Bel pulang berdering. Ari orang pertama yang keluar kelas. Setengah berlari, Ari menuju ke UKS. Dia berharap Lisa akan baik-baik saja. Dan dia berharap bisa menyampaikan apa yang Tata lihat waktu itu. Nara mau taruh tasnya ke mobil dulu, baru nanti dia akan menyususl Ari. Wira pulang dulu, nanti jam 2 dia ada ekstrakurikuler karawitan. Sedangkan Toha, seperti biasa, bersepeda ria, pulang sambil mengantar Astri. Saat sampai di depan UKS, Ari melihat pintu UKS terbuka. Dia bisa lihat dua ranjang di dalam yang kosong. Dan memang di dalam sana tidak ada orang. Ari langsung menuju ke kelas 10. Sampai di kelas Lisa, Ari tidak menemukan anak perempuan itu. Ari bertanya pada segelintir murid yang masih di dalam kelas. Mereka bilang, setelah pingsan dan dibawa ke UKS, Lisa tidak balik ke kelas lagi. Ari pun berlari menuju arah keluar sekolah. Hari ini dia harus bertemu Lisa. Ari berharap masih bisa menemukan Lisa di halte. Tapi saat Ari melewati halaman sekolah, dia mendengar suara Nara memanggilnya.
“Ri sini!” Nara terlihat melambaikan tangan di depan tempat parkir.
Ari pun bergegas ke sana.
“Ada apa Ra?” tanya Ari setelah dekat.
“Itu si Lisa ada di parkiran,” kata Nara,” Dia pulang dijemput pakai mobil sama sopirnya.”
Ari langsung berlari menuju tempat parkir. Nara menyusul di belakang.
“Itu Ri mobilnya,” seru Nara.
Ari melihat mobil Lisa sudah meninggalkan tempat parkir menuju ke gerbang sekolah. Dengan nafas terengah, Ari hanya bisa menatap mobil Lisa yang mulai keluar gerbang. Tampaknya dia harus pasrah, hari ini dia tidak bisa bicara dengan Lisa.
“Ri! Kita susul dia!” seru Nara tiba-tiba.
“Maksud lo?” tanya Ari memandangi Nara yang ada di belakangnya.
“Kita susul dia pakai mobil gue,” kata Nara,” Sampai rumahnya lo tanyain dia deh!”
Ari sempat ragu. Tapi ide Nara boleh juga. Karena hari ini dia merasa harus benar-benar bicara dengan Lisa.
“Kalau perlu kita cegat di jalan,” tambah Nara.
“Kita ikutin aja dulu,” kata Ari.
Lalu mereka berdua masuk mobil Nara. Nara langsung tancap gas memacu mobilnya keluar tempat parkir. Sampai semua yang ada di sekitar parkir memperhatikan mobil Nara dengan gas meraung dan bunyi ban yang berderit. Di jalanan, Nara masih tancap gas. Mobilnya kencang melewati mobil-mobil lain. Karena di depan, mobil Lisa belum terlihat. Nara cuma yakin, mobil Lisa tadi mengambil arah ke sini. Ari yang was-was di sebelah Nara segera mengencangkan sabuk pengamannya. Tapi Ari tahu Nara sudah mengambil arah yang benar, karena ini adalah jalur Ari bila naik bus bersama Lisa. Lalu di antara mobil di jalanan, di depan sudah terlihat mobil Lisa. Nara pun tidak lagi melajukan mobilnya kencang-kencang. Sampai mobil Lisa terlihat berbelok keluar jalan raya. Nara pun mengikutinya. Tampaknya mereka masuk ke jalan kompleks. Ari tahu, ini adalah salah satu kompleks elite yang ada di kota mereka. Dan sampai di satu rumah, mobil Lisa berhenti. Sopir Lisa yang bapak-bapak tua, keluar membuka gerbang. Nara pun memarkir mobilnya tak jauh di seberang rumah. Dan dia buru-buru menyiapkan kameranya. Dari dalam mobil, Nara mengambil gambar Lisa yang sudah turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Ari masih memandangi rumah Lisa. Rumahnya tidak sebesar rumah Tata, tapi masih terlihat mewah.
“Lo mau masuk ke sana kan?” tanya Nara ke Ari sembari memeriksa kameranya.
“Iya…” jawab Ari masih memandangi rumah Lisa.
Tapi tiba-tiba Nara jadi serius memperhatikan kameranya. Karena di displaynya, di semua gambar-gambar yang dia ambil barusan, tertangkap bayangan putih yang membentuk sosok anak perempuan di pojok teras.
“Ri lihat deh,”seru Nara sembari menunjukkan kameranya ke Ari.
“Iya, itu anak kecil yang bertangan hitam,” kata Ari.
Lalu Ari memandang rumah Lisa lagi, karena dari tadi ada sesuatu yang dirasakannya.
“Ra, lihat di teras!” kata Ari.
Ari melihat ada anak perempuan bertangan hitam yang sudah sering mereka lihat di sekolah, lalu di belakangnya ada nenek-nenek berambut putih panjang menjuntai. Ada satu giginya yang mencuat ke depan.
“Lo lihat kan Ra?” tanya Ari.
“Iya gue lihat… Anak kecil itu…Kayaknya dia ngelihat kita deh Ri,” ujar Nara sembari memasang tudung jaketnya.
“Lo lihat ada nenek-nenek?” tanya Ari.
“Nggak… Gue nggak lihat,” jawab Nara.