KOL (Karang Ombak Laut)

Hendrakur
Chapter #11

Bab 11

Dikisahkan kalau Sang Ombak mengundang Sang Karang datang ke pesta perayaan penjualan kidung terbarunya. Penjualan kidung mencapai satu juta kerang. Itulah manusia Indo-Nesia walau sudah bisa dilihat di Jantara tetapi mereka tetap membeli kerang-kerang perekam Kidung, mereka tetap memilih mengikuti gaya nenek moyang mereka dulu.

Pesta itu dijalankan di balairung Bima Sakti, balairung paling top di Jayakarta. Padhes sampai tempat itu saat acara sudah berlangsung 1 jam. Sebenarnya dia sudah sampai dari tadi cuma Padhes menunggu tempat ini ramai. Selama menunggu dia melihat bentuk aneh dari balairung ini. Balairung aneh ini berbeda dengan lima balairung Pandawa yang lain karena Bima Sakti melayang, benar-benar melayang 3 meter dari tanah. Pembangunan dari Balairung ini menggunakan Batu Angkasa yang memang tidak terpengaruh grafitasi. Setidaknya pembuatnya jadi berhemat dengan tidak menggunakan batu pasak.

Akhirnya Padhes masuk ke dalam balairung. Dan dalamnya lebih aneh lagi daripada luarnya, karena Bima Sakti merupakan balairung terbesar yang pernah Padhes masuki. Dengan luasnya yang bisa menampung 20 ribu orang dan dindingnya yang berbentuk limbo tanpa ada sudut di semua sisi menyebabkan semua suara memantul sempurna. Di tengah ruangan ada ruangan kaca kecil yang didalamnya ada satu batu angkasa. Mungkin sisa dari pembangunan dan sebagai pengingat kalau kita berada 3 meter dari tanah. Dan di dindingnya bukan lukisan atau gambar-gambar ke kinian tetapi lebih ke stupa-stupa atau relief penciptaan dunia ini. Padhes tidak tahu mereka mengambil relief ini dari mana cuma relief ini meniru stupa-stupa dari Borobudur dan Alengka.

Lalu Padhes melihat Brinta. Dia memakai gaun emas panjang(dengan tudungnya tentu saja). Rambutnya yang sebahu bergelombang dia biarkan tergerai seperti yang Padhes suka. Dengan make up sederhana sehingga masih memperlihatkan bintik-bintik di wajahnya. Dia melihat Padhes tetapi tidak menyapa. Mungkin dia mau mengomentari baju yang Padhes pakai, kemeja lengan pendek bercorak batik dan di lengannya terdapat kain merah peninggalan orang tuanya yang selalu dia lilitkan di lengan kirinya. Celana semata kaki dan juga sepatu sendal kerajaan yang nampaknya alasnya sudah mulai lepas. Sementara rambutnya masih sama dia potong pendek. Mungkin pikir Padhes seharusnya aku memakai baju yang lebih bagus karena semua tamu dari Brinta memakai baju kekinian. Dan juga dia melihat sekelilingnya yang berpakaian modern dan kekinian. Pada detik itu Padhes berpikir ini sama sekali bukan dunianya.

Sang Ombak kemudian menghampiri Sang Karang dan menyapanya.

"Hai Mas, terima kasih yah sudah datang. Kamu terlihat kamu. haha."

"Maksudnya? ketahuilah dandananku memang seperti ini." tanya Padhes yang mungkin agak tersinggung. Padhes berpikir sebaiknya aku tidak terlalu gampang tersinggung.

"Bercanda Mas, jangan terlalu serius. Kamu pakai yang membuat kamu nyaman. Lagipula kamu pikir dandanan manusia disini nyaman semua. Pakaian jaman sekarang banyak yang tidak nyaman tetapi karena sedang mode di Jantara jadi mereka pakai padahal belum tentu nyaman dan cocok untuk mereka. Sedangkan aku dari dulu memakai gaya seperti ini tidak perlu mode lagi apa, selalu nyaman dan pas buat aku, benar kan?"

Lihat selengkapnya