Malam ini Ari ada di depan meja belajarnya. Dia sedang memegang buku pelajaran, tapi pikirannya tidak kesana. Dari tadi dia selalu memikirkan apa yang Kak Karin katakan tadi siang. Dan jika saja dia bisa menghubungi Tata, memastikan gadis pujaannya itu baik-baik saja. Ari melirik jendela kamarnya. Rintik hujan mulai terlihat disana. Ari tahu siapa yang akan muncul di ranjangnya. Sementara dia terus berusaha untuk konsentrasi ke buku pelajarannya. Dia sudah berjanji pada Tata untuk masuk universitas favorit. Tapi aroma khas melati sudah tercium di hidungnya.
“Belinda…” desis Ari tanpa menengok ke belakang.
“Sudah tidak ada lagi yang teriak-teriak…” suara Belinda lirih.
“Iya, karena mereka nggak bisa masuk ke sekolah… Eh maksudku ke rumah sakit, ya kan?” Ari membalikkan badannya, mendapati Belinda duduk rapi di tepi ranjang. Belinda hanya mengangguk, masih dengan tatapan matanya yang tajam ke Ari. “Ada yang Tata lihat sampai hidung Tata berdarah… Kamu tahu nggak?” tanya Ari tak sabar.
“Ada yang bisa terbang…” suara Belinda datar.
“Jadi yang bisa terbang ini, dia bisa masuk ke rumah sakit?” tanya Ari lagi.
Belinda mengangguk. Lalu dia melirik ke jendela dan mulai beranjak.
“Apa dia seperti bola api?” tanya Ari. Kali ini suaranya lebih keras.
“Aku tidak tahu…” jawab Belinda sambil cekikikan.
Ari ingin bertanya lebih lanjut tapi Belinda sudah berjalan ke arah jendela. Ari pun pasrah. Mungkin memang Belinda hanya tahu sebatas itu. Dan ponsel Ari bunyi. Ada panggilan dari Nara.
“Halo Ra…” Jawab Ari.
“Halo Ri… Ri gue lagi browsing nih di komputer…” kata Nara di ponsel Ari,”Tahu ngga Ri… Bangunan tua yang di pelabuhan itu, dulu kan fungsinya sebagai kantor gubernur, gue baca di salah satu artikel… Ternyata di situ dulu sering dipakai untuk upacara sekte-sekte gitu… Kayak pemujaan setan gitu Ri…”
“Beneran lo Ra?” suara Ari penuh tanya,”Setahu gue, tuh bangunan sekarang udah pada ancur.”
Lalu Nara membacakan beberapa artikel berbahasa Inggris yang Ari sebenarnya sulit untuk mengerti. Juga nama-nama sekte yang Ari mengucapkannya saja susah.
“Mungkin karena itu banyak hantu suka datang ke sana…” Nara menebak-nebak.
Mungkin Nara hanya menebak, tapi apa yang Ari dengar dari Nara makin membuatnya khawatir. Apalagi mengingat pernyataan Kak Karin tentang sesuatu yang membahayakan keselamatan mereka. Lalu dengan kejadian yang menimpa Tata tadi siang, Ari ingin segera bicara dengan Kak Karin. Baru dua hari lagi mereka ada pertemuan rutin di sekolah.
Pagi-pagi seperti biasa di sekolah, Ari bertemu Toha di parkir sepeda.
“Ha… Kamu lihat lagi?” Ari langsung bertanya ke Toha.
Toha menggeleng ragu sembari memutar pandangannya ke sekitar parkir sepeda, begitu juga Ari. Tapi tak berapa lama muncul Pak Min berjalan tergopoh.
“Toha!... Ari!...”suara Pak Min setengah teriak.
“Ada apa Pak Min?” Toha melihat wajah Pak Min yang ketakutan.
“Ha… Tadi malam saya lihat di lorong…” agak susah Pak Min meneruskan ceritanya.
“Lihat apa Pak Min?” tanya Toha lagi.”
“Itu… Ada bangku jalan sendiri…” suara Pak Min gagap,” saya kira ada orang yang mau ngambil bangku… Tapi tuh ternyata bangku jalan sendiri.”
“Kejadiannya dimana Pak Min,” tanya Ari spontan.
Lalu Pak Min mengajak Ari dan Toha menuju kelas 10.