Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #43

Bab 42 : Perkemahan Sabtu Minggu

Hari Sabtu telah tiba. Persami dimulai jam 3 sore. Murid-murid kelas 11 sudah berdatangan di sekolah. Mereka membawa barang-barang dan peralatan yang diperlukan. Ari, Toha, Wira dan Nara sudah tiba di sekolah. Walau ini bukan pagi sebelum jam pelajaran, mereka tetap berkumpul dulu di taman. Karena mereka tahu, ada sesuatu di sekolah mereka yang hanya mereka yang tahu. Sebelumnya Ari sudah mengirim pesan ke Tata untuk tidak melepas kalungnya walau cuma sebentar selama acara Persami berlangsung. Dan Ari, Toha dan Wira khawatir dengan Nara. Karena dia perempuan sendiri dan nantinya murid laki-laki dan perempuan akan dipisah di kelas berbeda untuk ruang istirahat dan tidurnya. Dan mereka tidak diijinkan membawa ponsel.

“Tenang Ra, nanti kita akan selalu ngecek lo,” kata Ari.

“Iya, setiap 1 jam kita akan bolak-balik ke tempat lo Ra,” tambah Wira menenangkan Nara.

“Tapi pasti nanti ada guru yang jaga di tempat cewek,” kata Toha.

“Ya kita diem-diem aja ke sananya,” kata Wira.

Lalu kegiatan Persami dimulai dengan Upacara Pembukaan yang dipimpin Kepala Sekolah. Walau baru dimulai, Ari, Toha, Wira dan Nara sudah mulai was-was. Beberapa kali mereka mengamati sekitar, takut ada sesuatu muncul di sana. Lalu kegiatan diteruskan dengan baris-berbaris dan kepramukaan. Hari pun mulai gelap. Walau sekolah Ari terawat dan tertata, tapi bangunan tuanya mengantar senja ini menjadi terasa muram. Acara pentas seni pun diadakan di lapangan. Suasana jadi riuh karena ada pertunjukan band akustik dan stand up comedy. Di lapangan begitu ramai dengan terang lampu yang benderang. Tapi tetap saja ada sudut-sudut sekolah yang sepi dan gelap seiring bergulirnya malam. Acara pun berlanjut ke api unggun. Lampu di sekitar lapangan sengaja dimatikan. Hingga semua mata tertuju pada terang api unggun. Walau berada di tengah kerumunan, Ari hampir tidak bisa melihat siapa-siapa di kanan kirinya. Ini membuat Ari, Toha, Wira dan Nara semakin was-was. Tapi sampai acara api unggun selesai dan lampu lapangan dinyalakan kembali, mereka tidak melihat sesuatu pun muncul. Setelah acara dibubarkan dan murid-murid mulai kembali ke kelas untuk istirahat, Ari berusaha bertemu Tata. Toha pun mengikuti Ari karena dia ingin bertemu Astri. Dan di sana ada Tata bersama Astri sedang berjalan menuju kelas bersama murid perempuan yang lain. Ari melihat kalung Tata masih melingkar di lehernya.

“Ta, please jangan pernah lepas kalungnya ya,” kata Ari mengingatkan.

“Iya, nggak akan kulepas kok,”kata Tata tersenyum senang. Bukan karena kalung di lehernya, tapi karena dia melihat Ari yang selalu menjaganya.

Malam pun semakin larut. Murid-murid sudah berada di kelas-kelas yang disediakan untuk istirahat dan tidur. Lampu kelas sudah dimatikan. Hampir semua murid sudah terlelap. Kecuali Ari, Toha dan Wira. Mereka terbaring di tikar, tapi mata mereka tetap terbuka. Kadang mereka melihat ke arah jendela. Karena di sana terlihat lorong kelas dengan penerangan yang redup. Dan mereka punya rencana. Lima menit lagi mereka akan menengok ke tempat Nara. Sebelum beranjak dari tikar, diam-diam Wira memakai cincinnya. Lalu dengan mengendap-endap mereka bertiga keluar kelas. Mereka sengaja lewat jalan yang gelap, takut ada guru yang jaga di sekitar situ. Sekilas Ari melirik ke Wira. Karena barusan dia lihat ada bayangan hitam besar di belakang Wira. Lalu Ari melihat di jari Wira ada cincin yang dulu pernah Wira pakai waktu ada insiden di aula.

“Wir, lo pakai cincin itu ya?” tanya Ari dengan suara berbisik.

“Iya, buat jaga-jaga,” jawab Wira pelan.

Lalu tiba-tiba Ari menghentikan langkahnya. Dia melihat sesuatu bergerak cepat ke arah kelas yang dipakai murid perempuan untuk istirahat.

“Ada apa Ri?” tanya Toha.

Ari masih diam mengamati sekitar. Sekilas dia tadi melihat binatang berkaki empat.

“Kayaknya gue lihat macan…” kata Ari setengah tidak yakin,” Tapi dia agak kecil… Warnanya putih… Ekornya pendek.”

Toha ikut mengamati sekitar, tapi dia tidak melihat apa-apa. Wira sepertinya biasa saja menanggapi apa yang dilihat Ari. Lalu di belakang mereka bertiga, seorang dengan baju serba putih datang mendekat.

“Sedang apa kalian di sini?” kata orang itu. Tampangnya terlihat masih muda.

Ari, Toha dan Wira sempat tidak bisa menjawab.

“Mau ke toilet,” jawab Wira sekenanya.

“Bukannya toilet ke arah sana?” kata orang itu curiga.

Lihat selengkapnya