Lima sosok mekanik menyebar perlahan, membentuk setengah lingkaran. Mereka bergerak seperti formasi pemburu, berusaha mengepung satu sosok berwarna putih keunguan yang berdiri tegak di tengah. Tak sedikit pun ia bergeser.
Dari sebelah tangannya, mencuat bilah cahaya ungu—padat, tenang, dan berdesing rendah seperti aliran energi terkompresi.
“Tak ada lagi tempat untuk lari. Serahkan barang itu. Setidaknya, aku akan membiarkan kau terkubur dengan layak.”
Salah satu dari mereka berbicara. Posturnya tinggi, dengan kepala bertanduk seperti kerbau baja. Di tangannya, menggenggam senjata berat: sebuah gada bermesin, dengan jet thruster kecil yang berdesis di punggungnya.
“Siapa yang akan terkubur masih belum bisa dipastikan,” jawab sosok putih-ungu itu, suaranya dingin dan datar.
“Kau bisa nilai sendiri dari kawan-kawanmu yang tak berhasil menahan langkahku.”
Nada angkuhnya seakan menegaskan satu hal: meski terjepit, keyakinannya belum retak.
“Tak perlu banyak cakap lagi! Hong Tie, kita habisi dia sekarang!”
Seorang dari mereka berseru tajam.
Sejenak... hening.
Debu logam mengambang di udara. Sensor menyala satu demi satu.
Kelima robot mulai mengaktifkan protokol tempur masing-masing.
Lalu—
BOOM!
Si kepala tanduk—Hong Tie—bergerak lebih dulu.