Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #62

Bab 61 : Hantu Bayangan Setinggi Gedung Sekolah

Pagi-pagi, Ari begitu ceria datang ke sekolah. Dari semalam dia tidak bisa berhenti memikirkan tentang rencana jadian dengan Tata. Setelah masuk gerbang sekolah, Ari tidak mengambil jalan yang biasa dia lewati sehari-hari. Dia sengaja lewat jalan di pinggir parkir mobil. Karena dia tahu, sebentar lagi mobil Tata akan parkir tak jauh dari situ. Tak berapa lama, mobil Tata parkir tak jauh dari tempat Ari berjalan. Tata terlihat keluar dari mobilnya. Dia agak kaget begitu melihat Ari. Tapi seketika wajahnya berubah ceria. Senyumnya lebar tersungging. Tapi dia tak mungkin mendekat ke Ari. Begitu juga Ari. Di sana ada sopir Tata. Dan banyak teman Tata yang kenal ibu Tata, tahu kalau Tata dilarang berhubungan dengan Ari. Apalagi dengan cap ‘freak’ yang disematkan ke Ari dan komplotannya. Ari dan Tata tetap berjalan di tempatnya masing-masing. Walau berjalan saling berjauhan, sebentar-sebentar mereka saling lirik dan senyum-senyum sendiri. Lalu tak jauh dari mereka datang tiga murid perempuan yang sepertinya baru keluar dari mobil masing-masing. Mereka teman-teman Tata. Tata pun memberi kode ke Ari untuk berpisah. Dan dengan tangannya dia memberikan kode, nanti dia akan call ke Ari.

Sesampai di kelas, Ari langsung disambut Toha.

“Ri, kapan Tata mau ke rumah Astri lagi?” tanya Toha.

“Emm… Belum tahu Ha, nanti dikabarin sama Tata,” jawab Ari.

“Tapi nanti pasti ke sana kan?” tanya Toha tidak sabar.

“Iya, pasti Ha,” Ari tahu itu. Karena rencana jadian mereka akan berawal dari sana.

Bel masuk pun berdering. Ari lihat bangku Nara kosong. Pertanda Nara tidak masuk lagi hari ini. Juga bangku Wira. Wira masih menjalani hukuman skorsing. Walau hubungan mereka sedang tidak baik, Ari tetap merasa tidak lengkap dengan ketidakhadiran mereka.

Saat pulang sekolah, Ari lewat di depan bekas laboratorium komputer. Ari melihat ruang bawah tanah itu sudah mulai dialihfungsikan sebagai gudang. Pak Min dibantu para tukang sedang sibuk memindahkan barang-barang dari gudang lantai 2. Pertanda lorong di dalam sana sudah ditutup kembali. Ari merasa lega. Jika mengingat kejadian di sana waktu itu, Ari begitu khawatir dengan keselamatan Tata. Bukan tidak mungkin mahluk dari dalam sana akan mencari Tata. Ari selalu berharap, apa yang dibangga-banggakan Toha tentang pagar yang dipasang di sana oleh orang padepokan benar adanya.

Tiba-tiba Ari mencium bau busuk. Dan perasaan Ari mulai tidak enak. Bau busuk pun tercium semakin menyengat. Mendadak Ari harus menahan langkahnya. Karena sesuatu lewat tepat di depannya. Ari melihat bayangan hitam yang berkelebat. Ari agak mundur, berusaha mengamati bayangan tadi. Bayangan itu panjang menjulang ke atas. Ari baru sadar itu bayangan kaki dari sosok hitam yang hampir setinggi gedung sekolah. Dan kaki yang panjang itu terlihat melangkah bersama tukang-tukang yang membawa barang. Sosok bayangan dengan tangan dan jari-jari yang juga panjang itu mengikuti para tukang menuju ruang bawah tanah. Ari melihat sosok itu mulai menyusut saat sudah dekat dengan ruang bawah tanah dan menghilang di sana. Ari sempat terhenyak sebentar. Tapi dia cepat-cepat bersikap normal karena banyak murid lain yang lewat di sekitar situ. Ari pun melanjutkan langkahnya menuju gerbang. Ari pernah lihat sosok bayangan tadi sebelum kejadian di laboratorium waktu itu. Dan Ari ingat, Pak Hudi pernah bilang ada sosok seperti itu yang masih tertinggal waktu orang-orang padepokan membersihkan sekolah mereka. Tapi Ari mulai berpikir untuk tidak menghiraukannya. Dia sudah tidak ambil pusing dengan apa yang dia lihat sekarang. Tapi tetap dia akan gambar untuk Tata. Ini akan menjadi rahasia antara dia dan Tata.

Malam harinya, setelah belajar, Ari sudah siap-siap dengan kertas gambar dan pensilnya. Saat itu ada panggilan dari Tata di ponselnya. Dari tadi memang Ari menunggu-nunggu panggilan Tata. Ari langsung mengangkatnya.

“Halo Ta,” jawab Ari.

“Halo Ri. Lagi belajar ya,” tanya Tata di ponsel Ari.

“Nggak. Udah kelar kok,” jawab Ari.

“Mama aku lagi di rumah bude… “ kata Tata. Suaranya tidak terburu-buru seperti kalau ada ibunya di rumah.

“O, gitu Ta.”

“Iya… Eh Ri, tadi aku tanya Astri, dia bisanya ketemuan besok lusa. Jadi kita ke Gedung Alun-alunnya lusa… Gimana?”

“Iya nggak apa-apa Ta… Nanti aku bawa motor aja ke rumah Astri. Pinjam sama mamaku… Nggak apa-apa kan kamu naik motor.”

“Mmm… Nggak apa-apa deh Ri, asal sama kamu.”

“Nggak usah khawatir Ta… Aku udah jago kok bawa motornya.”

“Iya, aku percaya… Eh Ri, gimana kabarnya si Nara?”

“Si Nara? Emang kenapa Ta?”

“Lah, bukannya dia temen kamu Ri?”

“Nara hari ini dia nggak masuk lagi.”

“Ri… Aku udah baca-baca buku adiknya Pak Riza. Kebanyakan anak kayak kita tuh punya pengalaman di-bully orang. Kalau udah kayak gitu, yang mereka butuhkan itu temen…”

“Terus…”

“Yah, kalau saran aku kamu temuin itu si Nara. Ajak dia bicara, Ri…”

“Lah, dianya yang nggak mau diajak bicara.”

“Yah, wajarlah itu. Kamunya yang harus bisa ngertiin…”

“Mmm, gitu ya Ta… Ok, ok, besok kalau dia belum masuk, aku coba ke rumah deh.”

“Iya Ri. Kasihan… Dia cuman butuh temen.”

Lihat selengkapnya