Komorebi

Fitri F. Layla
Chapter #16

Kolase 3 (Harumi Yamamura)

Sepanjang hidupnya, Harumi tidak pernah benar-benar terusik terhadap sesuatu. Tapi sejak laki-laki bernama Dika muncul, Harumi sunguh-sungguh terganggu. Terlebih kedekatannya dengan Chika. Selama ia mengenal gadis itu, tidak ada satu pun anak laki-laki yang berhasil berteman dekat dengan Chika. Selain karena kepribadian Chika yang lumayan pemalu, banyak anak laki-laki yang minder dengan kemampuan karate Chika. Sejak perempuan itu lulus tes masuk ke SMU Kiritani dan bergabung di klub karate, Namanya cukup populer. Dalam sekejap ia terpilih menjadi kandidat terkuat mewakili sekolah dalam pertandingan karate se-SMU Jepang. Belum lagi penampilannya yang cantik mendapat perhatian lain dari beberapa anak laki-laki. Tapi kembali lagi, kemampuan karate Chika dan kedekatannya dengan Harumi - lebih tepatnya Harumi yang nyaris selalu mengikuti Chika kemanapun ia berada - secara otomatis menyingkirkan para murid yang bisa jadi menaruh perasaan kepadanya. 

Tapi hal itu tidak berlaku pada Dika. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba Chika menjadi sangat dekat dengan anak pindahan tersebut. Hampir selalu keduanya pulang bersama. Harumi tidak bisa mencegahnya atau melakukan sesuatu karena keduanya memang tinggal bersebelahan. Namun dadanya hampir tidak sanggup menahan rasa cemburu.

Menjelang Festival Tanabata tiba, suasana hati Harumi berangsur membaik. Ia tahu bahwa Chika tidak pernah melewatkan satu pun perayaan tersebut, dan tentu saja, Harumi juga tidak pernah melewatkannya sambil menghabiskan waktu dengan perempuan yang ia sukai itu. Namun berbeda dengan sebelumnya, Chika berniat pergi bersama Sayaka. Harumi tidak ambil pusing dengan hal itu. Selama ini Chika tidak pernah melewatkan waktu bersama teman perempuannya. Mungkin saja kali ini adalah waktu yang tepat untuk membuat kenangan indah ala gadis-gadis. Harumi mengalah dan pergi lebih awal bersama Keita.

“Mau melihat hasilnya?” tanya Dika di tengah kerumunan pengunjung Festival. Harumi berdiri tak jauh dari situ dan betapa terkejutnya mendapati Chika berjalan mendekat dari deretan bambu yang teruntai ribuan tanzaku diatasnya. Pipinya berwarna kemerahan saat berdiri bersisian kala Dika menyodorkan kamera dan menunjukkan hasil jepretannya. Sebuah senyum cerah tergambar dari bibir Chika begitu melihat fotonya. Harumi membatu dan  merasakan kakinya berat untuk melangkah lebih jauh. Ketika Chika mendongak melihat ke sekitar, secara refleks Harumi berbalik dan berjalan menjauh. Ia tidak tahu mengapa kakinya tak juga berhenti. Ia tak tahu mengapa dia begitu berat menyapa Chika yang menatap Dika dengan bola matanya yang indah. Ia tak tahu cara mengendalikan amarahnya karena rasa cemburu. Ia tak tahu, sejak kapan Chika mulai menyukai Dika. 

Belum sempat ia mampu mengendalikan dirinya, sebuah panggilan dari ponsel meyadarkannya. Ia enggan mengangkat ketika nama Chika terpampang di layar ponsel. Namun Harumi tersadar bahwa ia harus terdengar baik-bak saja. Setidaknya perasaannya yang terdengar baik-baik saja. Laki-laki itu tertawa ironis begtu menutup sambungan teleponnya dan menjadkan sakit perut sebagai alasan untuk pergi meninggalkan perayaan. Baginya, tak ada lagi hal yang bisa dirayakan.

