Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #57

Bab 56 : Setelah Insiden di Laboratorium Komputer

Esok harinya, murid-murid yang terlibat insiden di laboratorium komputer dipanggil ke ruang kepala sekolah. Kejadian kemarin di laboratorium komputer sudah menjadi pembicaraan seantero sekolah. Belum ditambah berita murid-murid yang pingsan di lorong bawah tanah dan hantu-hantu yang mengikutinya. Salah satu faktor yang membuat kejadian kemarin jadi besar adalah datangnya orang-orang padepokan di tengah-tengah berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, sebelumnya Pak Riza sudah dipanggill kepala sekolah. Pak Riza masih beruntung tidak dikeluarkan dari sekolah. Dia hanya diberikan peringatan terakhir. Tapi apabila kejadian ini terulang lagi, bisa jadi dia akan dikeluarkan dari sekolah. Ari, Toha, Wira, Nara, Astri dan Tata sudah duduk di depan meja kepala sekolah. Sebenarnya Lisa juga ikut dipanggil, tapi hari ini dia dikabarkan tidak masuk. Sebelumnya, tadi malam Ari sudah ceritakan semua kejadian ke Lisa lewat ponsel.

Dari Ari sampai Tata, satu persatu mereka disuruh menceritakan kejadian kemarin. Karena tidak saja berita sarat tahayul yang telah menyebar, tapi kerugian atas kerusakan meja, peralatan komputer dan lain-lainnya tidaklah sedikit. Tentu saja Wira dan Nara tidak sampai bercerita mengenai cincin mereka atau sosok yang ada pada cincin itu. Ari hanya bercerita tentang hantu perempuan yang mengganggu Astri. Dan bagaimana dia begitu saja bisa mengusir hantu itu. Ari tidak menceritakan detail yang sebenarnya. Dan sebelum masuk ke ruang kepala sekolah tadi, Ari mewanti-wanti Tata untuk tidak bercerita bahwa dia bisa melihat mahluk berkaki empat itu, apalagi sampai membunuhnya. Ari menyuruh Tata untuk bilang saja bahwa Tata tidak bisa melihat apa-apa, sama seperti Astri. Biar dia, Toha, Wira dan Nara yang akan cerita.

“Astri dan Tata tidak bisa melihat apa-apa Pak,” kata Ari menegaskan ceritanya pada kepala sekolah, Pak Suman,” Mereka berdua hanya korban.”

“Hmm, jadi yang bisa lihat aneh-aneh itu kamu, Toha, Wira, sama… Nara,” kata Pak Suman.

“Iya Pak,” jawab Ari singkat.

“Sebelumnya saya juga sudah sering dengar dari guru-guru… Kalau kalian ini, kalau pagi, suka ngumpul di taman bicarakan hal-hal tahayul,”kata Pak Suman sambil menunjuk-nunjukkan jarinya ke Ari, Toha, Wira dan Nara,” Mulai hari ini, kalian tidak boleh lagi ngumpul di taman. Begitu sampai di sekolah, langsung masuk kelas. Siap-siap belajar. Ngerti!”

“Ngerti Pak,” kata Ari, Toha, Wira dan Nara hampir bersamaan dengan suara pasrah.

Hampir setengah jam mereka ada di ruang kepala sekolah mendengarkan ceramah dari Pak Suman. Saat mereka keluar dan kembali ke kelas, di setiap kelas yang mereka lewati, hampir setiap murid yang ada di dalam kelas memperhatikan mereka. Ada yang bilang Ari dan yang lain sekumpulan anak aneh, bahkan ada yang bilang mereka sekumpulan pemuja setan. Lalu Ari meminta Tata dan Astri agar mengambil jalan lain untuk kembali ke kelas. Ari tidak mau apapun yang orang katakan tentang Ari dan teman-temannya, berimbas pada Tata dan Astri.

