Orang-orang kebanyakan sebagian besar meyakini bahwa hujan adalah pertanda rezeki bakal datang. Minimal, tidak diiringi terkejut lalu pingsan. Walaupun terkadang, ketika rezeki itu benar-benar datang kepada seseorang dengan sekonyong-konyong dan dalam jumlah yang “wah”, menyebabkan gembira hati yang meluap-luap serta terlalu, dan melantarkan "banjir" di rongga dada. Hati meluapkan berlebihan rasa senang yang tak mampu lagi ditampung olehnya. Akibatnya, kesadaran sempat hilang dari pikiran selama beberapa waktu serta-merta gerak tubuh lepas kendali hingga berujung pada: pingsan pula.
Embusan kisaran angin menggiring awan mendung sesudah membasahi Rumah Hijau dan sekitarnya. Awan mendung yang sudah tak seberapa pekat lagi itu digiring oleh angin hingga tiba di Desa Margalakasana. Maka, basahlah Desa Margalakasana oleh guyuran hujan yang sudah tak lebat lagi.
Rumah bergentingkan tanah liat menaungi Samedi-Popon-Leha dari ramai “tik-tik-tik” rintik air hujan. Di dalam salah satu kamar rumah, hasil dari jasa membordir Samedi berupa beberapa lembar uang pecahan sepuluhan ribu di atas kasur sedang dipandangi oleh Popon. Basah sepasang mata Popon. Kelopak matanya mengerjap-ngerjap, mengumpulkan basah pada bola mata Popon menjadi dua tetes air mata, dan perlahan luruh dari hulu sudut bola matanya.