Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #49

Bab 48 : Tata yang Tidak Mau Memakai Kalungnya

“Kata Wira, kita disuruh ke rumahnya,” ujar Nara.

“Sekarang?” tanya Ari.

“Iya sekarang,” jawab Nara,”Ntar pakai mobil gue aja ke rumah Wira, pulangnya kalian gue anterin deh.”

Bukannya Ari tidak mau diantar pulang. Barusan dia mengalami momen spesial bersama Lisa. Ari seperti tak ingin berpisah secepat ini dengan Lisa. Tapi ternyata di ekstrakurikuler band masih ada kegiatan latihan regular. Dan keputusan siapa yang akan jadi vokalis utama baru diumumkan setelah kegiatan ekstrakurikuler selesai. Ari pun harus berpamitan dengan Lisa. Sebelumnya Ari sempat bertukar nomor ponsel dengan Lisa. Dan Lisa tak henti-hentinya mengucapkan rasa terimakasihnya ke Ari. Lisa masih memandangi Ari berjalan bersama Toha dan Nara sampai turun dari lantai 2.

Sesampai di rumah Wira, mobil Nara langsung parkir di garasi. Wira yang menyambut mereka, langsung mengajak ke kamarnya. Kamar Wira berantakan. Sebuah laptop menyala di meja kecil dekat tempat tidur. Wira pun menunjukkan apa yang ada di layar laptopnya. Beberapa file video ada di folder komputernya.

“Kakak gue tadinya nggak sengaja lihat di rekaman CCTV,” kata Wira menjelaskan,”Nah, pas dia cerita ke gue, langsung gue minta semua rekaman yang dia punya. Tahu nggak? Tadinya gue cuman iseng! Eh, nggak tahunya, nggak cuma sekali! Beberapa kali tuh hantu keliatan di CCTV, siang-siang lagi!”

Lalu Wira memperlihatkan satu persatu rekaman yang sepertinya sudah dia siapkan untuk diperlihatkan ke teman-temannya. Semuanya bergambar hitam putih dan agak buram. Ada rekaman di sebuah lorong sekolah terlihat dari atas. Kalau diputar normal memang tidak begitu terlihat sesuatu yang aneh. Lalu Wira memperbesar view videonya dan memutarnya dengan mode lambat. Setelah ada gambar beberapa murid yang berjalan di lorong, tampak lorong itu lengang sejenak, tapi setelah itu tertangkap gambar perempuan memakai baju serba hitam, bergerak seperti tanpa melangkah melintasi lorong. Rambut perempuan itu panjang, tapi tergerai ke atas. Lalu ada rekaman dengan posisi yang hampir sama tapi ada di lokasi lorong yang lain. Sekelebat terlihat perempuan bule memakai baju Belanda jaman dulu. Perempuan itu melintas di lorong dengan berjalan mundur. Ada beberapa rekaman lain lagi yang menangkap sosok perempuan berbaju serba hitam dengan rambut ke atas, juga sosok Noni Belanda yang berjalan mundur. Ari, Toha dan Nara begitu tertegun sembari mengulangi rekaman-rekaman CCTV itu.

“Semua rekamannya di lorong,” kata Ari.

“Siang-siang lagi!” tambah Nara,” Emang yang malem ada juga?”

“Yang ada di kakak gue itu rekaman dari tiga hari lalu,” kata Wira,”Dua hari ini gue cek, yang malem malah nggak ada apa-apa.”

“Tuh bener kan,” ujar Toha,”Ada anak lain lagi yang bawa hantu itu.”

“Trus gimana sama tembok yang item di ruang komputer?” sanggah Nara ke Toha.

Sementara Toha dan Wira sedang mempertahankan pendapatnya masing-masing, Ari begitu serius membolak-balik rekaman-rekaman CCTV di laptop.

“Lisa!” tiba-tiba Ari tersentak,”Hantu-hantu itu sedang mengincar Lisa.”

“Maksud lo,” tanya Wira yang langsung ikut mengamati rekaman yang dilihat Ari.

“Lihat deh!” kata Ari dengan suara gugup,” sebelum hantu itu muncul, anak yang terakhir, lo lihat deh!”

Wira pun mulai memutar-mutar balik salah satu rekaman. Nara dan Toha yang penasaran, jadi menghentikan perdebatan mereka. Berdua mereka ikut memelototi apa yang dilihat Wira.

“Tuh lihat!” kata Ari menunjuk murid-murid yang terekam lewat di lorong,”Lihat yang terakhir! Itu Lisa! Aku yakin itu Lisa!”

Walau terlihat dari atas dan gambar sedikit buram, tapi Ari sangat mengenal sosok Lisa. Dan setelah Lisa lewat, tak berapa lama, tertangkap sosok perempuan berbaju serba hitam dengan rambut ke atas yang sekilas tampak melintasi lorong. Lalu Ari mulai membuka rekaman yang lain, ada rekaman yang menangkap sosok Noni Belanda. Dan sebelumnya terlihat murid-murid berjalan melewati lorong itu. Dan murid yang terakhir lewat adalah Lisa.

“Iya, itu kan lorong-lorong yang ada di kelas 10,” kata Nara.

Lalu Ari cepat-cepat mengambil ponselnya. Dia mencoba menghubungi Lisa. Wajah Ari terlihat begitu cemas, karena tampaknya Lisa tidak juga menjawab panggilannya.

“Kok nggak diangkat-angkat sih!” kata Ari sedikit gusar. Lalu dia mencoba menulis pesan untuk Lisa.

“Mungkin dia lagi latihan Ri,” kata Nara menenangkan.

Wira pun sedikit heran dengan sikap Ari terhadap murid kelas 10 bernama Lisa yang baru didengarnya. Lalu Nara menunjukkan rekaman yang ada di kameranya ke Wira. Wira pun mulai mengerti begitu melihat rekaman Lisa sedang memeluk Ari di kamera Nara.

“Kenapa lo nggak jadian aja sama Lisa, Ri?” tanya Nara spontan.

Ari tidak menjawab. Dia sedang begitu cemas menuliskan pesan buat Lisa.

“Lisa itu nganggep Ari kakaknya,” sanggah Toha,”Lagian Ari kan udah ada Tata.”

“Ari sama Tata itu nggak kayak jadian,” Wira ikut nyimbrung,”Mereka berdua itu kayak anak kembar aja.”

Ari seperti tidak menggubris pembicaraan ketiga temannya, karena kini dia begitu cemas dengan keselamatan Lisa. Jam 4 sore, Ari, Toha dan Nara meninggalkan rumah Wira. Nara akan mengantar Ari dulu, baru Toha. Sementara Nara dan Toha masih meneruskan perdebatan mereka tentang asal hantu yang mereka lihat di rekaman CCTV, ponsel Ari bunyi. Ternyata ada panggilan dari Lisa.

“Halo, Lisa,”Ari langsung bicara di ponselnya,”Kamu dimana?”

“Halo Kak Ari,”Jawab Lisa di ponsel Ari,”Aku masih di sekolah, barusan selesai ekskul.”

“Kamu terima pesanku kan?” tanya Ari.

“Iya aku terima,” jawab Lisa,”Tahu nggak Kak? aku terpilih jadi vokalis utama!” Suara Lisa terdengar setengah berteriak di ponsel Ari.

“O ya, selamat ya,”kata Ari,”Tapi kamu nggak apa-apa kan?”

“Aku nggak apa-apa,”jawab Lisa,” Kak Ari, kalau boleh besok aku mau traktir Kak Ari di kantin.”

Lihat selengkapnya