*** 

Pagi di hari keberangkatan klub karate menuju Oarai membuat Harumi sibuk mengecek banyak hal. Ponselnya selalu terhubung pada para manajer dan pelatih klub. Begitu tiba di Stasiun Akimori, Harumi bukan anggota klub yang datang pertama kali. Hatinya serasa mencelos begitu melihat Dika tengah duduk di bangku tunggu sambil memainkan ponselnya. Ia berdebar-debar antara menduga keberadaan Chika bersama anak laki-laki itu atau perasaan cemburu yang selama ini ia pendam terhadap Dika. 

Ohayou, Senpai.” sapa Dika yang langsung berdiri. Harumi tersenyum tipis seraya menata ekspresi. Dia tidak bisa serta-merta melampiaskan emosinya. Harumi membalas dengan senyum tipis serupa dan bungkukan kecil. Tidak seperti yang ia kira, Chika tidak datang bersama dengan laki-laki itu. Ia itu justru muncul saat jadwal keberangkatan kereta nyaris tiba dengan rona pucat di wajahnya.

“Senpai, kau ada sedikit masalah dengan Dika-kun, ya?” tanya Chika berbisik di telinga Harumi. Laki-laki itu terhenyak begitu nafas Chika meniup daun telinganya. Jantungnya sudah setengah copot karena tingkah yang Chika lakukan. Belum lagi tatapan polos gadis itu menghujam dalam ke mata Harumi. Sama sekali tidak tampak rasa canggung pada Chika yang menatap Harumi lurus-lurus. Harumi sendiri merutuki dirinya karena nyaris memperlihatkan rasa cemburunya begitu melihat Dika menanyakan sesuatu pada Chika di pinggir peron. Bahkan Chika yang tidak peka sekalipun bisa merasakan hal aneh yang terjadi pada Harumi.

“Jangan sedekat itu, dong.” ucap Harumi mendorong Chika menjauh. Ia berusaha keras agar suaranya tidak bergetar karena gugup. Selagi ia mengatur degupan jantungnya, mata Harumi bertemu dengan mata Dika yang ternyata sedari tadi memperhatikannya. Ekspresi Dika tidak berubah meskipun Harumi memergoki bocah laki-laki itu tengah mengamatinya. Sekali lagi, Dika hanya mengangguk kecil dan memutar tubuhnya setelah beberapa lama saling melempar pandang. Entah apa yang terjadi pada dirnya, Harumi hanya bisa menahan segala kecamuk yang ada di kepalanya. Bahkan, meski ia ragu, secuil amarah yang terbersit karena sikap acuh Dika, ternyata menyinggung ego Harumi. 

*** 

“Kau serius ikut latihan dengan kondisi seperti itu?” sebuah suara membuat Harumi berhenti begitu masuk ke penginapan. Ia sempat berpapasan dengan anak perempuan yang diketahuinya sebagai teman sekamar Chika. Harumi cukup terganggu dengan tawa kecil yang Ichigo coba sembunyikan. 

“Mana bisa. Nanti aku bisa mengantuk.” seru Chika yang harumi dengar kemudian. 

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Harumi dengan nada tegas. “Cepat keluar sebelum kalian kehabisan waktu!” laki-laki itu menatap ke arah Chika dan Dika berada. Chika sendiri langsung berlari keluar penginapan begitu melihat Harumi berpatroli. Namun, berbeda jauh dengan Chika, Dika memilih berjalan dengan santai. 

“Aku menyukai Chika.” ujar Harumi pelan saat Dika berjalan melewatinya. Laki-laki itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke Harumi.

“Kurasa seluruh anggota klub sudah mengetahuinya.” jawab Dika datar.

“Kalau begitu kau tahu bagaimana harus memperlakukannya, bukan? Setidaknya kau mengerti batasan dalam mendekatinya.”

Dika menghela nafas panjang seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana olahraga yang ia pakai. Badannya berputar menghadap Harumi dengan sempurna.

Lihat selengkapnya