Komikus Hentai Tobat

Yulinda Kartika Sari
Chapter #4

Chapter 4 - Klien Aneh

Anggie mengambil sebilah belati dan memastikan seluruh tubuhnya terbalut selimut. Lalu ia bergegas ke arah layar interkom dan menekan tombol buka pintu dengan dagunya. “Silahkan masuk,” ucapnya.


Dua pria yang merupakan pelayan hotel masuk ke dalam ruangan dengan mendorong sebuah kereta troli berisi beberapa hidangan makanan. Mereka menyapa Anggie dengan formal, namun wajah wanita cantik itu hanya memandang datar ke arah meja makan. Mereka sudah terbiasa dengan Anggie yang tak bersuara dan berbicara melalui sorot mata.


Mereka dengan tenang menyusun sarapan. Setiap masuk ruangan kamar presidential ini, suasananya begitu mencekam. Apalagi Anggie yang hanya diam di pojokan menatap mereka bekerja.


Walaupun sedikit takut dan sudah terbiasa dengan sikap Anggie yang aneh, mereka senang menuruti permintaan dari penghuni di kamar itu. Pasalnya setiap mereka sudah selesai menyusun makanan, Anggie akan memberikan dua lembar berwarna merah muda pada masing-masing mereka. Selain itu juga, Anggie telah menyusun bekas piring makanan sebelumnya di pojok pintu. Jadi mereka tinggal angkat keluar.


Saat ruangan kembali menjadi hening, Anggie memastikan situasinya benar-benar aman. Lalu melepaskan selimut hotel yang membalut seluruh tubuhnya. Ia bergegas ke meja makan dan menyantap krim sup asparagus dengan sepotong roti. Tak lupa ia menaruh belatinya dekat di sisinya.


Dia mengenakan sebuah gaun cantik berwarna ungu, dengan rok yang mekar.Siapapun yang melihat tahu betul gaun itu dijahit dengan bahan-bahan berkualitas.


Anggie makan dengan anggun sesuai dengan etika meja makan yang baik. Siapapun yang melihat akan tahu, Anggie mendapatkan pendidikan etika dari kecil. Nyatanya, ia mendapatkan itu semua selama berada di Rumah Meimei dulu.


Xiao Mei, ajak Anggie ikut kelas etika mulai besok,” ucap Ibu Ningsih.


“Oke, Mah,” jawab Meimei yang sedang bermain potongan puzzle bersama Anggie.


Seminggu sudah berlalu semenjak proses penguburan tersebut. Kakek Wijaya dan Nenek Laura memutuskan untuk mengadopsi Anggie sebagai anaknya. Sebab ia menilai, anak semata wayangnya—Daniel, telah memiliki tiga anak, dengan dua laki-laki dan perempuan.


Kendati demikian, mereka semua masih tinggal di rumah utama bersama. Pasalnya pekerjaan Ibu Ningsih dan Paman Daniel lebih cepat dijangkau dari sana. Sebuah perumahan yang cukup tertutup di bagian Duren Sawit, Jakarta Timur.


Ibu Ningsih memiliki toko kain dan butik pakaian, semua yang dijual pada butiknya itu ia produksi sendiri juga. Anggie belajar banyak soal pakaian di sini. Dulu ia sering dijadikan Ibu Ningsih sebagai modelnya. Sedangkan, Meimei—kawannya—lebih senang ikut ayahnya, Paman Daniel bekerja di salah satu instansi pemerintah daerah. Sebab, di kantor ayahnya ada ruang perpustakaan dengan banyak buku yang lengkap.


Rumah berlantai tiga dengan banyak ruangan itu milik Kakek Wijaya dan Nenek Laura. Keduanya walau sudah berkepala enam masih bekerja dan mengurus pertenakan ayam, sapi, dan babi. Mereka tak langsung melakukan pekerjaan kotor. Lebih ke arah manajemen dan pengawasan administrasi. Bahkan lebih condong meperkuat relasi dengan koneksi pihak pabrik-pabrik pengolah bahan mentah.


Jadi keduanya tak sering tinggal di rumah. Namun setiap sore semuanya pasti berkumpul. Termasuk dua anak laki-laki Paman Daniel dan Ibu Ningsih.


Anak tertua laki-laki bernama Theo Tjiawijaya, dan si bungsu bernama Kevin—masih dengan marga yang sama. Keduanya aktif dalam kegiatan klub bolabasket. Mereka berlatih setiap hari sebab menargetkan akan lolos seleksi pada turnamen terbuka internasional. Setidaknya masuk semifinal sudah merupakan pencapaian lebih dari cukup.


Kedua anak laki-laki pulang lebih larut dibandingkan anggota keluarga yang lain. Anggie jarang menyapa mereka. Namun semenjak ia diadopsi Kakek Wijaya dan Nenek Laura menjadi anak mereka. Waktu yang dihabiskan Anggie di rumah itu menjadi lebih panjang dan banyak. Ada berbagai kesempatan untuk ia berinteraksi dengan keduanya.


Lihat selengkapnya