Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #77

Bab 76 : Ari Bertemu Kakeknya

Pagi-pagi di sekolah, Ari langsung menemui Nara di tempat parkir. Ari bilang ke Nara, sementara dia akan fokus belajar dulu buat Ujian Akhir Semester minggu depan.

“Ah, nggak asik lo Ri. Gue udah semangat-semangat, lo nya begitu,” kata Nara dengan muka kecewa.

“Ra, setelah ujian nanti kita lanjutkan lagi investigasi kita, ok?” Ari mencoba membujuk Nara.

“Lo nggak sayang sama papa lo Ri?” tanya Nara ketus.

Ari hanya memandangi Nara. Pertanyaan Nara sudah tidak relevan buat Ari.

“Ok Ri, kalau gitu terserah lo. Gue akan jalan sendiri. Gue masih peduli sama keluarga gue. Sama om ipar gue.” Lalu Nara pergi begitu saja meninggalkan Ari.

Ari membiarkan saja Nara begitu. Dia sudah tahu tabiat Nara. Bagi Ari sekarang, janjinya pada Tata untuk masuk universitas favorit menjadi yang terpenting. Dan selama sisa minggu ini Ari benar-benar fokus belajar. Dan Tata selalu menelpon Ari di tengah Ari sedang belajar. Semangat Ari pun semakin berlipat setelah ditelpon Tata. Selama Ujian Akhir Semester, Ari tidak begitu kesulitan mengerjakannya. Toha dan Wira kadang mengeluh kesulitan setelah keluar dari ujian. Sedang Nara, seringkali buru-buru meninggalkan kelas dengan wajah bersungut. Kadang Ari ingin bicara ke Nara, tapi sepertinya Nara sedang sengaja menghindarinya. Tapi Ari tidak terlalu khawatir. Sehabis ujian ini dia akan mendatangi Nara. Karena toh buat Ari, urusan kematian bapaknya masih jauh dari jangkauannya.

Hari terakhir ujian telah selesai. Ari yang pertama keluar dari kelasnya. Ari merasa lega karena sudah melewati ujian selama seminggu ini. Di lubuk hatinya, dia begitu berterimakasih pada Tata yang selalu menyemangatinya. Belum pernah selama dia sekolah disini, bisa melewati ujian dengan begitu lancar. Selintas dia berpikir untuk menemui Nara siang ini juga, tapi dia urungkan. Dia ingin ke kuburan bapaknya dulu. Entah kenapa dia merasa perlu mendatangi kuburan bapaknya.

***

Menjelang sore, terpaan angin makin terasa. Bunyi gesekan dahan kering mulai terdengar. Ari ada di depan kuburan bapaknya. Sudah hampir satu jam dia berdiri di sana. Ari sempat mengingat saat bapaknya meminta maaf sebelum kematiannya. Bapaknya minta maaf karena sebelumnya tidak percaya pada Ari. Dan Ari tidak pernah percaya bapaknya bunuh diri kalau bukan karena ada sesuatu yang mempengaruhinya. Sesuatu yang gambarnya Ari simpan di dalam tasnya. Hantu perempuan dengan lidah menjulur. Lalu Ari melihat seseorang berjalan tak jauh darinya. Perasaan Ari biasa saja, tanda itu benar-benar orang, bukan hantu. Mungkin penjaga kuburan sini, sangka Ari. Tapi orang itu kini sedang mendekatinya. Dan Ari tak menyangka, orang itu sudah ada di hadapannya. Seseorang kakek dengan baju adat Jawa. Di sebelah matanya ada bekas luka. Ari ingat, dia kakek-kakek yang pernah ada di mimpinya. Belinda bilang dia kakeknya.

“Jangan takut Ari… Saya ini kakekmu,” orang tua itu bicara dengan suara tenang.

Ari masih menatap orang tua di hadapannya.

“Maafkan kakekmu ini. Kakek baru bisa menemui kamu sekarang. Setelah hari dimana kamu lahir, baru sekarang kakek bisa menemui kamu. Tapi memang sudah saatnya kakek harus ketemu kamu.”

Ari belum bisa berkata apa-apa. Ari memang sering mendengar cerita tentang kakeknya dari ibunya. Tapi melihat orang tua itu kini ada di hadapannya, membuat Ari sedikit tidak percaya.

“Iya Ari. Waktu kamu lahir, kakek ada di sana. Memastikan kamu hidup… Kakek tahu, keajaiban akan terjadi malam itu… Malam itu, takdir menentukan kamu tetap hidup.”

Ari hanya memandangi kakek-kakek di depannya yang seperti sedang mengingat sesuatu yang telah lalu.

“Kakek mengerti, kalau ibu kamu tidak suka sama kakek… Itu salah kakek… Kakek telah menyia-nyiakan hidupnya. Kakek telah menyakiti nenek kamu dengan mengikuti takdir kakek sendiri… Tapi kakek bersyukur, ibu kamu dapat laki-laki penyayang dan bertanggung jawab. Sampai sesuatu telah terjadi…”

Kakek-kakek di depan Ari wajahnya tertunduk. Ari bisa melihat kesedihan di sana.

“Maafkan kakek, Ari… Waktu itu kakek tidak bisa turun ke sini… Kakek tidak bisa mencegah kematian bapak kamu…”

Ari pun mulai serius. Karena kakek itu sudah mulai bicara tentang kematian bapaknya.

“Ari tidak percaya papa bunuh diri. Ada sesuatu yang mempengaruhinya…” Ari sudah tidak sabar untuk mengatakan sesuatu.

Lihat selengkapnya