Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #63

Bab 62 : Ari dan Tata Jadian di Gedung Alun-alun

Hari ini hari yang istimewa buat Ari dan Tata. Mereka sudah merancang rencana jadian mereka, sehari sebelumnya. Setelah melanjutkan pembahasan projek karya ilmiah di rumah Astri nanti, Ari dan Tata akan berangkat ke gedung Alun-alun dari sana. Tentu ibu Tata tahunya Tata sedang di rumah Astri mengerjakan projek karya ilmiah. Rencananya, Ari dan Tata akan naik motor. Ari sudah pinjam jaket dan helm ojek online milik tetangganya agar nanti jika ada yang mengenali Tata di jalan, mereka tahunya Tata sedang naik ojek online. Dan pagi ini di sekolah, Nara sudah masuk sekolah. Nara tahu hari ini Ari dan Tata akan jadian. Dan Ari diam-diam sudah membawa setangkai bunga mawar atas saran Nara. Tak seorangpun tahu, kecuali Nara, Toha dan Astri kalau Ari dan Tata akan jadian.

Siangnya, Ari dan Tata benar-benar berangkat naik motor dari rumah Astri. Toha dan Astri mengantar sampai depan rumah. Mereka ikut senang, sahabat mereka akhirnya jadian juga.

“Eh, kalian mau jadian di mana sih?” Tanya Astri saat Ari dan Tata sudah di atas motor.

“Ada deh…” Jawab Tata sambil bercanda,” Kita maunya ini jadi rahasia buat kita berdua.” Khusus untuk Astri, Tata memang sengaja merahasiakan tempat jadian mereka, walau Toha sebenarnya sudah tahu.

“O, gitu. Romantis banget sih kalian,” kata Astri polos.

Lalu Ari menjalankan motornya meninggalkan Toha dan Astri.


Langit sedikit mendung. Ari meluncurkan motornya di antara kendaraan lain di jalan menuju Gedung Alun-alun. Ini pengalaman pertama buat Ari naik motor bersama seorang anak perempuan dan juga buat Tata memboceng motor bersama anak laki-laki. Mereka pun masih was-was, kalau-kalau ada yang mengenali mereka, walau sudah pakai helm dengan penutup di bagian muka. Tapi buat Tata ini merupakan sensasi baru setelah selama ini kemana-mana dia hanya naik mobilnya atau naik taxi. Sekarang berama Ari, dia bisa merasakan deru angin dan hiruk pikuk kota saat mereka melintas di jalanan.

Sesampai di gedung Alun-alun, Ari memarkir motornya di tempat parkir liar dekat situ. Ari dan Tata pun masuk ke halaman depan. Di salah satu sudut halaman, sudah ada kerumunan crew yang tampaknya akan membuat acara uji nyali nanti malam. Ari dan Tata berjalan berdua sembari mengamati gedung tua di depan mereka. Sebenarnya dari sejak masuk halaman tadi perasaan Ari tidak enak. Tapi dia berusaha tak menghiraukannya. Karena dia tidak mau kehilangan momen bisa berjalan berdua bersama Tata. Ari sempat melirik kalung perak yang masih melingkar di leher Tata.

“Kamu lihat sesuatu, Ri?” Tanya Tata, tapi mukanya sambil senyum-senyum.

“Enggak, nggak ada apa-apa kok,” jawab Ari, walau tadi sempat sekilas terlihat bayangan-bayangan hitam berkelebatan di antara deretan jendela yang besar-besar.

Tata tahu, Ari bohong untuk menenangkan dirinya. Tapi dengan begitu, Tata malah bertambah senang.

“Kamu yakin?” kata Ari ke Tata sebelum mereka memasuki gedung. Ari tidak masalah kalau Tata membatalkan rencana mereka, karena dia tahu apa yang ada di dalam gedung sana.

