Klik "yes"

Sarniati witana
Chapter #27

Moza, Pemilik Hatiku

Keesokan harinya, saat Anthoni sedang sibuk di Kantor, Cindy datang menghampiri Anthoni di ruangannya.

TOK ... TOK ... TOK.

"Ya, masuk!"

"Hai, Anthoni!" Cindy dengan senyum manisnya berjalan menghampiri Anthoni.

"Eh, Cindy? Ada apa?" jawab Anthoni heran.

"Kenapa? kamu kaget ya ngliat aku dateng?" Langsung duduk di depan Anthoni.

"Eemm ... iya, kok ngga ngabarin aku dulu kalau kamu mau kesini?" tanya Anthoni.

Emang harus ya aku bilang dulu? namanya juga surprise, sengaja biar kamu kaget. Abisnya aku kesel sih, kemarin kamu ngga angkat telepon aku. Kamu lagi sibuk apa sih di luar, aku cari di Kantor ngga ada." Cindy mengerucutkan bibirnya pertanda kesal.

"Lho, jadi kemarin kamu ke Kantor? Emangnya ada perlu apa, kok sampai segitunya nyariin aku?"

"Pengen ngajak kamu makan siang aja. Abisnya aku bete di Kantor papa, ngga ada temen yang seru."

Anthoni mengernyitkan kening mendengar jawaban Cindy. Dalam hatinya terheran-heran, kenapa wanita berpendidikan, lulusan luar negeri, bisa bersikap kekanak-kanakan, dan pembahasannya sangat tidak penting. Sangat tidak profesional. Begitulah dalam benak Anthoni.

"Hei, kok malah diem sih kamu. Kamu belum jawab pertanyaanku, kemarin sibuk ngapain di luar kantor?" desak Cindy.

"Ooh, itu. Aku abis dari rumah sakit. Jenguk orang sakit."

"Emang siapa yang sakit? temen kamu? rekan bisnis kamu?" Cindy menopang dagu dengan kedua tangannya di atas meja.

"Ibunya temen aku."

"Oooh. Kalau hari ini kamu ngga sibuk kan, kita makan siang di luar yuk!" ajak Cindy. "Kamu harus mau, kamu berhutang padaku," sambungnya.

"Hutang apa maksudmu?" Anthoni heran.

"Ya hutang makan siang, kemarin kan kamu susah aku hubungi. Jadi, hari ini kamu ngga boleh nolak ya, Anthoni."

"Duuuh, sorry banget nih. Hari ini aku banyak kerjaan, dan jam 1 siang nanti aku juga ada meeting. Maaf banget ya, bukannya aku ngga mau."

"Meeting kan jam 1, masih ada waktu dong buat kita makan siang. Ayolah Anthoni, please ...!" Cindy memohon dengan sikap manjanya.

"Ngga bisa, Cindy. Maaf."

Cindy melipat kedua tangan di depan dada. Dia mulai kesal dengan penolakan Anthoni padanya. Dia beranjak dari kursi.

"Tadinya aku berpikir bahwa seorang Anthoni memang beneran orang yang ramah, welcome kepada siapapun, seperti yang diceritakan papaku. Ternyata, kamu tuh sombong, angkuh, dan jauh dari kata berwibawa. Mungkin aku udah salah menilai kamu!" hardik Cindy.

Anthoni masih tetap pada posisi duduknya, ia mencoba bersikap santai menghadapi tingkah wanita di hadapannya itu.

"Bisa bersikap lebih sopan sedikit, Nona? Ini kantor saya. Tolong jangan bikin keributan." Anthoni menahan kesal.

"Kamu tuh yang udah ngga sopan sama aku. Beraninya kamu nolak aku, Anthoni. Akan ku adukan sama papa gimana sikap kamu sama aku. Sepertinya papaku mengajak bekerja sama dengan orang yang salah dan tak bisa diharapkan sepertimu!" Cindy meninggikan nada bicaranya.

"Silakan saja kamu adukan ke papamu, aku ngga takut. Papamu itu orang yang sangat mumpuni dalam hal bisnis. Dia profesional, mungkin kamu aja yang belum cukup dewasa dalam bersikap. So, kalau kamu datang kesini cuma untuk bikin ribut, sebaiknya kamu pergi. Maaf, ini kantorku, aku berhak melakukan ini," tegas Anthoni.

Cindy semakin naik pitam. "Kamu akan menyesal melakukan ini padaku!" Wanita itu pergi meninggalkan ruangan.

Lihat selengkapnya