Malam dengan udara yang dingin semakin membuat suasana mencekam seisi ruangan itu. Sudut-sudut koridor yang sudah muali gelap satu per satu juga ikut andil dalam mendramatisir keadaan suasana hati Obliti. Ia saat itu sedang bekerja, tiba-tiba ada seseorang yang menghubunginya. Orang itu mengatakan jika ia adalah perwakilan dari pihak kepolisian. Obliti sempat bertanya-tanya pada dirinya sendiri, sedang terjerat kasus apakah dirinya ini. Padahal, Obliti selalu membayar pajak tepat waktu dan selalu berusaha untuk menjadi warga yang baik.
Obliti seorang diri terduduk di kursi tunggu yang terletak di koridor. Ia memasang wajah cemas, jari-jemarinya terlipat tak beraturan, seluruh wajahnya mengeluarkan keringat yang mengalir bak westafel. Dalam tengah kepanikannya muncul langkah kaki samar dengan bunyi yang berasal dari sebuah sepatu hak khas perempuan.
"Ob..."
Obliti tidak menunjukan sikap dingin, ia tidak memperdulikan suara-suara yang ada di sekitatnya, ia tetap fokus pada sebuah kepanikan.
"Ob..."
"..."
Perempuan itu menepuk pundak Obliti. Sontak, Obliti terbangun dari lamunan paniknya.
"Obliti...!!!"
"Lun... Luna..."
"Bagaimana keadaan Nei?"
"... Aku tidak tau, dokter masih memeriksanya..."
Luna adalah rekan kerja Neisius sebelum kedatangan Clade. Ia juga merupakan salah satu orang yang direkrut Neisius secara langsung atas perintah dari Manager, seperti Clade. Saat itu Luna memutuskan untuk berhenti dari kantor tempat Neisius bekerja dengan alasan yang tidak diketahui oleh Neisius. Neisius sempat menanyakan kepada Manager, tetapi ia menolak untuk menjawabnya, Manager hanya mengatakan Luna keluar atas keinginannya sendiri. Saat ini, Luna bekerja di tempat yang sama dengan Obliti, beberapa jam yang lalu, Luna dikabari oleh Obliti untuk datang ke Rumah Sakit, Obliti mengatakan jika Neisius baru saja mengalami kecelakaan.
"Sudah berapa lama Nei berada di dalam Ob?"
"... Entah, aku tidak mampu melihat apa pun setelah polisi menghubungiku..."
"Lalu, bagaimana bisa Nei mengalami kecelakaan? Apa dia sedang mabuk saat itu?"
"... Nei tidak menyukai minuman..."
"Oyaa? Kau yakin, Ob?"
"... Ya, dia tidak menyukai minuman karena hal itu telah merebut ayah kami..."
Luna terdiam dengan alasan enggan meneruskan pembicaraan. Ia takut menambahkan luka terhadap Obliti yang saat ini sedang sangat kacau.
"... Tetapi, beberapa bulan ini Nei selalu pulang terlambat..."
Luna mengkerutkan dahinya, ia merasa tidak percaya terhadap ucapan Obliti. Luna tau betul Neisius, ia bukanlah seseorang yang menyukai keterlambatan.
"... Kenapa? Kau tidak percaya?"
"..."
"Aku adalah adiknya, kami tinggal bersama dalam satu atap..."
"Tapi... Aku rasa Neisius tidak pernah menyukai keterlambatan."
"... Iya, tadinya... Sebelum ia dekat dengan perempuan yang juga sedang terbaring di dalam..."
Luna terkejut mendengar pernyataan Obliti, ia penasaran dengan perempuan yang dimaksud oleh Obliti. Luna beranjak dari duduknya untuk mengintip ke dalam ruangan.
"Siapa perempuan itu?"
"... Entah, aku juga tidak mengenal namanya... Tapi yang ku tau ia adalah partner dari Nei di kantor..."
Luna kembali terkejut, ia pernah menjadi partner dari Neisius tetapi ia tidak mengenali perempuan yang terbaring di dalam. Luna berusaha menjernihkan pikirannya, ia mulai berpikir mungkin saja banyak yang terjadi selepas ia keluar dari kantor tersebut. Pikiran Luna terpecah oleh suara dokter yang keluar dari ruangan.
"Keluarga dari Tuan Neisius?"
Obliti sontak berdiri untuk berdialog dengan dokter.
"Iya... Saya adiknya..."
"Anda, Nyonya... Apakah anda keluarga dari Nyonya Clade?"
Luna mengiyakan pertanyaan dari dokter.
"... Emm... Iya... Iya, saya adalah sepupu Clade..."
Obliti melirik ke arah Luna, raut wajahnya seakan-akan mempertanyakan pernyataan yang dikeluarkan oleh Luna.