Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #84

Bab 83 : Hantu Perempuan Petugas Hotel

Bus mulai melaju kencang saat meninggalkan kota. Suasana di dalam bus tetap saja riuh. Beberapa anak tak berhenti bernyanyi. Beberapa lagi selalu bercanda. Kadang Pak Riza kewalahan memberi peringatan saat mereka sudah kelewatan. Ari dan Wira hanya memandangi kelakuan teman-teman sekelasnya. Sesekali Ari memandangi tas kecil yang dibawa Wira.

“Lo bawa cincin ya Wir?” tanya Ari setengah berbisik.

“Iya… Lo bisa lihat?” Wira balik tanya.

Ari mengangguk. Beberapa kali tadi dia melihat bayangan putih keluar masuk tas Wira.

“Lo nggak kasih ke Nara kan?” tanya Ari.

“Nggak lah,” Jawab Wira.

“Kenapa lo nggak jadian lagi sama Nara?” tanya Ari sok ingin tahu.

“Musti gue jelasin?” kata Wira kesal.

“Jadi perasaan lo sama Nara gimana?”

“Tahu deh Ri.”

“Kasihan Nara Wir… Gue pengennya lo jadian sama Nara lagi.”

Ari tidak bisa membayangkan kalau Nara jadian sama Bang Yudha. Bang Yudha kan umurnya jauh di atas Nara.

“Lo mah enak ngomong… Gue yang ngejalanin puyeng,” Kata Wira setengah curhat.

Lalu Nara muncul dari balik bangku di depan.

“Ri, lo gantian sama Toha deh ke sini,” kata Nara dengan nada kesal.

“Kenapa emang?” tanya Ari.

“Si Toha nih, nggak asik orangnya,” jawab Nara,” Nggak bisa diajak ngobrol. Kerjaannya chatting mulu sama Astri.”

“Mmm… Gitu. Mending Wira aja yang ke situ, gimana?” tanya Ari.

Nara langsung melotot galak ke Ari.

“Ok… Ok… Gue ke situ,” kata Ari mengalah.

Lalu Nara menyuruh Toha pindah ke belakang. Toha cuek saja sembari tak berhenti chatting dengan Astri. Ari sempat melirik Wira. Wira diam tapi wajahnya terlihat sewot.

“Lo ok kan Ri?” tanya Nara begitu Ari duduk di sebelahnya.

“Gue ok Ra,” jawab Ari polos.

“Eh Ri, gue mau cerita ke lo soal yang gue tanya masalah bola api ke Bang Yudha…” kata Nara yang sengaja memelankan suaranya.

“Kenapa kita nggak bahas aja berempat?” tanya Ari.

“Males ah gue. Kalau gue cerita soal Bang Yudha, Wira suka sewot,” jawab Nara,” Si Wira mah baperan orangnya, Nggak kayak lo Ri.”

“Jadi gimana ceritanya Ra?”

“Kata Bang Yudha, kalau dia sampai bisa terbang berarti dia itu udah masuk ke sekokah kita Ri…”

“Nah kan Ra, apa gue bilang.”

“Terus katanya lagi, kalau yang kayak ginian dia musti tanya dulu ke gurunya…”

Benar apa yang Ari kira. Hantu bola api ini akan lebih menyeramkan dari yang lain-lain yang pernah masuk ke sekolah. Bang Yudha saja sampai harus tanya ke gurunya. Hantu lidah menjulur ada di kepalanya lagi. Ari berusaha ingat kata-kata Tata. Sesekali dia ambil nafas dalam-dalam.

“Ri, lo yakin, bola api itu hantu yang bikin papa lo meninggal?” tanya Nara datar.

Lama Ari diam. Ari baru sadar, dia tidak punya jawaban atas pertanyaan Nara.

“Mmm… Nggak tahu juga deh Ra…” jawab Ari sambil memegangi kepalanya, berusaha menenangkan dirinya,”Mendingan kita tunggu aja sampai kita ketemu lagi sama Pak Riza dan Kak Karin.”

“iya sih… Tapi lo ok kan?” tanya Nara sekali lagi, karena baru tadi Nara lihat Ari seperti orang gila saat melihat bola api.

Ari mengangguk pelan, tapi pikirannya sedang kemana-mana. Nara sepertinya harus membiarkan Ari dengan kegalauannya.

“Eh Ra… Tahu nggak lo?” Ari bersuara setelah tadi lama diam.

“Kenapa Ri?” tanya Nara berusaha menanggapi.

“Ra Lo perhatiin nggak? Bola api itu berputar-putar dimana?”

“Di atas atap maksud lo?”

“Iya di atas atap… Tapi di bawahnya ruang apa?”

Lihat selengkapnya