Sosok yang menggantung terbalik di langit-langit aula itu menatap Ari dan Wira. Walau seluruh matanya putih, Ari bisa merasakan tatapannya yang menghuncam. Tapi lama-lama Ari sadar, sosok itu lebih menatap ke arah Wira. Dan Wira sudah tidak di sebelah Ari. Saat Ari tengok ke belakang, Wira berada tak jauh dari Ari beberapa langkah. Tapi dia tidak sedang berdiri. Posisinya tubuhnya merangkak seperti binatang berkaki empat. Ari melihat tubuh Wira kaku, terutama tangan dan jari-jarinya. Dan tatapan matanya seperti bukan Wira yang Ari kenal. Tatapannya tajam mengarah ke sosok yang menggantung di atas. Sesekali dari mulut Wira keluar geraman seperti binatang buas. Ari jadi semakin ngeri melihat apa yang terjadi dengan temannya. Dan geraman dari mulut Wira semakin keras terdengar oleh Ari. Lalu ada bayangan hitam besar melesat dari tubuh Wira ke arah sosok di langit-langit. Ari mendengar suara benturan keras yang memekak. Lalu lampu di aula padam. Lalu nyala. Kemudian padam lagi. Begitu seterusnya seperti listrik di aula tidak kuat untuk menyalakan lampu. Dan di situasi lampu aula yang nyala padam Ari masih bisa melihat tak jauh dari tempatnya berdiri, dua mahluk yang saling menyerang bergulingan di lantai aula. Ari melihat sosok bersayap dan satu lagi mahluk berkaki empat seperti macan berbulu hitam saling tindih dan saling gigit. Di kegaduhan yang ada di depannya, Ari sempat melihat ke arah ruang penyimpanan matras. Nara sudah tidak ada di depan pintu ruang itu lagi. Ari semakin cemas. Di depannya mahluk macan sudah menguasai sosok bersayap. Tapi sepertinya sosok bersayap berhasil mengelak dan mengepakkan sayapnya melesat masuk ke ruang penyimpanan matras. Mahluk seperti macan melompat cepat, melesat masuk ke ruang itu juga. Tak berapa lama lampu aula menyala normal kembali. Di belakang, Ari melihat Wira terkapar di lantai aula. Wira terbatuk-batuk dan memegangi dadanya. Ari pun mendatangi Wira.
“Wir, lo nggak apa-apa?” tanya Ari cemas.
“Enggak… Enggak apa-apa,” jawab Wira di sela batuknya.
“Tadi gue lihat macan…” kata Ari.
“Iya… Itu cincin yang dikasih kakekku…” kata Wira. Susah payah dia berusaha untuk duduk. Ari pun membantunya.
Ri… Tolongin Nara… Dia ada di ruang matras…” kata Wira sambil menunjuk ruangan penyimpanan matras.
Ari langsung berlari menuju ruang penyimpanan matras. Pintunya sudah terbuka. Dalamnya tampak gelap karena lampu belum dinyalakan. Ari menyalakan saklar di dekat pintu. Lampu pun menyala. Dan Ari bisa melihat di dalam ruangan, lantainya sudah runtuh ke bawah. Ada lubang besar di seluruh ruang itu. Bongkahan-bongkahan lantai yang runtuh bertumpukan di bawah. Dan di atas bongkahan-bongkahan itu Ari melihat Nara tergeletak tak sadarkan diri. Ari langsung melompat ke bawah dan memeriksa keadaan Nara. Ari masih bisa merasakan nafas Nara. Tapi Nara tidak bisa dibangunkan. Sekilas Ari melihat ke samping. Di sana ada lorong panjang yang gelap yang terhubung dengan ruang dimana Ari berada. Ari melihat lorong itu seperti tidak berujung. Dia merasakan sesuatu di balik kegelapan jauh di sana. Cepat-cepat Ari berusaha mengangkat Nara. Tapi tubuh Nara terlalu berat untuk diangkat ke atas. Ari pun berteriak memanggil Wira meminta bantuan.
“Wir, tolongin, angkat Nara dari sini!” teriak Nara.
Wira pun datang dengan langkah sedikit terseok.