KOMALA

Terajaana
Chapter #7

6.     Mengajar calon penghuni surga

6.     Mengajar calon penghuni surga

Motor Bahri memasuki sebuah kawasan perumahan sederhana dan berhenti di sebuah rumah tingkat.

“Ini rumah keluarga kamu atau kost?” Tanya Bahri sambil mematikan mesin motornya.

“Kost.” Dengan hati-hati, Komala turun dari boncengan motor Bahri.

“Boleh mampir, dong?” Bahri tersenyum sambil menatap jahil.

“Gak boleh, lah!” Komala terkekeh. “Ini khusus putri, laki-laki di larang masuk.” Katanya dengan senyum merekah di wajahnya.

Bahri mengangguk mengerti. “Besok berangkat jam berapa?” Lagi-lagi Bahri bertanya, binar matanya begitu memuja menatap wajah Komala.

“Eh?” Komala tersenyum simpul. “Kegigihan kamu bikin aku takut, lho.” Komala kembali terkekeh.

Bahri ikut terkekeh. “Aku gak mau hilang kontak lagi sama kamu.” Kata Bahri dengan tatapan serius. “Bapak kamu gak cerita, ya? Aku pernah kerumah kamu beberapa kali, tapi selalu Bapak kamu yang nemuin dan bilang kalau kamu sibuk belajar.”

Penuturan Bahri membuat Komala terperangah kaget. Matanya membulat sempurna. Berarti selama ini, bukan tanpa alasan kenapa dulu dia terus teringat dengan Bahri.

Komala menatap lekat wajah Bahri, wajah yang sudah banyak berubah dari terakhir dia mengingatnya. Hampir saja Komala tidak mengenalinya. Wajah Bahri terlihat semakin tegas sekaligus mempesona dengan kumis dan janggut tipis yang mempermanis wajahnya.

“Hei! Kok bengong?”

Komala tersenyum sekaligus tersipu malu. Untuk kali pertama dalam hidupnya dia memperhatikan wajah laki-laki seintens dan sedetail ini. “Aku biasa berangkat pukul setengah tujuh,” katanya lalu mengulum bibirnya, matanya bergerak kesembarang arah menghindari beradu tatap dengan Bahri. “Aku masuk dulu, ya.” Komala bergegas berbalik lalu berjalan cepat menuju pintu kecil disisi kiri gerbang rumah tingkat itu. Tanpa memberi kesempatan lagi kepada Bahri untuk berpamitan, Komala masuk meninggalkan Bahri.

Bahri terpaku menatap pintu kecil yang perlahan tertutup. Sepertinya dia belum rela untuk berpisah dengan Komala. Untuk beberapa saat dia tetap diam sambil berharap, Komala akan kembali muncul dari balik pintu itu.

Setelah beberapa menit menunggu dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Komala, Bahri menarik napas, segaris senyum terbit di wajahnya. “Masih ada hari esok.” Katanya pada diri sendiri. Bahri menyalakan mesin motornya, lalu melaju meninggalkan rumah kost Komala dengan hati berbunga.

Di lantai dua, Komala menatap kepergian Bahri dari balik jendela kamarnya sambil memegang dada kirinya yang terasa berdebar. Dia merasakan perasaan yang baru saat bersama Bahri. Perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Selain jantungnya berdebar, ada sensasi menggelitik di perutnya. Terasa mulas tapi anehnya dia menikmati sensasi itu.

***

“Belum berangkat, Mala?” sapa seorang ibu paruh baya yang tengah mendorong gerbang utama rumah kost.

“Nunggu jemputan, Bu.” Jawab Komala sambil tersenyum ramah.

“Wah, tumben ada yang jemput. Pacar kamu?” tanya Ibu itu. Kali ini dia menarik gulungan selang air.

“Bukan, Bu.” Komala terkekeh. “Bu Nadine ini, pacaaarrrr terus yang di tanyain.” Kata Komala sambil memegang kedua pipinya yang tiba-tiba terasa hangat.

Lihat selengkapnya