KOMA - Hidup dan Mati

Margo Budy Santoso
Chapter #10

Teman atau Lawan

"Greddy..."

"Kau... Ada apa?"

Langkah kaki seseorang sempat membuat Tuan Greddy terkejut. Situasi saat ini begitu rumit, apa yang Tuan Greddy sudah rencanakan tidak berjalan sesuai dengan keinginannya.

"... Aku dengar Nei tidak mati?"

Tuan Greddy hanya mentapa mata lawan bicaranya, ia mengambil sebatang cerutu yang kemudian dinyalakan.

"Jawab aku, bajingan!"

Kedua tangan orang itu menyergap kerah dari Tuan Greddy, ia mencekik lehernya dengan keras. Namun, orang itu didorong dengan mudahnya oleh Tuan Greddy.

"Berhati-hatilah denganku, Sean..."

"Berhati-hati? Apa yang harus aku khawatirkan denganmu, Greddy?"

Tuan Greddy yang mendengar pertanyaan itu tertawa terbahak-bahak. Ia mematikan cerutunya, kemudian menghampiri Sean yang sudah bangkit dari jatuh.

"... Kau lupa siapa aku?"

Mata Sean menatap tajam ke mata Tuan Greddy.

"Apa yang harus aku takutkan dari seseorang yang bersembunyi dibalik nama Ayah-nya?"

"Sean, seharusnya kau tau, aku melakukan ini untuk Ayah-ku..."

"Ayah-mu pun sepertinya akan malu melihat cara yang digunakan anaknya."

Kali ini giliran kedua tangan Tuan Greddy yang menghampiri leher dari Sean. Cengkramannya lebih kuat dari cengkraman Sean sebelumnya.

"... Kau hanya boneka-ku, Sean!"

Tuan Greddy membanting Sean ke lantai dengan begitu keras. Sean yang sedang berusaha berdiri pun masih melemparkan tatapan tajam kepada Tuan Greddy.

"Aku hanya ingin Nei mati! Apakah itu sulit, Greddy?"

"Bukan hanya kau, bajingan. Aku, Ayah-ku, semua lingkaran yang berada di bisnis Ayah-ku menginginkan ia mati, bahkan hingga keturunannya."

"Lalu apa salahnya perkataanku tentang Ayah-mu?"

"..."

"Kau hanya pecundang yang mengerahkan bidak..."

"..."

"... Kau tidak seperti Ayah-mu Greddy! Ia bisa membinasakan musuhnya dengan tangannya sendiri!"

"... DIAM!"

Bola mata Tuan Greddy seakan ingin menjulur keluar. Sean yang berdiri ponggoh dengan menahan sakitnya membalas tatapan itu dengan tajam.

"Aku hanya tidak ingin mati konyol, seperti Ayah-ku."

"Kau pengecu..."

"DIAM!"

"..."

"Kau tidak pernah mengetahui apa pun tentangku atau Ayah-ku, Sean..."

"... Aku mengetahuinya, Greddy."

"... Yang kau inginkan hanya Luna..."

"Omong kosong! Aku tidak menginginkan dia..."

"... Ucapan Tuan Greddy tidak pernah ada yang bertajuk membual, Sean."

"..."

"Nei tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu, tetapi Nei, memiliki hubungan dengan perempuanmu..."

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan Tuan Greddy. Ia menyuruhnya untuk masuk dan sebuah kebetulan bagi Tuan Greddy, mereka adalah pengawalnya, Aspero dan Saeva.

"... Aspero... Saeva... Teman dan boneka-ku yang setia..."

Tuan Greddy tersenyum bahagia sembari sedikit melontarkan kesinisannya kepada Sean. Ia yang melihat itu sedikit ketakutan, ditambah dengan kedatangan Aspero dan Saeva yang terkenal sangat kejam.

"Kami sudah melaksanakan perintah, Tuan..."

"... Bagus, bagus... Kalian sudah membuang tanda pengenalnya?"

"... Sudah."

Sean yang mendengar ucapan itu tercengang, ia memeriksa seluruh kantung pakaiannya dan baru saja menyadari jika ia kehilangan dompetnya. Tuan Greddy ternyata sudah melirik pergerakan Sean, ia hanya tersenyum sinis kepada Sean.

"Tanda pengenal siapa yang kau buang, Greddy?!"

"Sean... Sean... Sean, tenanglah..."

"Bajingan! Katakan padaku, tanda pengenal siapa itu?!"

"Sean Dyce!"

Aspero memotong percakapan itu. Ucapannya membuat Sean tercengang. Ia tidak habis fikir akan dikhianati oleh Greddy.

"Apakah saya harus membereskan orang ini, Tuan?"

".... Tidak perlu, biarkan polisi yang membereskannya."

"Baik Tuan."

"Aspero... Bawa dia keluar..."

Sean dengan cepat diangkut oleh Aspero dan Saeva meninggalkan ruangan tersebut. Di lorong ruangan itu Sean masih saja berteriak dengan keras kepada Greddy.

Lihat selengkapnya