KOMALA

Terajaana
Chapter #6

5.     Membara

5.     Membara

Motor CB100 yang dikendarai Bahri melaju kencang membelah kesunyian jalan yang kiri kanannya berjejer pohon-pohon besar. Membuat perjalanannya terasa sejuk walapun matahari mulai terasa terik membakar bumi.

Di bangku penumpang, Komala duduk miring sambil berpegangan kuat pada bagian ujung bangku. Ingin sekali dia berpegangan pada Bahri, tapi dia terlalu malu untuk melakukan itu.

“Bahri, tolong pelan-pelan. Hawatir kelewatan.” Seru Komala.

Bahri menurunkan laju motornya, “Udah mau sampe, ya?” Tanyanya sambil menengok sekilas kebelakang.

“Itu, aku turun disitu aja.” Kata Komala sambil menunjuk sebuah gerbang di kiri jalan yang terlihat semakin besar dan menjulang tinggi seiring motor Bahri mendekat.

Bahri menepikan motornya tepat didepan gerbang yang sedikit terbuka. Disisi kiri gerbang ada sebuah pos lengkap dengan seorang penjaga sekolah yang langsung berdiri siaga begitu motor Bahri berhenti didepan gerbang.

Hati-hati Komala turun dari motor lalu mengangguk sopan kepada Bapak penjaga sekolah yang langsung tersenyum ramah begitu mengenali siapa yang datang.

“Sekolah Luar Biasa?” Tanya Bahri dengan intonasi heran dan tak percaya. Lagi-lagi Komala membuatnya terpana. Bukan hanya fisiknya yang cantik, pribadi Komala sudah terlihat unik sejak pertama kali Bahri melihatnya.

“Iya, kenapa gitu?” Tanya Komala sambil tersenyum.

Bahri mengangkat kedua alisnya sambil mengulum senyum. “Keren.”

Komala tersipu. Rona merah kembali terbit dikedua pipinya. “Yaudah, saya masuk dulu. Terimakasih, udah nganter.” Kata Komala sambil beranjak mudur beberapa langkah sebelum akhirnya berbalik hendak masuk kedalam gerbang.

“Komala?!” seruan Bahri seketika membuat Komala kembali berbalik dan mematung menatapnya. Bahri turun dari motornya dan berjalan mendekati Komala. “Kamu pulang jam berapa?” Tanya nya.

“Kenapa emang?” Tanya Komala dengan tatapan penuh selidik tapi tidak juga mampu menyembunyikan binar bahagia dimatanya.

“Nanti saya jemput.”

“Gak usah!” seru Komala sambil segera menunduk menyembunyikan rona merah pipinya. Selain karena Bahri, dia merasa sangat malu pada penjaga yang terlihat asik menontoninya dan Bahri. “Saya pergi dulu,” Komala buru-buru pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Bahri yang melongo di depan gerbang sekolah.

Penjaga sekolah tersenyum sambil geleng-geleng, pasti dia teringat tentang dirinya sendiri yang pernah muda.

Bahri mengangguk sopan kepada penjaga sekolah yang masih tersenyum menatapnya. Dia hendak pergi dan kembali ke kantornya. Tapi hatinya terlalu gelisah dan membuncah untuk melepaskan Komala begitu saja. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Bahri memilih menunggu Komala.

Dengan senyum ramah dan gestur sesopan mungkin, Bahri mendekati pos jaga. “Siang, Pak.” Sapanya.

Penjaga sekolah yang berseragam satpam itu terlihat berwibawa dengan perawakannya yang tinggi besar. Wajahnya terlihat tegas dengan rambut beruban tersisir rapih kebelakang. “Pacarnya Bu Mala?” Tanya satpam itu.

Bahri tersenyum malu-malu sambil memperhatikan name tag dengan tulisan Zafar di saku kanan seragamnya. “Belum, Pak. Ini lagi usaha.” Kata Bahri sambil menggaruk tengkuknya. “Saya izin untuk nunggu Komala sampe selesai ngajar, Pak.” Lanjutnya dengan tatapan memohon.

Zafar tersenyum lebar. “Tentu boleh, kau temani aku ngopi sambil main catur. Bisa catur, kau?” kata Zafar sambil mengeluarkan papan catur dari bawah meja pos.

Lihat selengkapnya