih lemes aja, terus ini lho kaki ibu kok masih susah digerakin, apa kamu udah nanyain ke dokter, Za?" Bu Hesti menatap putrinya.

Moza tak tega ingin mengatakan yang sebenarnya. Namun tiba-tiba Vira menyentuh bahu Moza dan berkata, "Ngga papa, Za, ibumu berhak tahu yang sebenarnya terjadi."

"Tahu soal apa, Za? Apa yang terjadi sama ibu?" tanya ibu dengan tatapan sedih.

"Bu, nanti setelah Moza kasih tahu, ibu berhak kok marah sama Moza, semua ini salah Moza, Moza yang buat ibu jadi seperti ini," jawab Moza nelangsa.

"Ibu ngga akan marah sama siapapun, Nak. Karena memang ini musibah, ibu ikhlas kok, Za. Apapun jawaban kamu, ibu akan terima." Bu Hesti mengelus pipi Moza.

"Kata dokter, untuk sementara waktu, ibu harus pakai kursi roda, kaki ibu kehilangan fungsi untuk berjalan, tapi ibu jangan khawatir ya, kita akan lakuin terapi buat ibu secara rutin, dan ibu masih bisa sembuh, percayalah, Bu." Menggenggam tangan ibunya.

"Ya Tuhan, ibu pasti akan merepotkanmu, Nak. Kaki ibu lumpuh dan ngga bisa berjalan lagi," Bu Hesti tak bisa menyembunyikan air matanya, dia sangat terpukul walaupun sudah berusaha tegar.

"Ngga, Bu, jangan pernah ngomong gitu, Moza janji akan rawat ibu sampai sembuh, pokoknya ibu harus optimis, ngga boleh sedih, percaya sama Moza Bu, kita akan lewati ini bersama." Moza menghapus cairan bening di pipi sang Ibu.

"Iya, Tante. Aku sama Rani juga akan ikut bantuin Moza buat rawat ibu, jadi ibu ngga usah khawatir, kita berdua akan selalu ada buat Moza, semampu kami. Yang penting, Tante harus tetap semangat, kami semua sayang sama Tante, jangan pernah ngrasa sendirian ya," ucap Vira ikut memegang tangan Bu Hesti.

"Vira bener, Tante. Kita ngga akan biarin Moza sendirian, kita udah seperti keluarga, harus saling menguatkan," imbuh Rani.

"Oooh, Tuhan, terima kasih karena Engkau telah mengirimkan anak-anak baik ini untukku, sini peluk ibu!"

***

Seminggu kemudian.

Moza menemani ibunya yang hari ini akan menjalankan terapi setelah kondisinya sudah pulih. Seorang terapist melakukan tugasnya dengan sabar dan telaten.

Sementara itu, Anthoni yang sejak beberapa hari disibukkan dengan pekerjaannya di kantor, ia berniat berkunjung ke rumah Moza. Sesibuk apapun, dia merasa urusannya dengan gadis itu belum selesai, hatinya belum tenang selama masih berseteru dengan mantan kekasihnya itu. Usahanya untuk membuktikan bahwa cintanya bener-benar tulus, ia takkan menyerah memperbaiki hubungan keduanya.

Sepulang dari kantor Anthoni pergi ke rumah Moza dengan mengendarai mobil kesayangannya. Dan sesampainya di rumah Moza, suasana tampak begitu sepi.

TING...NOOONG..!

Beberapa kali Anthoni menekan bel. Namun tak kunjung ada yang membukakan pintu.

"Apa mungkin Moza masih di butik? Biasanya ada ibunya di rumah," gumam Anthoni. "Coba susul ke butik aja deh," sambung Anthoni.

Anthoni kembali melajukan mobilnya. Dia bergegas menuju kantor pusat Swan Boutique.

KLIIING..!

Suara lonceng pintu butik ketika Anthoni membukanya.

"Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa salah satu karyawan butik.

"Emm.. Moza masih ada di kantor ya, Mba?" tanya Anthoni.

"Maaf, Pak. Sudah seminggu Bu Moza ngga ke kantor, soalnya ibunya sedang sakit," jawab Mitha, karyawan butik.

"Ibu Moza sakit? sakit apa?" tanya Anthoni terlihat panik.

Lihat selengkapnya