Tour hari kedua, Ari tidak bersama Tata di objek wisata. Mereka tidak ingin kejadian di hari pertama terulang lagi. Tapi sering Ari mencari Tata di antara teman-teman sekelasnya. Dan Tata hanya bisa melempar senyum dari jauh. Ari ingin memastikan Tata baik-baik saja, karena banyak tempat keramat di objek-objek wisata yang mereka kunjungi. Akhirnya Ari jalan berempat bersama Toha, Wira dan Nara. Nara lebih sering sibuk sendiri dengan kameranya. Nara paling sebel kalau disuruh memotret ketiga teman cowoknya yang susah untuk diatur posenya. Kadang diam-diam Nara mengambil gambar Ari sendiri.
Saat sore tiba, rombongan tour sudah meninggalkan objek wisata terakhir. Sampai di hotel, hari menjelang malam. Setelah makan malam, rencananya rombongan akan bertolak pulang. Makan malam kali ini tanpa pertunjukan. Dan keadaan sepertinya aman-aman saja meski banyak murid yang masih trauma dengan kejadian kemarin. Dari tadi Tata mencari ibu petugas hotel yang melindunginya kemarin. Dia belum mengucapkan terimakasih. Tapi malam ini dia tidak melihat ibu itu.
Jam 9 malam satu per satu bus keluar dari hotel. Bus pertama yang keluar rombongan kelas 12-1, kelas Tata dan Astri. Bus kelas Ari keluar paling akhir. Nara tetap tidak mau sebangku dengan Toha. Apalagi Wira. Akhirnya Ari yang sebangku dengan Nara.
“Ri, lo ntar masih mau nyari tahu tentang hantu lidah menjulur yang ada di gambar lo?” Nara membuka pembicaraan setelah tadi mereka lama diam.
“Tahu deh Ra,” kata Ari,”Gue sebenernya penasaran sama bola api di sekolah, tapi kita sekarang udah kelas 12 Ra, bentar lagi Ujian Nasional… Ntar apa kata Pak Riza sama Kak Karin aja deh… Lo masih penasaran sama meninggalnya paman lo?”
“Mmm… Ya gitu deh… Gue nggak enak sama lo… Semua kan gara-gara paman gue,” jawab Nara,” Lo kalau butuh info apa-apa, bilang aja ke gue,” Nara berharap Ari masih mau cari info karena dengan begitu dia akan selalu dekat dengan Ari.
“Iya Ra,”jawab Ari,” Nggak usah dipikirin juga Ra… Apa yang paman lo lakuin nggak ada hubungannya sama lo… Mending kita fokus belajar aja…” Ari selalu ingat janjinya ke Tata untuk bisa masuk universitas favorit,” Ntar kita musti bisa masuk universitas favorit Ra… Biar kita selalu bisa sama-sama terus… Gue, lo, Toha sama Wira…” Dan tentunya Tata, yang Ari tidak akan mungkin bisa berpisah.
“Iya Ri…” kata Nara. Tapi dia ragu untuk bisa masuk universitas favorit,” Eh Ri, Lo ntar bilang nggak ke Pak Riza dan Kak Karin ada sesuatu ditanam di ruang kepala sekolah.”
“Ya pasti lah Ra,”jawab Ari,”Sekarang ini kita harus percaya sama Pak Riza dan Kak Karin…”
Lalu Nara selalu mencoba membuka pembicaraan yang tidak jauh-jauh dari masalah hantu. Karena dengan begitu dia selalu bisa merasa dekat dengan Ari. Terlebih lampu di dalam bus sudah dimatikan dan kebanyakan murid-murid sudah tertidur karena kecapekan. Dan Ari selalu menanggapi apa yang Nara bicarakan. Di sepanjang perjalanan, Ari dan Tata tak berhenti saling bicara, menghabiskan malam ini hanya berdua.
Rombongan study tour sudah menyeberang dengan kapal Ferry. Ari dan Nara masih tidak berhenti ngobrol. Hingga waktu menunjuk jam 12 malam, bus mulai melewati hutan lebat. Di kanan kiri hanya terlihat gelap rimbunan pohon. Sesekali Ari melirik ke arah jendela. Gugusan pohon di luar sana begitu rapat dan mencekam. Kadang Ari melihat di antara gelap batang-batang pohon itu ada rombongan yang berjalan membawa obor. Ari pun melirik ke Nara, karena sudah kesekian kali dia melihat hal yang sama.
