Koev Halev

Cindy Callysta
Chapter #4

t i g a

Latihan dance hari ini berjalan buruk. Aku dimarahi habis - habisan oleh Kak Grace karena performaku hari ini sangatlah buruk.

"Ca, aku udah bilang kan dari kemarin kalau ada masalah tolong diselesaiin? Kalau performa kamu kayak gini terus kakak ga bakal segan - segan ngeluarin kamu. Lomba udah sebentar lagi, tolong fokus. Kalau latihan selanjutnya kamu belum membaik maka terpaksa kakak mengambil keputusan terberat, ngerti?"

Aku hanya mengangguk setelah diberi siraman rohani itu, kemudian berjalan gontai untuk pulang. Teman - temanku yang masih berada di luar mengerubungiku kemudian memelukku, "Icha semangat! Ayo kita pegang sertifikat bareng - bareng."

Hatiku menghangat mendengarnya. Mereka masih memelukku erat, "Kalau ada masalah bisa cerita kok sama salah satu dari kita, jangan sungkan, ya."

"Iya, guys. Thank you for the support. Latihan selanjutnya gua janji bakal lebih bagus."

"Nah, ini baru Icha kita!" Mereka melepas pelukannya satu - persatu kemudian membentuk kepalan di tangan mereka seakan - akan menyemangatiku. "Pulang duluan ya, guys. Mau bimbel."

"Siap! Hati - hati, Ca!"

Aku melambai kepada mereka kemudian berjalan menuju jalan besar. Tempat bimbelku hanya berjarak sekitar 600 meter dari sini. Di tengah perjalanan aku berhenti untuk membeli siomay, lapar. Sembari mengunyah, aku melanjutkan perjalananku.

"Kak, boleh minta makan?"

Aku menoleh, kudapati seorang anak yang sangat kurus dengan pakaian kotor, kurang lebih berumur 5 tahun. Aku berjongkok di depannya, "Kamu belum makan?"

Ia menggeleng kemudian menunjuk ke tumpukan tissue - tissue di sebelahnya, "tidak laku, tidak bisa makan."

Hati kecilku bekerja, dalam hati aku meringis. Seringkali aku menghabiskan banyak uang hanya untuk merchandise artis kesukaanku. Ketika aku bertemu dengan anak ini, aku seperti tersentil. Masih banyak orang yang mencari uang dengan susah payah sementara aku menghabiskannya segampang itu.

"Kamu mau makan apa?"

"Nasi, kak. Aku mau makan nasi, boleh?"

Hatiku semakin terenyuh, "Boleh, kita ke rumah makan disana, ya?" Aku menunjuk sebuah rumah makan padang di ujung jalan yang dibalasnya dengan anggukan riang.

Ia mengambil dagangannya kemudian berjalan di sampingku.

"Mama papa kamu kemana?" Tanyaku memecah hening. Ia tampak berpikir sebentar, "Saya tidak tahu, kak. Saya hanya tinggal dengan seorang kakak laki - laki."

"Terus kakak kamu dimana?"

"Di rumah, kak. Beliau tidak bisa berjalan, kak."

Aku berusaha agar raut wajahku tidak terlihat terkejut, "Oh, jadi kamu yang cari uang?"

Ia mengangguk sambil tersenyum, "Iya, kak."

Ketika kami sampai di rumah makan padang, aku bertanya padanya. "Kamu mau pake lauk apa?"

Ia terlihat melihat - lihat lauk yang terpampang di etalase kemudian menunjuk sepotong ayam pop, "Boleh pake itu, kak?"

Aku mengangguk, "Boleh, dong. Sayurnya mau pakai apa?"

"Pakai daun pepaya, boleh?" Yang tentu saja kuhadiahi dengan anggukan.

"Pak, beli bungkus 2. Pake ayam pop sama sayur kangkung, samain ya."

Ketika si bapak penjual selesai membungkus pesananku, aku memesan dua botol air putih juga.

"Ada lagi?" Aku menggeleng kemudian segera membayar. Selesai membayar Aku memberikan plastik itu kepada anak itu, "Nama kamu siapa?"

"Ardi, kak."

"Aku ada beliin buat kakak kamu juga, nih." Ia tampak bingung kemudian bertanya, "Beneran, kak?"

Aku mengangguk sambil tersenyum untuk meyakininya, "Aku juga mau beli tissue kamu, dong. Satunya berapaan?"

Dengan sedikit bingung, Ia menjawab. "5 ribu, kak."

Aku mengambil dua bungkus kemudian mengeluarkan selembar uang 20 ribu, "Ini uangnya, Di."

Ia menggeleng - geleng, "Aku tidak ada kembalian, Kak." Aku tersenyum, "Ga usah kembalian, semuanya buat kamu aja. Okay?"

Matannya semakin berbinar, "Beneran, kak?"

"Iya dong, masa bohongan." Aku menanggapinya sembari tertawa kecil. Ia memegang kedua tanganku, "Makasih, kak. Semoga kakak bisa selalu diberkati." Hatiku menghangat kemudian aku berlutut di depannya, "Amin, dek. Rumahmu dimana?"

Ia menunjuk ke arah jalan tempat kami bertemu tadi, "Di dekat sana, kak."

"Ya sudah, kamu pulang, gih."

Ia mengangguk, "Sekali lagi makasih ya, kak." Aku tersenyum sembari mengangguk. Ketika Ia sudah berjalan menjauhiku barulah aku pergi ke arah tempat bimbelku. Sepanjang perjalanan aku bersyukur, masih mempunyai orang tua yang lengkap, masih diberi rezeki yang cukup, dan juga diberi kesehatan.

---

Ketika aku selesai bimbel, aku melihat jam di hapeku. Baru menunjukkan pukul 5. Aku buru - buru mengirim pesan kepada Dave.

Isabella.clairine

I'm done.

Aku duduk sambil menunggu balasannya. Tak disangka - sangka, aku sudah mendapat balasannya.

Davebenjamin

Lihat selengkapnya