Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #72

Bab 71 : Daun Kelor untuk Hantu Bayangan

Sudah tiga kali, Ari, Toha, Wira dan Nara, bolak-balik keluar masuk ke dalam sekolah. Tapi semakin siang, makin bertambah saja murid yang kesurupan. Sementara banyak murid yang ketakutan ingin cepat-cepat pulang. Tapi pengumuman resmi dari kepala sekolah, tidak boleh ada yang keluar dari sekolah sebelum jam sekolah berakhir seperti biasanya. Akhirnya, Ari dan teman-temannya memutuskan untuk menunggu di mobil Nara saja. Mereka merasa hantu bayangan sudah membuat semua ini terjadi. Banyak murid-murid yang jadi bulan-bulanan hantu-hantu yang sekarang sedang bersliweran di dalam sekolah. Hantu bayangan sepertinya sudah menguasai sekolah mereka. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan Pak Suman, kecuali Ari dan teman-temannya. Tapi Ari lega, teman-teman sekelas mereka sudah keluar dari sekolah. Untung mereka punya ketua kelas seperti Kocik yang berani mengajak teman-teman sekelasnya nekat keluar sekolah.

Dan akhirnya, tepat jam satu, murid-murid diperbolehkan pulang. Mereka pun berlarian menuju gerbang. Banyak murid menelpon orang tua mereka minta dijemput. Beberapa murid masih ada di dalam sekolah karena harus dirawat akibat kesurupan. Di halaman, terlihat Jodi dijemput kedua orang tuanya. Jodi dibantu berjalan oleh kedua orang tuanya menuju mobil mereka. Wajah Jodi tampak pucat. Beberapa kali dia muntah-muntah. Banyak orang tua murid yang datang menjemput anaknya melayangkan protes pada guru-guru karena situasi sekolah yang membuat anak-anak mereka ketakutan. Bukan tak mungkin anak-anak mereka akan trauma untuk belajar lagi di sekolah ini.

Ari dan teman-temannya merasa harus cepat-cepat menyusun rencana. Karena hanya mereka berempat yang tahu situasinya.

“Coba call Lisa lagi Ri,”cetus Wira.

Ari langsung menghubungi nomor Lisa. Dan tak lama Lisa mengangkatnya.

“Halo Kak Ari,” Lisa langsung menjawab di ponsel Ari.

“Halo Lisa,” jawab Ari,” ganggu nggak?”

“Nggak kok,” jawab Lisa dengan suara ceria.

“Kamu lagi di mana?”

“Ini udah di rumah,” jawab Lisa,” Baru pulang sekolah.”

“Aku mau tanya-tanya dong Lisa…”

“Tanya apa Kak Ari…? Hantu yang bayangan itu ya?”

“Iya Lisa… Di sekolah situasinya lagi genting.”

“Eh, Kak Ari… Ini kebetulan lagi ada Bi Tumi… Dia tahu banyak tentang hantu yang dimaksud Kak Ari. Kak Ari mau bicara sama dia?”

“Mmm, boleh deh Lisa.”

Lalu beberapa saat terdengar pembicaraan Lisa dan Bi Tumi. Dan Bi Tumi kini yang memegang ponsel Lisa.

“Halo… Ini Mas Ari ya?” suara Bi Tumi terdengar masih kaku di ponsel Ari.

“Iya Bi Tumi… Maaf ganggu… Mau tanya hantu yang katanya dulu nangkepnya pakai daun kelor…”

“Iya tuh Mas Ari, dulu hantu itu susah banget ditangkepnya sama neneknya Mbak Lisa. Dia bisa nyaru jadi siapa aja. Tapi kalau orang yang punya kesaktian, meskipun lagi nyaru, tapi bisa dilihat kakinya nggak ada. Itu hantu pinter banget… Maksud saya culas banget… Dia bisa ngajak hantu-hantu yang lain untuk ngikutin dia. Kata neneknya Mbak Lisa, itu hantu kalau pengikutnya makin banyak, dia makin kuat, badannya bisa jadi tinggi banget. Kalau dikasih daun kelor, dia nggak bisa nyaru lagi, nggak bisa ngapa-ngapain lagi, gampang diambil sama neneknya Mbak Lisa.”

“Terus cara pakai daun kelornya gimana Bi Tumi?”

“Ya neneknya Mbak Lisa dulu tinggal disabetin aja ke hantunya…”

“Lha terus, nyarinya hantunya gimana Bi Tumi?”

“Nggak usah dicari Mas Ari… Dia akan nyari daun kelor itu sendiri… Makanya, maaf, sebelumnya daunnya musti dikasih pipis dulu sama perempuan yang masih perawan… Dulu yang disuruh pipis Mbak Lisa, waktu Mbak Lisa masih kecil.”

Ari merasa dia sudah cukup mendapatkan info. Lalu dia berterimakasih pada Bi Tumi dan berpamitan dengan Lisa. Ari pun menceritakannya ke Toha, Wira dan Nara.

“Jadi pertama kita harus cari daun kelor dulu,” cetus Ari.

“Tapi kan tetep kita butuh orang padepokan,” potong Toha,” Terus kalau memang dia udah dikasih daun kelor, terus nanti siapa yang akan narik dia?”

“Iya bener juga lo Ha…” kata Ari.

“Kita datangin aja dah ke padepokan,” kata Toha,” Kita ceritaiin aja situasi sekolah kita.”

Beberapa saat mereka berempat terdiam. Memang tidak semudah itu untuk minta tolong orang padepokan. Belum tentu kata-kata mereka akan dipercaya oleh orang padepokan. Kalaupun mereka percaya, mestinya harus ada perintah resmi dari pihak sekolah. Dan Pak Riza sudah dikeluarkan dari sekolah.

“Kita nekat aja ke sana,” kata Wira,” Itu satu-satunya yang bisa kita lakukan.”

“Terus, mengenai daun kelor yang dikasih pipis gimana?” tanya Toha sembari menatap Ari.

Ari tahu tatapan Toha. Dia segera menghubungi nomor Tata. Lalu dia ceritakan ke Tata tentang rencana mereka.

“Maaf ya Ta, kita minta tolong buat pipis… Eh maksud aku, kamu nanti pipis di daun kelornya ya,” kata Ari dengan nada gugup.

“Emang harus gitu ya Ri?” tanya Tata. Bukannya dia tidak percaya. Tata cuma minta kepastian ke Ari.

“Iya sih Ta…” kata Ari takut-takut,” Tapi kalau kamunya ngga mau ya ngga apa-apa sih…”

Lihat selengkapnya