Kode Cerita Hari Ini

B12
Chapter #2

#1 Ritual Akhir Semester

Menjadi bagian dari mereka selalu mengasikkan. Gue selalu menikmati setiap saat bareng mereka. Contohnya sekarang, kami sedang berkumpul di DayStory, salah satu cabang usaha kafe dari keluarga San. Ini adalah kafe yang menyediakan berbagai menu dessert dan minuman kopi. Gue selalu salut sama konsep yang dibangun di setiap cabang, ayah San kayaknya nggak pernah kehabisan ide. Untuk cabang DayStory ini mengusung warna cokelat, mocca dan oranye, termasuk dengan seragam pegawainya. Furnitur yang digunakan juga dengan warna senada. Yang paling penting adalah tampilan makanan yang ada di etalase, menggugah selera meski itu cuma jadi pajangan dan bakalan dimakan sama karyawannya kalau udah selesai shif.

Ruangan di kafe ini juga nggak terlalu banyak sekat, tersedia ruangan indoor dengan suhu ruangan standar dan outdoor yang tidak begitu dekat dengan jalan raya. Yang paling unik dari kafe ini adalah cerita yang dibagikan setiap pemesanan. Jika kamu datang berkunjung dan memesan menu, kamu akan diberi QR code yang ditempel di struk pembelian. Pindaian dari QR code tersebut akan mengarah pada cerpen yang tersedia untuk hari itu. Ada puluhan cerpen yang tersedia untuk dibaca setiap harinya. Semakin banyak pembelian, akan semakin panjang cerita yang didapat. Menurut gue ini seru, pelanggan nggak perlu bawa novel sendiri, pemilik kafe juga nggak perlu repot-repot beli novel untuk dipinjamkan, sendirian pun ke sini nggak bakal suntuk karena ada bahan bacaan dan camilan.

Cerita hari ini yang gue dapat setelah memesan pink milk dan sepotong brownies adalah tentang cinta bertepuk sebelah tangan. Bagaimana rasanya? Gue nggak pernah suka sama cowok yang sampai gue berharap si cowok jadi kekasih gue. Rasanya gue nggak pernah jadi secret admirer seseorang seperti tokoh si cewek ini. Si cewek terlalu terobsesi sama cowok kelas sebelah sampai mengarang ceritanya sendiri dalam imajinasi. Nyatanya, si cowok bahkan nggak tahu nama dia, nggak kenal sama sekali. Si cewek suka banget cari tahu hal-hal apa aja yang disuka sama cowok itu dan gimana keseharian si cowok. Meski nggak pernah ngerasain, gue cukup terbawa perasaan sampai akhir cerita. Nyesek. Si cewek akhirnya ditolak mentah-mentah karena si cowok malah menganggap cewek itu penguntit.

“Thailand aja,” cetus Don tiba-tiba.

Gue langsung mendongak. “Hah? Thailand? Kenapa Thailand?” Saking asiknya baca cerpen, gue lupa kalau lagi bareng mereka.

“Heh?!” seru Jen yang duduk di sebelah gue, “dari tadi lo kemana aja sih? Badan lo di sini, otak lo di mana-mana,” sungutnya tak sedap.

Gue cuma mendengus, “lagi baca ini. Bagus banget,” kata gue sambil menyodorkan ponsel gue ke arah Jen. “yang bikin siapa sih, San? Ceritanya bagus-bagus.”

San yang duduk di seberang meja menaikkan kedua bahunya, “Banyak. Itu yang nulis kan bisa siapa aja. Tinggal submit di web kafe doang, nanti kalau diposting dapat uang deh.”

“Ngapain lo sodorin ponsel lo ke gue?” tanya Jen dengan dahi berkerut.

“Baca. Seru tahu,” kata gue.

Dia mendorong sodoran tangan gue, “Ogah. Nggak minat gue.”

Gue mendengus, “Padahal bagus tahu.”

“Udah. Jangan berantem lagi. Ini pada setuju kalau ke Thailand semester ini, ‘kan?”

Oh, jadi mereka ngomongin liburan semester ini. Ini udah jadi tradisi bagi kami berenam untuk jalan-jalan setelah UAS. Biar stres dan capeknya setelah ujiannya ilang, digantikan dengan kesenangan. Tapi, baru kali ini ada yang ngusulin untuk keluar negeri.

Gue mendengus, “Nggak ah. Kejauhan.”

“Boleh tuh,” celetuk Jen yang bikin gue pengen getok kepalanya. Yang bener aja!

Gue menyesap pink milk di hadapan gue dengan kesal. Mata gue menatap sengit pada tiga cowok di hadapan gue. Menunggu mereka bersuara.

“Gue setuju sih,” ucap Ken yang bikin gue makin kesal.

Lihat selengkapnya