Hari ini, saat jam istirahat pertama, Ari bertemu lagi dengan Tata di belakang rumah Pak Min. Ari pun menceritakan hantu dari Gedung Alun-alun yang muncul di kamarnya tadi malam.
“Kayaknya dia suka sama kamu deh Ri,” kata Tata, “Gimana kalau dia mau ngikut kamu Ri?” Tata masih ingat dulu dia pernah juga diikuti hantu perempuan di mobilnya.
“Nggak tahu deh Ta,” jawab Ari, “Dia cuman kasih tahu namanya Belinda.”
“Trus gimana kalau dia naksir kamu Ri?”
“Emang bisa begitu…?” tanya Ari yang agak kesal karena pertanyaan Tata yang aneh-aneh.
“Emmm… Mungkin dia ingin bilang sesuatu ke kamu Ri…” Kata Tata menutupi salah tingkahnya karena sudah tanya yang aneh-aneh.
“Iya, mungkin juga sih Ta…”
“Ntar kalau dia datang lagi, coba tanya dia mau apa Ri…”
“Iya, ntar kutanyain Ta,” tapi Ari masih ragu, apakah dia seberani itu untuk bicara dengan hantu yang bernama Belinda.
Lalu Ari dan Tata melihat pintu yang terhubung ke toilet perempuan agak terbuka. Ari dan Tata sedikit kaget. Mereka kira itu Pak Min. Ternyata Nara yang masuk dari pintu. Pelan Nara menutup pintu itu lagi. Lalu Nara berdiri di depan Ari dan Tata dengan muka terlihat linglung.
“Kenapa Ra?” Tanya Ari was-was.
“Ri…” Sepertinya Nara susah untuk meneruskan kata-katanya.
“Kenapa sih Ra?” Tanya Ari lagi.
“Gue… Sama Wira udah putus Ri…” wajah Nara terlihat sendu dan matanya mulai berair.
Ari pun memberikan tempat duduknya ke Nara, karena Nara terlihat sudah tidak berdiri tegak lagi. Nara pun duduk di sebelah Tata. Air mulai menetes dari matanya.
“Si Wira itu… sudah dijohin Ri…” kata Nara menahan sesenggukan,” Kemarin calonnya nelpon gue… Di bilang gue jalang… tukang ngrebut jodoh orang… Trus gue dituduh ngajak-ngajak cari ilmu gaib yang ngga jelas… Gue dituduh yang bikin Wira dikeluarin dari sekolah…” Tangis Nara pun akhirnya tumpah juga.
Melihat Nara, Ari benar-benar merasa kasihan. Ari tahu, Nara anak broken home. Ari sudah mau mengulurkan tangannya, tapi dia urungkan. Tata pun melihat ke Ari. Dia menatap Ari sebentar, lalu dia berusaha untuk memeluk Nara yang ada di sebelahnya. Tangis Nara pun akhirnya tumpah di pundak Tata.
“Memang kurang ajar itu si Wira…” kata Ari geram. Dia tahu kalau Wira sudah dijodohin. Dari awal dia sudah wanti-wanti Wira untuk tidak main-main dengan Nara,”Ntar kalau ketemu, gue mau dia tanggung jawab.”