“Iya Ri, gue juga lihat,” desis Nara.
Tak berapa lama bus melambat dan menepi di pinggir jalan. Sopir mematikan mesin bus. Kernetnya pun keluar dari bus. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di depan. Ari berdiri untuk melihat apa yang terjadi. Tapi Ari hanya melihat gelap jalanan dan kerlap-kerlip lampu sign bus-bus di depan yang berhenti di pinggir jalan. Lalu kernet terlihat masuk lagi ke bus.
“Bus paling depan nabrak binatang,” kata kernet ke sopir bus,”Nggak tahu anjing, nggak tahu kijang… Tapi kalau anjing, badannya kok gede banget.”
“Ada-ada aja… Mana ada anjing di hutan kayak gini…” kata sopir bus.
“Anjing hutan kali…Badannya kelindes, susah dikeluarin,” tambah kernet,” Kayaknya udah kebelah dua tuh badannya.”
Toha dan Wira jadi bangun. Melihat Ari dan Nara berdiri di bangku depan mereka, mereka jadi ikut berdiri.
“Ada apa Ri?” tanya Toha.
“Bus paling depan nabrak binatang,” jawab Ari.
“Bus paling depan?” guman Toha,” Itu kan busnya Astri…”
Tata juga ada di bus itu. Makanya dari tadi Ari begitu khawatir. Apalagi perasaannya mulai tidak enak sejak rombongan melewati hutan lebat yang kini ada di sekitar mereka. Murid-murid yang lain pun mulai terbangun dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Pak Riza memperingatkan murid-murid untuk tidak keluar dari bus. Perasaan Ari semakin tidak enak. Hingga Ari terhenyak. Barusan tadi Ari melihat bola api terbang melintas di atas dahan-dahan pohon.
“Ada apa Ri?” bisik Nara yang melihat ketegangan di wajah Ari.
“Gue lihat bola api…” Ari masih melihat keluar jendela. Tapi dia sudah tidak melihat bola api itu lagi,” Dia terbang ke depan sana…”
“Kita musti cek ke sana Ri,” desis Toha yang tadi mendengar penjelasan Ari. Dia mengkhawatirkan Astri.
Dari tadi Ari sudah berniat ke sana. Lebih-lebih Ari yang selalu mengkhawatirkan Tata. Tapi Ari yakin, Pak Riza tidak akan mengijinkan mereka keluar. Sebelum Ari berpikir lebih jauh, Nara terlihat mulai memasang tudung jaketnya. Dia mencolek lengan Ari sembari menatap keluar jendela. Ari pun menoleh ke arah Nara membelalakkan matanya. Di jendela terlihat jalan aspal yang gelap. Di cahaya remang, Ari melihat ada sosok sedang melangkah. Dia berjalan ke arah rimbunan pohon. Tapi sosok itu hanya setengah badan, dari perut ke bawah. Walau tidak ada bagian perut ke atas, sosok itu tetap melangkah masuk di antara gelap batang pohon meninggalkan ceceran cairan hitam di aspal. Belum lama sosok itu menghilang di gelap hutan, ada satu lagi sosok terlihat di jalanan. Sosok itu terlihat sedang kewalahan merangkak dengan tangannya. Karena badannya tinggal bagian perut ke atas. Bagian perut ke bawah sudah tidak ada. Dari perutnya yang terbuka keluar cairan hitam yang terseret membasahi aspal. Sepertinya dia sedang merangkak menyusul sosok sebelumnya. Lalu dia pun menghilang masuk di gelap hutan. Ari sempat berpikir untuk nekat menemui Tata, tapi sepertinya bus sudah mulai bergerak. Bus-bus di depan pun sudah berjalan meninggalkan bus yang ditumpangi Ari. Tinggal Ari, Nara, Toha dan Wira yang saling pandang. Masih tersisa kengerian apa yang barusan mereka lihat di jalanan tadi. Apalagi Ari yang juga melihat bola api. Tapi sepertinya mereka harus duduk kembali di bangku masing-masing, karena bus sudah kembali kencang melaju.