Senin pagi, Toha, Wira dan Nara ada di taman sekolah. Ari tidak ada di sana. Sejak sampai di sekolah, Ari langsung menuju area sekitar kantin. Sampai saat ini, dia masih merasa bersalah karena belum menemukan cincin pemberian Lisa. Bolak-balik Ari menelusuri tempat-tempat di sana. Dia periksa sampai selokan-selokan kecil hingga sela-sela rerumputan. Tapi hingga bel berbunyi, dia tidak menemukan cincin itu.
Murid-murid berbondong menuju lapangan untuk mengikuti upacara. Upacara pun berlangsung khidmat. Hingga menjelang mengheningkan cipta, Ari, Toha, Wira dan Nara merasakan hal yang sama. Seperti yang sudah-sudah, saat lagu mengheningkan cipta dilantunkan, mereka melihat anak perempuan bertangan hitam itu lagi. Seperti biasa, anak itu berada di antara barisan paduan suara dan mencoba bernyanyi mengikuti regu paduan suara. Tidak seperti awal mereka melihat anak itu, kini Ari, Toha, Wira dan Nara jadi sudah terbiasa. Mereka tahu, setelah lagu mengheningkan cipta selesai, anak itu akan menghilang.
Jam istirahat pertama, Ari masih mencari cincin pemberian Lisa. Sampai Toha, Wira dan Nara merasa kasihan. Mereka pun ikut membantu mencari, tapi tetap saja cincin itu tidak ditemukan. Jam istirahat kedua, Ari berusaha mencari lagi. Lama-lama Toha, Wira dan Nara merasa Ari terlalu berlebihan memikirkan cincin itu.
“Udah lah Ri, kalau memang nggak ketemu ya gimana lagi,”kata Toha.
“Kamu beliin aja dia gantinya yang baru, yang mirip-mirip,”tambah Nara.
Tapi tetap saja Ari masih kepikiran dengan cincin itu.
Hingga hari Selasa pagi, Ari masih terus melakukan pencariannya. Toha, Wira dan Nara masih berkumpul di taman. Mereka menganggap Ari tidak mendengarkan saran mereka. Saat Ari masih mondar-mandir mencari, muncul Pak Min mendekatinya.
“Kamu Ari ya?” tanya Pak Min.
“Iya Pak Min,” jawab Ari.
“Kamu lagi nyari cincin ini?” tanya Pak Min.
Mata Ari terbelalak. Di tangan Pak Min ada cincin bermotif bintang yang selama ini dicarinya.
“Iya Pak Min!” Ari setengah teriak tanpa sadar.
“Saya nemu di got yang sebelah sana,” kata Pak Min.
Pak Min pun menyerahkan cincin itu. Saking gembiranya, hampir-hampir Ari bersujud ke Pak Min. Tak henti-hentinya dia ucapkan terimakasih. Tapi ketika Ari berniat untuk mengembalikan cincin itu ke Lisa, bel masuk sudah berbunyi.
Jam istirahat pertama, Ari yang pertama keluar kelas. Cincin pemberian Lisa ada di sakunya. Dengan langkah tergesa, dia menuju ke arah kelas 10. Di antara murid kelas 10 yang mulai keluar kelas, Ari mempercepat langkahnya menyusuri lorong. Tapi sebelum sampai ke kelas Lisa, Ari menghentikan langkahnya. Barusan dia melewati lorong buntu yang ujungnya tempat penyimpanan sound system. Dan dia merasa melihat Lisa di sana. Ari pun berbalik menuju ke lorong buntu itu. Dan benar, dia melihat ada Lisa di sana. Lisa berdiri sendirian di ujung lorong. Awalnya Ari heran, Lisa ada di sana sendirian. Tapi niatnya untuk mengembalikan cincin membuat dia tidak terlalu memikirkannya. Ari sudah mengambil cincin dari sakunya.
“Lisa, aku mau kembaliin cincin kamu,” kata Ari sembari berjalan ke arah Lisa.
“Kak Ari, tolong aku…” suara Lisa pelan.
“Lisa, kamu ngga apa-apa?” tanya Ari. Kini dia melihat wajah Lisa begitu pucat.
“Kak Ari, ada yang narik aku…” kata Lisa terbata.
“Maksud kamu?” tanya Ari.
“Dia mau keluar dari sarangnya…” kata Lisa lagi.
“Aku nggak ngerti maksud kamu…” Ari makin bingung dengan kata-kata Lisa.
Tapi sebelum Ari bertanya lebih lanjut, dia melihat ada sebagian rambut Lisa yang memutih. Lalu semakin lama Ari perhatikan, hampir semua rambut Lisa berwarna putih. Ari mundur sejengkal, karena kini Ari melihat tangan Lisa jadi keriput. Hampir saja Ari terjengkang ke belakang waktu dia lihat wajah Lisa juga jadi keriput. Ada satu gigi yang tumbuh panjang ke depan. Lisa terlihat bingung. Lalu Lisa berbalik dan berlari menjauhi Ari. Darah Ari terasa terkesiap, karena lorong di depannya buntu. Dan Ari melihat Lisa seperti menghilang menembus lorong buntu itu. Dengan badan gemetar, Ari keluar dari lorong itu. Di luar lorong, murid-murid kelas 10 sudah ramai lalu lalang saat istirahat. Tanpa sengaja Ari mendongak ke lantai 2. Dan di lorong lantai 2, Ari melihat Lisa. Dia sedang bersama-sama anak-anak band, baru keluar dari ruang ekstrakurikuler. Ari baru sadar, yang dia temui di lorong buntu tadi bukan Lisa. Ari pun cepat-cepat balik ke kelasnya. Sampai di kelas, Ari ceritakan semuanya ke Toha, Wira dan Nara.
“Ih serem banget sih Ri,” kata Nara,” Untung bukan gue yang lihat.”
“Berarti ada hantu yang bisa menyaru jadi Lisa,” kata Toha berteori.
“Bisa jadi ini hantu ke empat yang kita belum tahu,” tambah Wira.
“Iya… Sepertinya dia ingin bilang sesuatu,” kata Ari,”Ada yang narik dia… Terus ada yang mau keluar dari sarang…”