Padhes sedang makan malam berdua dengan Brinta. Sesekali dia menyuapi Brinta dan mengelap mulutnya dari sisa nasi yang tidak dimakan. Lalu Brinta tiba-tiba berkata "Hari ini Ara lucu loh Mas. Dia sekarang belajar melukis." Lalu Brinta menunjukkan sepucuk kertas kosong tanpa gambar apapun. Padhes sudah sampai di titik air matanya akan keluar.
Lalu dia memegang tangan Brinta. Seseatu hal yang sudah lama tidak Sang Karang lakukan.
"Ombak aku minta maaf kalau aku tidak bisa mengangkat kesedihanmu. Saat kamu terapung di laut aku tidak bisa menjadi angin untuk bisa menggerakkanmu. Saat kamu bergantung di dinding gunung aku tidak bisa menjadi talimu. Saat kamu di tersesat di luar angkasa aku tidak bisa menjadi satelitmu. Yang membimbingmu pulang, yang memberimu kebahagiaan. Tapi setidaknya izinkan aku berusaha menyelamatkan mu, saat kamu terapung di laut aku mungkin tidak bisa menjadi angin, tapi aku bisa menjadi dayung. Saat kamu akan jatuh ke dalam jurang. Aku mungkin tidak bisa menjadi tali, tapi aku bisa menjadi batu yang kau pijak untuk mengangkat kamu naik. Saat kau tersesat di angkasa. Aku mungkin tidak bisa menjadi satelit, tapi aku bisa menjadi bintang yang jauh disana untuk menyinarimu di kegelapan luar angkasa. Izinkan aku menyelamatkanmu dengan aku seadanya"
Sang Ombak hanya terdiam tanpa kata. Pandangannya tetap kosong. Sang Karang terus menyuapinya, dia mengingat lagi awal pertemuan dengan Brinta. "Kamu tahu saat kita pertama kali bertemu. Kamu datang telat dan aku pun sudah marah-marah dengan bayangku. Lalu setengah jam sebelum acara kamu muncul. Dengan tanpa bersalah. Akhirnya yang menemui kamu cuma aku karena yang lain sedang sibuk. Waktu itu kamu akan meminum adis. Dan yang aku pikirkan saat itu betapa sebenarnya dibalik pribadimu yang keras, kamu bersedih di dalam hati. Dan ketika kamu melihat aku menyanyikan kidung dan aku melihat perubahan di wajahmu. Wajah yang sebenarnya, bukanlah yang penuh kepalsuan dengan segala amarah dan kebencian terhadap dunia. Gadis periang dan berhati lembut, itulah kamu sebenarnya"
Itulah yang memberikan ide untuk Padhes. Mungkin dengan kunyanyikan kembali kidung itu maka Brinta akan kembali sadar. Lalu dia kemudian menuju piano yang ada di sudut rumahnya. Dinyanyikan lah kidung Kehilangan dan Suka Cita. Judul Kidung itu diganti oleh Brinta. Tetap maknanya sama. Ada kesedihan dan ada juga kebahagiaan.
Padhes menyanyikannya dengan sempurna. Dia melantunkan sambil bermain piano dengan sangat mentah tetapi indah. Berbeda dengan Sang Ombak, dia menyanyikannya dengan halus tapi juga indah,
Tetapi tiba-tiba Brinta bangun dan memukul tuts piano itu. "Jangan berisik Mas, Ara sedang tidur, kamu mau kalau dia terbangun." Padhes yang sedang bernyanyi tiba-tiba dihentikan naik juga emosinya.
"Brinta, Ara sudah tidak ada. Dia sudah di arsy nya Maha"
"Bohong kamu Mas. Dia masih hidup. Lihat itu, dia lagi tidur." Brinta menunjuk tempat tidur yang kosong.
"Brinta kumohon" sambil dia memeluk pinggang Brinta yang sedang berdiri disamping nya "Biarlah kita menjalani lagi hari kita lagi B. Brinta kumohon sadarlah, kembalilah. Aku tau kamu di dalam sana. Aku tahu kamu berjuang untuk kembali. Aku yakin kamu akan kembali. Saat kamu kembali jika kamu ingin aku pergi, aku akan pergi. Tetapi sebelum kamu kembali, aku akan menunggumu. Jadi kumohon kalau kamu ingin aku pergi, kembalilah B"