Pagi ini, untuk pertama kali, Ari datang ke sekolah langsung menuju ke kelas. Setelah pertemuan dengan Tata kemarin, Ari berusaha untuk menjalani kehidupan normal sebagai pelajar SMU. Apalagi Ari sudah janji pada Tata untuk bisa masuk universitas favorit. Di kelas, Ari berusaha untuk tidak peduli jika Nara dan Wira sudah tidak bicara dengannya lagi. Minimal Ari masih bisa bicara dengan Toha. Malam harinya, Ari belajar lebih awal dan selesai sampai hampir jam sebelas. Lalu ada bunyi notifikasi di ponsel Ari. Ternyata ada kiriman pesan dari Tata. Ari langsung membukanya. Ada foto yang dikirim Tata. Ari heran, itu foto mobil Nara yang sedang parkir di sekolah. Lalu ada coretan : FREAK di pintunya. Sepertinya ada yang mencorat-coret mobil Nara memakai cat semprot. Lalu ada pesan Tata di bawah foto : Ri, ini tadi pagi aku fotoin mobil Nara di parkiran. Tanpa pikir panjang, Ari langsung menghubungi Nara. Tapi dua kali Ari call, Nara tidak mengangkat ponselnya. Lalu Ari menghubungi Wira. Wira pun mengangkat panggilan Ari.
“Halo, Wir,” Ari langsung bicara,” Gue barusan dapat kiriman foto dari Tata… Mobil Nara ada yang corat-coret ya Wir?”
“Emang apa peduli lo Ri,” suara Wira terdengar ogah-ogahan.
“Kalau terjadi sesuatu sama Nara, atau kalian, gue peduli Wir…”
“Kalau lo peduli sama Nara, sudah dari kemarin lo dukung idenya Ri.”
“Wir, kalau gue nggak setuju sama ide Nara, bukan berarti gue nggak peduli sama dia…”
“Udah deh Ri… Gue capek bahas ginian. Gue ngantuk. Mau tidur.”
Lalu Wira menutup ponselnya. Awalnya Ari kaget. Tapi akhirnya dia maklum. Wajar-wajar saja Wira bersikap begitu. Ari merasa bahwa dia masih peduli dengan Nara dan Wira. Dan Ari tahu pada siapa dia harus cari info.
Besoknya, Ari datang pagi-pagi ke sekolah, langsung menemui Pak Min. Pak Min sedang bersiap-siap dengan perkakas kebersihannya. Tanpa basa-basi Ari langsung bertanya tentang rencana Nara dan Wira masuk lorong bawah tanah yang seharusnya dilakukan dua malam yang lalu.
“Tadinya aku mau ikut, Pak Min,”kata Ari berkilah,” Mendadak nggak jadi, soalnya badan meriang.”
Pak Min menatap Ari sebentar. Tentu saja dia tidak akan cerita pada siapa-siapa mengenai apa yang telah dilakukan Nara dan Wira. Tapi Pak Min menganggap, Ari masih bagian dari Nara dan Wira. Lalu Pak Min mengajak Ari ke tempat sepi di dekat pembuangan sampah.
“Gini Ri…” Suara Pak Min pelan,” Malam itu sekitar jam sepuluh, Neng Nara dan Wira jadi masuk ke lorong. Saya jaga di depan… Soalnya mobil Neng Nara kan ada di luar pagar. Trus saya lihat, kalau nggak salah ada tiga atau empat anak di deket mobil Neng Nara,” Pak Min tengak-tengok sebentar, takut ada yang mendengar pembicaraannya.
“Trus gimana, Pak Min?” tanya Ari tidak sabar.