Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #39

Bab 38 : Tata yang Menemukan Dunianya

Hari berlalu. Menjelang akhir tahun ajaran, murid-murid fokus belajar mempersiapkan Ujian Akhir Tahun. Pak Riza sebagai wali kelas, mewanti-wanti anak didiknya untuk belajar lebih keras. Mereka harus bisa membuktikan bisa lebih baik dari kelas-kelas yang lain. Murid-murid pun sudah melupakan kejadian-kejadian di sekolah waktu itu. Kamera CCTV mulai dipasang di beberapa lokasi di sekolah. Salah satu yang memasang kamera CCTV adalah kakak Wira yang ke 3. Kebetulan kakak Wira bekerja di perusahaan CCTV tersebut. Ruang penyimpanan matras sudah dipakai sebagaimana mestinya. Lantainya sudah diperbaiki. Tidak ada murid yang tahu apa yang ada di bawah ruang itu kecuali Ari, Toha, Wira dan Nara. Dan sampai sekarang, keberadaan lorong bawah tanah yang menghubungkan sekolah ke tempat lain masih menjadi cerita yang tidak bisa dibuktikan. Selama berhari-hari pula, Ari, Toha, Wira dan Nara tidak merasakan sesuatu di sekolah kecuali hantu yang memakai jas yang memang setiap pagi mondar-mandir di trotoar depan sekolah.

Saat sekolah selesai, Ari buru-buru pulang. Dia agak khawatir dengan ibunya karena sudah tiga hari ini ibunya ijin tidak masuk kerja karena sakit. Pagi tadi rencananya ibu Ari mau periksa ke rumah sakit. Sesampai di rumah, Ari langsung mencari ibunya. Ternyata ibunya ada di ruang tamu. Dia sedang duduk di sofa memakai baju hangatnya. Sepertinya ibu Ari memang sengaja sedang menunggu Ari. Ari pun langsung duduk di sebelahnya.

“Ma gimana? Mama udah ke rumah sakit?” tanya Ari khawatir.

“Udah…” Jawab ibu Ari datar sambil memandangi anaknya yang masih memakai seragam sekolah.

“Terus apa kata dokter Ma?” tanya Ari lagi.

“Nggak apa-apa kok… Mama nggak apa-apa… Cuman flu,” kata ibu Ari lirih menenangkan Ari. “Kapan ujiannya Ri?” Ibu Ari balik tanya.

“tiga minggu lagi Ma.”

“Kamu belajar yang bener ya Nak. Kamu harus seperti papa kamu. Papa kamu itu dihargai orang karena kepandaiannya…”Ibu Ari begitu khawatir, Ari akan seperti kakeknya. Karena apa yang dia lihat sekarang, anaknya semakin lama tumbuh seperti kakeknya, bukan seperti bapaknya.

“Kalau gitu mama istirahat gih.”

“Iya… Tapi ada yang mama pengen kasih tahu ke kamu…”

“Kasih tahu apa Ma?”

“Mengenai papa kamu…”

Lihat selengkapnya