Kediaman Yuriko Tanzawa
Kuteguk jus jeruk yang disiapkan Bibi Kurosawa begitu tahu rasa haus yang timbul karena gugup mondar-mandir di depan kediaman Tanzawa sudah mencapai puncaknya. Begitu jus itu mengalir di tenggorokanku, rasa asam manisnya terasa sangat segar. Bahkan aku tak bisa menahan saat wajahku mengerut sembari tersenyum menikmati minuman tersebut.
“Kau suka dengan jus itu ya? Mau kuambilkan lagi?” tanya Bibi Kurosawa ramah.
“Tidak perlu, Bibi. Ini sudah cukup.” sahutku tak enak. “Ngomong-ngomong apakah Nyonya Yuriko Tanzawa sedang pergi ke suatu tempat? Kulihat rumah ini sangat sepi.”
Alih-alih langsung menjawabku, Bibi Kurosawa hanya menggeleng lalu menghela nafas panjang.
“Nyonya Yuriko sedang di rawat di rumah sakit. Kondisinya memang tidak stabil sejak ia masih sangat muda. Namun, setelah Nona Hana menghilang, kondisi kesehatannya semakin memburuk dari waktu ke waktu.” jelas Bibi Kurosawa murung. “Sudah lama sekali aku tidak mengobrol dengan gadis seumuranmu, Chika-chan. Rasanya juga cukup menggembirakan saat seseorang berkunjung dan mengatakan bahwa dirinya adalah teman Nona Hana kami.”
Senyumku meluntur dan kembali gugup. Ada pergulatan batin di otakku antara memilih berbohong atau mengatakan yang sesungguhnya tentang kenekatanku dan pertemananku dengan Dika-kun. Anak dari hubungan sembunyi-sembunyi mantan suami Yuriko Tanzawa.
“Chika-chan?” panggil Bibi Kurosawa ketika melihatku hanya terdiam.
“Sebelumnya saya minta maaf karena telah berbohong pada Bibi. Saya bukan teman dari Hana Tanzawa.” ucapku akhirnya dengan detak jantung yang tiba-tiba bertalu cukup kencang. Bibi Kurosawa mengernyitkan dahi, memandangku bingung.
“Lalu mengapa Chika-chan mengaku teman Nona Hana?”
“Bibi, saya tidak mengenal siapa Hana. Tapi saya berteman dengan kakaknya. Dika-kun. Yudha Mahardika.”
“Yudha Mahardika?!” seru Bibi Kurosawa, “Bagaimana bisa kau tahu tentang hubungannya dengan keluarga Tanzawa?”
Aku agak menciut saat mendengar nada tinggi yang dilontarkan Bibi Kurosawa. Selama beberapa saat kuperhatikan raut Bibi Kurosawa, dan syukurlah tidak ada ekspresi yang menunjukkan bahwa perempuan itu menunjukkan kebencian. Ia hanya terlihat khawatir. Dan agak takut? Entahlah.
“Dika-kun tinggal di sebelah rumah saya sejak pertengahan musim semi lalu. Dan kami berdua bersekolah di tempat yang sama. Dia banyak membantu saya dan keluarga saya. Jadi, untuk membalas kebaikannya saya menawarkan diri untuk membantu Dika-kun.” jelasku perlahan dan berusaha terdengar setenang mungkin, “Saya mendengar apa yang terjadi pada Hana darinya. Saat kutawarkan untuk menemui Nyonya Yuriko, dia langsung menolak dan kami bertengkar. Karena itulah saya datang sendirian kemari.”
“Jadi, Dika-kun ada di Jepang?” tanya Bibi Kurosawa setelah menghela nafas panjang. Aku hanya bisa mengangguk. “Untuk mencari Nona Hana?”
“Benar,” kataku lirih.
“Apakah dia tahu bahwa bisa jadi Nona Hana menghilang bukan karena dia melarikan diri dari rumah?”
Lagi-lagi aku mengangguk, “Dika-kun sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Dia melihat…” tiba-tiba aku ragu. Kalimatku terputus saat nyaris menceritakan koneksi antara dirinya dan Hana yang menghilang begitu saja. Aku tidak yakin kemampuan rahasia Dika-kun serta Hana diketahui Bibi Kurosawa.
“Apakah Dika-kun mengatakan sesuatu tentang hal-hal yang bisa ia lakukan dengan Nona Hana? Menyangkut kekuatan spesialnya?” timpal Bibi Kurosawa setengah berbisik sambil memajukan tubuhnya. Aku tertegun begitu mengetahui wanita itu mengetahui kemampuan istimewa Dika-kun.
“Iya,” jawabku. “Dika-kun tidak mengatakannya dengan detail. Tapi sesuatu yang menghubungkannya dengan Hana telah menghilang.”
“Anak malang. Aku tidak bisa membayangkan betapa sulit hidup yang ia jalani.” kata wanita yang duduk di hadapanku itu. “Apa Chika-chan tahu mengapa Dika-kun menolak untuk datang kemari?”
“Tidak. Saya tidak tahu sama sekali.” ujarku seraya memandang Bibi Kurosawa yang sekali lagi menghela nafas.