Bel berbunyi, tanda pergantian pelajaran. Tapi belum bu guru keluar kelas, Ari sudah berdiri, memandang ke arah Toha. Tanpa suara Ari mengucapkan nama Astri ke Toha. Toha mengerti apa yang dimaksud Ari. Karena mereka masih melihat wanita yang punggungnya berlubang, berdiri di belakang Vira. Dari tadi Toha sudah memikirkan Astri. Ari dan Toha bergegas meninggalkan bangku. Wira pun ikut menyusul. Sedang Nara cuma melihat teman-teman laki-lakinya berlarian ke pintu. Tapi pak guru jam pelajaran berikutnya sudah ada di depan pintu.
“Mau kemana kalian?” tanya pak guru melihat Ari, Toha dan Wira buru-buru hendak keluar kelas. Sementara sebentar lagi dia akan memulai pelajaran.
“Ke toilet Pak,” kata Ari mencari alasan.
“Kenapa bertiga-tigaan?” tanya pak guru,” Maksimum dua orang yang ke toilet!”
Akhirnya Wira harus mengalah kembali ke bangkunya.
Ari dan Toha langsung berlari menuju kelas Astri. Pak guru sempat heran melihat Ari dan Toha tidak pergi ke arah toilet. Di depan kelas sebelah, Ari sempat berhenti. Begitu juga Toha. Dari jendela kelas, terlihat murid-murid mulai belajar. Tapi perhatian Ari dan Toha tertuju pada murid perempuan yang tadi pingsan di lorong bawah tanah. Seperti yang lain, dia sedang mengikuti pelajaran. Tapi sepertinya dia tidak sadar. Dan di kelas itu memang tidak ada yang sadar. Di belakang murid perempuan itu sedang berdiri sosok hitam, besar dan berbulu. Ari dan Toha saling berpandangan. Toha langsung melanjutkan larinya menuju kelas Astri. Sedang Ari, dia pergi ke kelas yang satu lagi dimana ada satu murid perempuannya yang tadi pingsan di lorong bawah tanah. Dari jendela kelas, Ari bisa melihatnya. Di belakangnya berdiri sosok berbungkus kain kafan. Ari langsung berlari menyusul Toha. Sampai di depan kelas Astri, Ari menemukan Toha sedang berdiri di lorong tak jauh dari jendela. Tapi Ari melihat wajah Toha tidak setegang seperti saat melihat murid yang di kelas lain.
“Kayaknya Astri baik-baik saja,” kata Toha masih memandangi Astri yang sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas.” Nggak ada yang ngikutin dia.”
Ari pun mulai memperhatikan ke dalam kelas. Dia melihat Astri. Tata ada di sebelahnya. Mereka sedang mengikuti pelajaran. Di belakang Astri memang tidak ada apa-apa. Tapi perasaan Ari begitu tidak enak. Lalu Ari mulai memperhatikan sekeliling Astri dan Tata. Mereka berdua duduk di meja pojok yang menempel tembok. Dan di tembok, tepat di atas Astri duduk, Ari melihat sesuatu menempel di sana. Ada sosok perempuan berambut panjang yang menggantung di tembok. Badannya menempel di tembok dengan tangan dan kaki terbentang seperti cicak. Dan Ari perhatikan, tangan perempuan yang membentang itu ada empat. Kakinya juga ada empat. Yang membuat Ari terperanjat adalah sosok itu kini sedang menoleh ke arahnya. Ari yakin Toha tidak melihat apa yang dilihatnya. Dan Ari baru sadar kalau Tata dan Astri sedang memperhatikannya. Mereka terlihat heran melihat Ari dan Toha ada di luar kelas. Ari pun segera menutupi kekagetannya barusan saat melihat sosok yang menempel di tembok. Dia tidak mau Tata khawatir. Walau dia tahu, saat ini Tata pasti berpikir sedang ada sesuatu di kelasnya. Lalu beberapa murid kelas Tata mulai ikut memperhatikan Ari dan Toba. Hingga bu guru yang mengajar pun keluar kelas.
“Ngapain kalian di sini?” Tanya bu guru galak,”ini kan masih jam pelajaran!”
“Nyari toilet Bu,” kata Ari berdalih,”Toilet yang di sana rusak.”
Lalu Ari dan Toha buru-buru pergi dari situ. Bu guru hanya geleng-geleng kepala. Beberapa murid di dalam kelas berguman. Ada yang bilang Ari dan Toha kelompok penggemar tahayul. Ada yang bilang Ari dan Toha kelompok anak aneh. Saat balik ke kelas, Toha terlihat lega. Tapi tidak dengan Ari. Dia kini begitu tegang. Apa yang dia lihat di kelas Tata, berbeda dengan yang ada di kelasnya atau di kelas lain. Dia merasa sosok itu sengaja menunggunya. Di kelas, Ari masih memikirkannya. Lalu di tengah pelajaran, diam-diam Ari gambar apa yang dia lihat di kelas Tata. Dia gambar sosok perempuan berbaju putih dan berambut panjang. Badannya menempel di dinding, seperti cicak, seperti laba-laba. Tangannya empat, kakinya empat, membentang dengan kuku-kuku tajam mencengkeram tembok. Posisi kepalanya menengok ke belakang dengan mata putihnya yang menatap tajam.
Begitu bel istirahat kedua berdering, Ari langsung menunjukkan gambarnya ke Toha, Wira dan Nara. Toha langsung terlihat tegang.
“Gue harus kasih tahu Astri,” kata Toha. Dia sudah beranjak dari bangkunya.
“Tunggu!” Seru Ari menahan Toha.” Gue musti bilang dulu ke Pak Riza. Gue pikir yang ada di kelas Astri berbeda dari yang lain.”
Lalu tanpa sengaja mereka berempat melihat Vira yang lewat tak jauh dari mereka. Mereka melihat sosok perempuan yang punggungnya berlubang masih mengikuti Vira.
“Tapi kita harus cepat bertindak Ri!” Suara Toha begitu tegang.
“Ha, kita perlu Pak Riza untuk menghubungi orang padepokan,”kata Ari,”Baru setelah itu kita bertindak. Ok?”