Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #61

Bab 60 : Puluhan Bungkusan Putih di Kebun

Hari ini, saat jam istirahat pertama, Nara ijin pulang dengan alasan badannya kurang sehat. Lalu tiba-tiba Wira menghampiri Ari.

“Ri, bisa bicara?” tanya Wira.

“Bisa,” jawab Ari spontan,” kenapa Wir?”

“Kita bicara di toilet aja Ri.”

“Boleh.”

Ari dan Wira pun pergi ke toilet. Wira sengaja mencari sudut toilet yang sepi.

“Ri, menurut lo, siapa pelakunya?” tanya Wira tanpa basa-basi.

“Yang nyoret mobil Nara sama yang ngambil jaketnya?” Ari tanya balik, karena dia merasa tidak punya jawabannya.

“Iya lah…” Jawab Wira agak kesal dengan basa basi Ari.

“Emm… gue belum tahu Wir…”

“Si Drago bukan pelakunya?”

“Drago…?”

“Iye… Dia kan yang waktu itu kasih surat petisi ke lo.”

“Nggak tahu juga deh Wir…” Kata Ari ragu,” Kita musti selidiki dulu…”

“Udah jelas pelakunya dia!” suara Wira agak keras,” Siapa lagi di sekolah ini yang paling benci sama kita Ri!”

Lalu tanpa basa-basi, Wira langsung meninggalkan Ari. Sepertinya Wira kesal dengan sikap Ari yang dinilainya tidak tegas. Dan Ari belum sempat mengatakan sesuatu untuk menenangkan Wira. Di kelas, Ari masih memikirkan Nara. Dan beberapa kali dia melirik ke Wira. Ari khawatir, Wira akan bertindak gegabah, seperti dulu pernah kejadian saat kasus dengan adik kelas bernama Fatar hingga Wira harus menjalani hukuman skorsing 1 minggu. Dan Ari tidak akan membicarakan masalah Nara dan Wira ini dengan Toha. Ari tahu, Toha akan berusaha menjauh dengan masalah apapun yang berkenaan dengan Nara dan Wira.

Malam hari, saat belajar, Ari masih kepikiran Nara. Sebenarnya Ari merasa kasihan pada Nara. Meskipun Nara anak orang kaya, tapi dia broken home. Bapak ibunya sudah bercerai dan punya keluarga baru sendiri-sendiri. Di tengah Ari mulai membuka bukunya, ponselnya bunyi. Ada panggilan dari Tata. Ari langsung mengangkatnya.

“Halo Ta,”Ari langsung menjawab.

“Halo Ri, lagi belajar ya? Maaf ganggu,” Tata bicara agak buru-buru di ponsel Ari. Ari pikir mungkin Tata takut ketahuan ibunya.

“Ngga apa-apa Ta. Kenapa Ta?”

“Ri, besok siang kita ketemuan lagi yuk. Sama Astri, sama Toha juga.”

“Boleh…”

“Tapi jangan di Kafe Donat lagi. Takutnya Jodi maksa mampir ke kafe. Kita ke rumah Astri aja. Kalau di rumah Astri, Jodi nggak bakal ke sana.”

“Iya boleh…”

“Tapi tadi Astri bilang, dianya malu, katanya karena rumahnya jelek.”

“Nggak apa-apa Ta… Kata Toha, di belakang rumah Astri kebonnya luas. Nanti kamu bisa ngerjain di kebon.”

“Wah, bagus juga idenya Ri. Nanti kita bisa pasang tikar di sana. Ntar aku bujuk si Astri lagi. Nanti kamu telpon Toha juga ya Ri. Suruh si Toha bujuk Astri.”

“Iya Ta.”

Lalu Ari pun menelpon Toha. Toha langsung antusias. Dia optimis bisa membujuk Astri. Dan Ari pun sudah lupa dengan Nara.


Pagi harinya di sekolah, saat Ari baru masuk pintu gerbang, dia melihat kerumunan di dekat lapangan basket. Dari jauh Ari melihat Wira sedang dilerai beberapa murid. Dan tak jauh dari situ ada Drago yang juga dipegangi beberapa murid. Ari bisa lihat muka Drago berdarah. Lalu ada guru pria datang ke kerumunan murid. Tak berapa lama, Wira dibawa guru itu menuju ruang BP. Ari menyusul ke ruang BP. Di depan ruang BP sudah banyak murid berkerumun. Ada beberapa murid berdatangan ingin masuk ruang BP. Ari tahu mereka teman-teman Drago. Beberapa dari mereka adalah pengurus OSIS. Sepertinya mereka tidak terima dengan apa yang dilakukan Wira terhadap Drago. Tapi ada guru BP yang melarang mereka untuk masuk. Lalu guru itu menyuruh murid-murid yang berkerumun untuk bubar dan kembali ke kelas masing-masing. Ari pun harus cepat pergi dari situ, karena beberapa teman Drago sudah mulai menatap Ari dengan penuh kebencian. Mereka tahu, Ari masih satu komplotan dengan Wira.

Lihat selengkapnya