Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #86

Bab 85 : Kehebohan di Aula Hotel

Ari, Tata, Nara, Wira, Toha, Astri dan Pak Riza menggunakan mobil carteran balik ke hotel tempat mereka menginap. Mereka tidak bisa mengikuti jadwal study tour hari ini. Di dalam mobil tidak ada yang bicara. Terutama karena ada Pak Riza. Sesampai di hotel, sudah jam makan siang dan pihak hotel tidak menyediakan fasilitas makan siang. Tata menawarkan mentraktir yang lain untuk menebus rasa bersalahnya. Dia merasa, karena dia, yang lain jadi tidak bisa mengikuti jadwal study tour hari ini. Dan mereka harus mengeluarkan uang sendiri untuk makan siang. Nara usul untuk mencarter mobil dari hotel. Lalu berenam mereka naik mobil keluar hotel. Wira yang pegang setir. Ari ada di sebelahnya. Tata dan Nara ada di bangku tengah. Toha dan Astri di bangku belakang. Tak tanggung-tanggung, Tata memilih restoran yang mahal buat mereka hingga Ari dan yang lain jadi canggung masuk restoran. Tapi begitu semua makanan sudah tersedia, mereka makan begitu lahap sampai dilihatin pengunjung restoran yang lain. Tapi Tata justru senang karena merasa telah menebus kesalahannya. Ari pun mengucapkan terimakasih pada yang lain karena telah menunggu mereka saat dia dan Tata hilang di objek wisata tadi.

“Santai Bro, kita ini kan masih satu komplotan,” kata Wira sembari mengambil lauk lagi.

“Emang disana tadi hantunya kayak gimana Ri,” tanya Toha dengan mulut penuh makanan,” Gambar dong Ri, biar kita semua tahu.”

Yang lain pun jadi melotot ke Toha. Karena di sana ada Astri yang memang sebelumnya tidak tahu apa-apa.

“Tenang Gaes, gue udah cerita semua ke Astri,” kata Toha,”Dan Astri udah menerima gue apa adanya,” kata Toha sok bangga.

Dan Ari baru sadar. Akhir-akhir ini Ari hanya menggambar buat Tata. Sepertinya kali ini dia tidak perlu menggambar buat Tata.

“Ta, tadi kamu lihat mereka?” tanya Ari.

“Iya Ri,” jawab Tata.

Ari jadi khawatir, di alam lain tetap saja Tata bisa melihat mereka walau masih memakai kalungnya. Beruntung mereka tidak bisa melihat Tata.

“Ri, yang lain pada nunggu tuh,” kata Tata menegur Ari yang dari tadi masih bengong.

Ari menatap Tata sebentar. Tata seperti biasa saja. Ari tidak melihat wajah takut Tata seperti saat mereka hilang tadi. Ari pikir, lama-lama Tata terbiasa dengan apa yang dialaminya.

“Udah, tuan putrinya nggak usah dipikirin mulu,” kata Toha bercanda,”Dia udah selamat, tanpa kurang satu apapun, sekarang waktunya gambar.”

Nara sempat melirik ke Ari. Dia sadar, sampai kapan pun Ari akan selalu memikirkan Tata. Lalu Ari mengambil buku dan pensil yang selalu ada di tas kecilnya. Dia gambar sekumpulan sosok seperti kera yang sedang membaui sesuatu. Di belakangnya ada satu sosok besar berbulu, bertaring panjang dengan mata melotot. Di belakangnya lagi ada bangunan candi yang besar.

Satu persatu mereka melihat gambar Ari. Astri yang paling lama mengamati gambar itu.

“Nggak nyangka aku punya temen-temen indigo kayak kalian,” kata Astri,” Gara-gara Toha cerita-cerita tentang kalian, aku jadi banyak baca-baca artikel tentang anak indigo. Katanya anak-anak seperti kalian punya kemampuan memposisikan gelombang otak kalian di gelombang Teta, makanya kalian bisa melihat hantu.”

Ari, Toha, Wira dan Nara jadi bengong mendengar kata-kata Astri yang terdengar rumit. Kecuali Tata.

“Iya, aku juga baca di bukunya Kak Karin,” kata Tata,” Dia juga banyak membahas tentang gelombang otak.”

“Wah gini nih kalau anak-anak pinter ngobrol,” Toha menyela,” Kata-katanya susah-susah…”

“Ih, kamu gimana sih Ha,” kata Astri,”Kamu musti tahu kondisi kalian kayak gimana…”

“Gue tahunya bisa lihat hantu sama lihat kamu…” kata Toha bercanda.

Astri jadi kesal dan mulai mengacak-acak rambut Toha yang keriting. Tata tertawa lepas melihat kekonyolan Toha dan Astri.

“Ngomong-ngomong, Ari bukan cuma lihat hantu,”cetus Wira yang justru sebel dengan kekonyolan Toha,” Ari juga bisa masuk ke alam lain. Kapan-kapan boleh dong kita-kita diajak…”

Yang lain pun jadi tertawa. Tapi Ari malah terlihat tambah serius.

“Itu bukan tempat untuk main-main…” kata Ari datar,” Kadang kita nggak tahu kita ada dimana… Beruntung kalau kita masih bisa keluar. Dan banyak orang bisa berbuat jahat di sana,” suara Ari terdengar parau. Matanya mulai berkaca-kaca.

Yang lain pun jadi berhenti bercanda. Mereka sedikit heran dengan perubahan sikap Ari. Dan Ari baru sadar, dia bicara terlalu melibatkan emosi. Barusan tadi dia teringat bapaknya. Ari jadi malu terlihat seperti itu di depan teman-temannya. Ari pun beranjak pergi dari tempat duduknya. Nara benar-benar memahami perasaan Ari. Dia tahu, paman iparnya yang jahat tehadap bapak Ari. Nara ingin mengejar Ari, tapi Tata lebih dulu berlari menuju pintu samping restoran dimana Ari tadi keluar. Di samping restoran ada taman. Ari terihat berdiri di sudut taman.

“Ari!” Tata berjalan mendekati Ari yang berdiri membelakanginya.

“Ari!” desis Tata lagi, karena Ari yang sudah di hadapannya masih membelakanginya.

“Ari!” Tata harus menarik lengan Ari, memaksa Ari untuk membalik badannya.

Walau mereka sudah berhadap-hadapan tapi kepala Ari masih tertunduk.

“Sori Ta, aku tadi merusak acara kalian disana…” kata Ari lirih, kepalanya masih tertunduk.

Lihat selengkapnya