Saat istirahat, ada beberapa murid yang menyatakan dari Kelompok Anti Tahayul mendatangi Ari. Mereka memanggil Ari dan memberikan selebaran kepada Ari. Ari cuma tahu yang memberikan selebaran itu panggilannya Drago, salah satu pengurus OSIS juga. Dan ada Jodi di antara kelompok itu. Setelah mereka pergi, Ari membaca selebaran itu. Isinya sebuah petisi yang ditandatangani lebih dari 200 murid. Intinya mereka tidak mau ada murid yang punya kegiatan berbau tahayul di sekolah mereka. Lalu Toha, Wira dan Nara mendatangi Ari dan ikut membaca. Lalu ada Boncel iku membaca. Lalu datang juga Kocik sang ketua kelas dan beberapa murid kelas Ari lainnya. Tak berapa lama mereka membaca, Kocik mengambil selebaran itu dan menyobek-nyobeknya. Lalu Boncel dengan ceria bertepuk tangan keras-keras.

“Eh, katanya Vira mau kasih hadiah buat Ari,” teriak Boncel keras-keras,”Mana nih Vira?”

Lalu dengan malu-malu Vira membawa sekantung snack dan diberikan ke Ari. Kata Vira, itu sebagai rasa terimakasih dari keluarganya, karena gara-gara Ari dan komplotannya, dia selamat dari hantu perempuan yang punggungnya berlubang. Ari tak menyangka, setelah berbagai tekanan yang mereka alami dari kejadian kemarin, ada juga yang berbaik hati padanya. Untuk menutupi rasa harunya, Ari membagikan snack itu ke seluruh kelas. Walau tidak seberapa, tapi snack itu bisa membuat suasana meriah di kelas Ari saat itu. Ari merasa lega, untuk kesekian kali, dia mendapat dukungan dari teman-teman sekelasnya, walaupun murid kelas lain menganggap kelas mereka kelas buangan.

***

Hari pun berganti. Ada berita bahwa Lisa sudah keluar dari sekolah. Dia pindah sekolah di Papua, tinggal bersama bapaknya yang dinas di sana. Lisa butuh perhatian dari bapaknya, satu-satunya keluarganya yang tersisa. Mendengar berita itu, Ari merasa ada sesuatu yang belum dia selesaikan. Dia masih menyimpan cincin Lisa di dalam tasnya.

Pada suatu Hari Minggu, Ari main ke rumah Toha naik motor ibunya. Sebenarnya bukan Toha yang ingin Ari temui, Tapi bapaknya Toha, Pak Hudi. Beberapa hari ini, setelah kejadian di laboratorium komputer, Ari selalu khawatir dengan keselamatan Tata. Pak Hudi pun menemui Ari, seperti dia sudah tahu kalau Ari ingin bertemu dengannya. Ari menceritakan kejadian beberapa hari yang lalu di laboratorium komputer ke Pak Hudi.

“Dari awal saya lihat, Tata itu lebih dari kamu Ri,” kata Pak Hudi dengan suara berat,” Tinggal mental dia aja. Waktu kejadian di lab, mentalnya lagi naik, karena dia lagi marah. Tapi saya saranin mending dia nggak usah pakai kemampuannya.”

“Tapi udah terlanjur Pak,” kata Ari,” Saya jusru takut sama keselamatannya.”

“Ya… selama Tata pakai kalungnya, saya kira dia akan baik-baik saja,” kata Pak Hudi bijaksana.

Walau Ari sudah tahu kegunaan kalung itu, tapi kata-kata Pak Hudi sangat melegakannya.

“Iya Pak, saya juga berharap orang-orang padepokan waktu itu sudah membersihkan sekolah kita,”kata Ari.

“Sebenarnya waktu orang-orang itu datang ke sekolah kamu, belum semuanya dibersihkan,”kata Pak Hudi,” Masih ada satu yang tertinggal… Wujudnya hitam dan tinggi.”

“Jadi masih ada?”Ari berusaha menahan kekagetannya.

“Waktu itu masih…”kata Pak Hudi dengan suara tetap tenang,”Sekarang sih sudah nggak ada.”

“Sudah nggak ada?” Ari jadi bingung.

“Kayaknya dia sudah keluar dari sekolah kamu,”jawab Pak Hudi

Lihat selengkapnya