Tata menganggukkan kepalanya berkali-kali dengan mata berbinar-binar, tanda dia sudah tidak ragu lagi dengan rencana mereka. Dan mereka pun melangkahkan kakinya memasuki gedung tua itu. Atap gedung itu tinggi. Disana-sini banyak ornamen jaman Belanda yang sudah tidak terawat. Ari sengaja mengajak Tata menghindari jalan ke arah ruang bawah tanah. Karena di lobby gedung saja Ari sudah melihat bayangan-bayangan orang yang merangkak di langit-langit. Tetapi Tata ternyata menikmati ketegangan di wajah Ari sembari memegangi bandul kalungnya. Lalu Ari melihat sosok hitam setinggi gedung tak jauh dari mereka berdiri. Ari pun memandang ke Tata.

“Kamu takut?” Tanya Ari.

“Enggak…” Jawab Tata,” Kan ada kamu…”

Ari tahu, Tata masih memakai kalungnya. Tetapi tetap saja dia merasa was-was. Lalu Ari menggandeng Tata dan mengajaknya menuju tangga ke atas.

“Kita naik tangga itu aja,” kata Ari. Dia merasa di atas sana suasananya lebih menenangkan.

“Ok…” kata Tata menurut. Dia akan menurut kemana saja Ari akan membawanya.

Mereka pun mulai menaiki tangga lebar yang memutar. Ari merasa bayangan yang merangkak di langit-langit semakin banyak. Dan sepertinya sosok hitam besar di belakang mulai mendekat. Ari pun mengeratkan genggamannya ke tangan Tata dan Tata pun membalasnya lebih erat. Ari menuntun Tata berjalan agar lebih cepat sampai ke atas. Dan sesampai di atas, suasana redup pun berubah terang. Sinar matahari begitu cerah. Ternyata mereka berdua telah sampai di puncak menara. Mereka bisa melihat suasana alun-alun dengan leluasa. Tata pun merapatkan berdirinya di pinggir salah lubang jendela yang besar. Dia takjub dengan pemandangan yang bisa dia lihat dari puncak menara.

“Bagus sekali Ri, pemandangannya,” kata Tata sembari menikmati angin sore yang menerpa wajah dan rambutnya.

Ari lega Tata akhirnya bisa menikmati tempat ini juga, walau dia masih was-was dengan apa yang ada di bawah tadi. Dan Ari merasa ini saatnya dia harus memberikan setangkai bunga mawar yang dia bawa buat Tata. Ari cepat-cepat mengeluarkan bunga itu. Tapi ada yang aneh buat Ari. Dia mengeluarkan bungan mawar, tapi yang tercium di tempat itu malah bunga melati. Ari pun berusaha untuk tidak menghiraukannya, karena Tata sudah terlanjur melihatnya menggenggam setangkai bunga itu.

“Ini buat kamu Ta,” kata Ari menyerahkan bunga itu ke Tata. Dan Ari semakin kuat mencium bau bunga melati.

Tata langsung menerima bunga itu dan menciumnya dalam-dalam sembari tak berhenti menatap Ari. Dan Ari merasa ada sosok lain bersama mereka di tempat itu.

“Berarti kita jadian ya Ri,” kata Tata berbunga-bunga.

“Iya, kita jadian Ta…” kata Ari.

“Kita nggak akan terpisahkan kan Ri,” kata Tata dengan muka berharap.

“Iya Ta, kita nggak akan terpisahkan…” Kata Ari serius.

Lalu Ari terdiam sebentar. Karena lama-lama dia bisa melihat jelas sosok yang ternyata dari tadi memperhatikan mereka berdua.

“Ada apa Ri?” Tanya Tata setengah berbisik, setelah melihat perubahan wajah Ari.

Ari masih diam. Dia ragu untuk bercerita ke Tata.

“Kamu lihat sesuatu?” Tanya Tata.

“Iya…” jawab Ari sembari melirik arah samping kirinya.

Tata berusaha melihat ke sana, tapi dia tidak melihat apa-apa. Tata tahu, itu karena kalung yang dipakainya.

Lihat selengkapnya