Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #42

Bab 41 : Hantu Perempuan Rambut Melayang

Hari ini adalah hari yang menegangkan bagi Ari, Toha, Wira dan Nara. Sepanjang kegiatan belajar di kelas, mereka jadi tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran. Beberapa kali mereka menoleh ke jendela atau memandang langit-langit kelas, khawatir akan muncul sesuatu. Sampai Toha diperingatkan seorang guru karena terlalu sering menoleh ke jendela. Tapi sampai bel istirahat jam pertama, mereka tidak melihat apa-apa. Hingga saat Ari, Toha dan Wira hendak ke toilet, terjadi suatu kehebohan. Dari arah kelas 10, ada sorang murid perempuan dibopong ramai-ramai ke UKS karena pingsan. Ari, Toha dan Wira pun mengurungkan niat mereka ke toilet. Mereka berlari menyusul rombongan yang membopong murid perempuan pingsan tadi. Petugas PMR pun datang ke UKS. Seorang guru datang dan menyuruh murid-murid yang ada di depan UKS untuk bubar. Tidak ada yang boleh masuk ke UKS kecuali petugas PMR. Ari, Toha dan Wira yang sudah meringsek ke kerumunan pun ikut membubarkan diri. Tapi Ari masih penasaran. Dia menuju ke jendela UKS. Di sana dia bisa melihat murid perempuan yang pingsan sudah terbaring. Seorang petugas PMR sedang memeriksanya. Perasaan Ari tidak enak. Dia merasa sesuatu ada di dalam sana, tapi dia tidak melihatnya. Tahu Ari sedang melongok dari jendela, bu guru yang ada di dalam cepat-cepat menutup tirai jendela. Dengan langkah ragu, Ari pun beranjak dari tempatnya berdiri. Toha dan Wira sudah hendak kembali lagi ke kelas. Mereka sudah bersama Nara yang tadi menyusul. Dan Nara sedang memakai jaket dengan tudungnya terpasang di kepala. Perasaan Ari pun semakin tidak enak. Ari sempat menengok ke arah UKS. Dia lihat tirai jendela UKS sedikit terbuka karena angin. Ari cepat-cepat berlari ke sana sebelum angin menutup kembali tirai itu. Ari langsung melongok ke celah tirai yang sedikit terbuka. Ari lihat murid perempuan itu masih terbaring. Petugas PMR dan bu guru sedang merawatnya. Dan benar dugaan Ari. Ada satu orang lagi berdiri di sana. Di dekat kaki murid perempuan yang terbaring. Dia hanya diam menatap murid perempuan itu. Dia wanita setengah baya. Bajunya serba hitam. Rambutnya panjang. Tapi rambutnya tidak tergerai ke bawah. Rambut panjangnya berdiri ke atas seperti melayang hingga hampir menggapai langit-langit. Yang menjadikan Ari tambah kaget, murid perempuan itu sedang pingsan dan tengah ditangani petugas PMR dan bu guru tapi Ari merasa, dengan kondisi terbaring, kepala murid perempuan itu sedang menoleh ke arahnya dengan mata tajam menatapnya. Sampai bu guru tahu, Ari terlihat sedang mengintip di jendela.

“Hei, ngapain kamu ngintip-ngintip!”bu guru berteriak galak dan melangkah cepat ke jendela,”Ini yang sakit perempuan! Nggak tahu sopan kamu!”

Spontan Ari langsung berlari meninggalkan UKS. Dia tidak mau bu guru itu mengenali wajahnya. Dan tanpa berhenti berlari, Ari meminta Toha, Wira dan Nara untuk cepat kembali ke kelas. Mereka bertiga pun berlari menyusul Ari. Sampai di kelas, seperti biasa, mereka berkumpul di meja Wira. Ari sudah siap dengan buku gambar dan pensilnya. Dia mulai menggambar apa yang dilihatnya tadi. Sosok perempuan setengah baya. Seperti ibu-ibu. Bajunya serba hitam panjang menerus di bawah. Wajahnya menatap ke pembaringan. Tatapannya seperti sedang marah. Dan rambutnya yang panjang tidak tergerai ke bawah. Rambut panjangnya seperti tertarik ke atas. Seperti melayang-layang menggapai langit-langit.

Bergantian Toha, Wira dan Nara mengamati gambar Ari.

“Tahu nggak, tadi waktu gue ngintip ke dalam?” tanya Ari datar. Seperti dia juga ingin bertanya pada dirinya sendiri.

“Kenapa?” tanya Nara penasaran,” Hantu itu ngapain?”

“Bukan hantu itu,” kata Ari,” Justru anak yang pingsan itu. Gue lihat dia menoleh ke gue. Terus natap gue.”

“Bukannya dia lagi pingsan?” tanya Nara.

“Nah itu yang bikin gue bingung,” kata Ari.

“Ini berarti hantu ke tiga yang kita tahu,” kata Wira. Dia masih memandangi gambar Ari.

“Kalau menurut bapak Toha, berarti masih ada dua lagi yang kita nggak tahu,” kata Ari mencoba berteori.

“Nanti lo mau laporin ke Pak Riza?” tanya Toha ke Ari.

“Iya, pasti. Soalnya hari Sabtu ini kan kita ada Persami,”kata Ari serius.

“O iya,” kata Nara sambil berpandangan dengan Wira dan Toha.

Mereka bisa membayangkan malam-malam yang akan sangat mengerikan buat murid kelas 8 satu sekolah.

Selama sisa kegiatan belajar hari ini, ketegangan meliputi Ari, Toha, Wira dan Nara. Tapi sampai bel pulang berbunyi, mereka tidak melihat apa-apa. Dan selama itu pula tidak terjadi apa-apa setelah kejadian murid pingsan waktu istirahat jam pertama tadi. Ari sudah berjalan menuju ke ruang guru. Dan seperti biasa, di ruang guru, Ari duduk menunggu ruangan sepi. Setelah tinggal Pak Riza yang ada di situ, Ari menyerahkan gambar yang dibuatnya tadi.

“Ini yang tadi ada anak kelas 10 pingsan ya?” tanya Pak Riza sembari masih mengamati gambar Ari.

“Iya Pak,” jawab Ari,”Emang dia anak kelas 10 ya Pak?” Ari balik tanya.

“Iya… Namanya Lisa… Mmm… Lisa Lavina, anak kelas 10-1,” jawab Pak Riza.

Ari mangut-manggut berusaha mengingat nama itu. Dia jadi ingat, kelas 10-1 dulu kelasnya Tata.

Lihat selengkapnya