Dua Mango Chesse Cake ditulis tangan pada latar sticknote warna kuning, yang tertempel pada sebuah papan kolaps styrofoam di dinding. Kepulan asap putih tipis membumbung, sedikit membasahi sticknote —bertuliskan nama sebuah menu— di dekat teflon berisi larutan kental berwarna putih yang mendidih—sedang diaduk dengan solet kayu oleh tangan kanan feminin. Masih diaduk, buih-buih yang muncul permukaan larutan kental itu semakin banyak bermunculan di permukaannya.
Setengah irisan buah mangga diambil dari bejana alumunium warna perak, sepasang tangan maskulin menjadikannya beberapa potongan memanjang yang lebih kecil menggunakan pisau. Lalu menjadikannya puluhan bagian yang lebih kecil seukuran dadu, saling berjatuhan dari telenan ke dalam wadah plastik kering dan trasnparan.
"Vla udah mendidih, Say?" Laki-laki berpostur tinggi kurus dan berambut acak warna kemerahan berpaling kepada perempuan yang mengaduk isi dari sebuah panci kecil. Dilihatnya perempuan itu sedang memperhatikan layar gawainya, sementara tangan kanan mengaduk isi panci tanpa perhatian.
"Say!" panggil laki-laki itu dengan keras.
Isi kepala perempuan itu langsung ambyar karena kaget. "Em?! Iy-iya?"
"Vla," dengan sedikit menajamkan sorot mata dan menunjuk ke arah panci dengan ujung mata pisau.
"Udah, udah mendidih," jawab perempuan berambut sebahu warna cokelat yang diikat satu ke punggung.
Laki-laki itu menghela napas dengan sedikit kesal. "Really?" tampaknya tidak cukup yakin dengan kondisi mendidih yang ia sendiri maksudkan.
"I said. Coba lihat," perempuan itu memastikan, sehingga laki-laki itu mendekat ke sebelah kirinya. Membiarkan laki-laki berjenggot dan berkumis tipis melihat kondisi vla dengan penglihatannya sendiri.
"Manis, dan lembut," akunya laki-laki itu dengan tersenyum tipis, mengesan aroma vla yang mendidih.
"Ha?"
"Selain mendidih, manis dan lembut. Enggak percaya?" Spontan ia mencium pipi kiri perempuannya.
"Ya, kan?" katanya lirih, membuat perempuannya terpaku.
"Oh, ya!" laki-laki itu mendadak mengingat suatu hal. "Maizena! Buruan tuang!"
"Hah?!" Segera isi pikiran perempuan itu beralih.
"Aduk terus sampai dua menit!"
Perempuan itu bergegas mengambil wadah silinder yang transparan dan memiliki besaran dalam satuan mililiter—yang berisi cairan encer warna putih mengisi sekitar seperempat volume wadahnya.
"Okay, wait!" Laki-laki itu enyah sesaat dan kembali lagi ke sebelah kiri perempuannya, membawa segenggam keju kotak dan parutan. Menjatuhkan parutan keju ke dalam vla, sebanyak yang ia pikirkan, tidak sampai menipiskan ketebalan keju lebih dari dua per tiga ukuran asalnya. "Ingat, dua menit! Terus matiin api dan tunggu vla dingin."
"Iya," jawab Amelia sambil mengaduk vla yang warnanya mulai sedikit menguning. "Barusan Sherlin chat, Mango Chesse Cake buat Oma Ima mau yang hangat dikit," katanya itu sambil menunjukkan percakapan yang ia maksud dalam layar gawainya kepada laki-lakinya.
"Okay," setuju si laki-laki. "Siapin gelas! Biar aku yang remahin biskuit gandum cokelat."
Sambil mendiamkan vla yang semakin tipis mengepulkan asap panas, keduanya menyiapkan syarat yang lain.
"Campurin, Sayang," kata si laki-laki. Namun mengetahui perempuannya antusias dengan apa yang ia ikuti pada layar gawainya. Ia bercedak kesal. "Ame—!"